... Menulis tentang apa yang saya saksikan dengan MATA, HATI, dan PIKIRAN ke-MELANESIA-an saya di West Papua sebelum menerima salah satu bagian dari hidup yang mutlak, yakni KEMATIAN...

Kamis, Juli 29, 2010

Saul: Pepera Hasil Rekayasa, Bukan Murni

Numbay (SaksiMata)--Pernyataan Nicholas Meset yang menyebutkan Papua final dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Mahkamah Internasionalrabu (27/7) ditanggapi enteng Juru Bicara Political West Papua, Saul Bomoy kepada.

Kepada SaksiMata saul mengatakan, pernyataan Nicholas Meset merupakan pembohongan terhadap perjuangan rakyat Papua Barat yang dilakukan, karena berada dalam tekanan dan keterpaksaan. “Dia itu babi piaraan yang segera akan dibunuh oleh NKRI, maka dia bicara begitu. Dia sudah makan uang NKRI banyak,” katanya.

Pepera 1969 itu belum final dan Mahkamah Internasional maupun badan keamanan dunia (PBB) sejak tahun 1969 hingga saat ini tidak pernah mengeluarka pernyataan ataupun keputusan yang menyebutkan bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI.

“Papua dalam NKRI itu karena hasil rekayasa Pepera 1969, hasil rekayasa bukan murni,” tegasnya mengulang.

Saul menyarankan kepada Nicolas Meset untuk menghentikan manuver politiknya yang selalu menyebutkan bahwa Papua sudah final dalam NKRI, karena hal tersebut adalah pembohongan, sebaiknya Nicholas Meset memilih diam dan tidak banyak berkomentar soal masalah Politik Papua.

“Jangan terus menutupi kebenaran, kau sebaiknya pasimaut, (tutup mulut) dan kau sudah kalah dalam berpolitik bagi Papua Barat, yu tipu dan yu, tutup mulut dan diam-diam di Papua kita berdosa terhadap rakyat Papua Barat,” ungkapnya.

Bomoy yang juga merupakan korban Daerah Operasi Militer (DOM) menegaskan bahwa referendum rakyat Papua Barat merupakan satu-satunya cara paling demokratis di dunia.
“Ini mekanisme demokrasi, hukum dan humanisme (HAM) untuk penentuan nasib sendiri, sesuai dengan declaration of humanisme and united nation,” terangnya.**
Selengkapnya...

KNPB Akan Gelar Mimbar Bebas di Makam Theys, 2 Agustus 2010

"Aneksasai Papua ke Indonesia Melanggar Hulum dan HAM Internasional"

Numbay (SaksiMata)--Komite Nasional Papua Barat (KNPB)mengatakan akan mengadakan mimbar bebas pada 2 Agustus 2010 di makam Almarhum Pemimpin Bangsa Papua Barat, Theys Hiyo Eluay, senatani Papua.

Hal itu dikatakan ketua Juru Bicara KNPB Mako Tabuni kepada SaksiMata di sela-sela aski demo tenatng tuntutan Referendum pada Rabu (28/7.

Saat melakukan pengumpulan massa tersebut, anggota KNPB KNPB juga membagi-bagikan selebaran kepada masyarakat yang lewat disekitar aksi pengumpulan massa.

Dalam selebaran yang ditndatngi Ketua Umum KNPB sekaligus selaku penanggungjawab aksi demo Bucktar Tabuni tersebut berisikan tentang bergabungnya Papua ke dalam NKRI yang dinyatakan oleh KNPB sebagai aneksasi adalah melangar hukum dan HAM Intrnasional.

‘’Itulah akar persoalan Papua sehingga aneksasi Papua disebut Ilegal,’’kata dia yang menyatakan bahwa proses aneksasi tersebut adalah persekongkolan Belanda, Amerika Serikat, Indonesia dan PBB.

Dikatakan bahwa akar persoalan tersebutlah yang terus digugat oleh orang asli Papua. ‘’Akar persoalan itu juga sedang digugat di tingkat Internasional oleh pihak-pihak internasional melalui kajian dalam bentuk buku, seminar, kampanye dan lobi,’’ jelasnya.

Dikatakan juga bahwa supaya bisa mendorong akar masalah itu ke PBB, maka IPWP (Gabungan Parlemen-Pareleman Internasional) dan ILWP (Pengacara-Pengacara Hukum Internasional) sedang mendorong negara-negara agar akar masalah ini bisa dibawa ke PBB, baik secara hukum maupun politik. ‘’Tanggal 19 Juni 2010 lalu, Parlemen oposisi dan pemerintah Vanuatu telah membuat suatu mosi (kesepakatan) untuk membawa masalah Papua Barat ke PBB. hal yang sama sedang didorong di PNG dan Ingris,’’ ungkapnya lagi.

Diungkapkan juga dalam selebaran tersebut bahwa tanggal 14 Juli hingga 2 Agustus 1969 dalam pelaksanaan Pepera diwarnai dengan kekerasan militer dan manipulai.

‘’Tanggal 2 Agustus ini akan diperingati di seluruh pendukung Papua Merdeka DI TINGKAT Internasional dengan mengembalikan Pepera 1969 ke PBB dan menggugat kembali serta menuntut dilaksanakan Referendum sebagai solusi tengah antara Papua dan Indonesia,’’ lanjutnya.

Selengkapnya...

Jumat, Juli 23, 2010

"Memorial Park" Theys: Reflections on Theys Eluay Graveyard

Oleh: Basilius Triharyanto

Hari Minggu di bulan Maret 2010. Aku berdiri di tanah seluas seribu meter lebih. Terhampar rumput hijau yang tingginya hingga satu meter. Di belakangnya hutan di atas punggung bukit Siglob. Punggung bukit yang hijau itu selalu menarik pandanganku. Ia memberikan kesegaran tiap kali aku menatapnya di balik kaca mobil taksi. Dan, akhirnya, aku harus berhenti untuk menatap keindahannya, memberikan penghormatan kepada seorang yang menjaga keindahan dan kedamaian tanah, air, hutan dan manusia Papua, Theys Hijo Eluay.

Di depan makam Theys, peristiwa pembunuhan itu mulai tergambar kembali. Meski, tak ada rangkaian kata tentang perjuangan, cita-cita dan harapan bagi kedamaian di tanah Papua, Theys tetap mengingatkan kejahatan kemanusiaan yang telah terjadi.

Makam Theys yang tepat di pertigaan jalan menuju Bandara Sentani sangat terbuka. Tak ada pagar di sekitar makamnya. Aku tak lama, sekitar 30 menit memberikan penghormatan. Entah kenapa, aku merasa tak nyaman lagi. Semula makam sepi, beberapa menit kemudian mulai muncul beberapa orang yang melewati jalan setapak yang membelah di antara rumput tinggi itu.

Di seberang jalan berdiri pos polisi lalu lintas yang selalu dijaga oleh dua atau tiga anggota polisi. Mereka lebih berdiri dan diam di dalam pos, sepertinya rambu-rambu lampu lintas yang hidup sudah cukup untuk mengatur lalu lintas. Namun pos polisi ini tepat menghadap makam Theys, yang jaraknya sekitar 100an meter.

Makam Theys berukuran kurang lebih panjangnya dua meter dan lebar satu meter. Ia dibangun dengan adukan semen yang keras, bentuk datar seperti persegi empat. Ia tak polos, ia dibalut lambang Bintang Kejora. Aku tertegun menatap makam yang dibalut dengan gambar bendera Bintang Kejora, simbol dari perjuangan kemerdekaan Papua.

Presiden Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tidak melarang bendera itu dikibarkan. Pada tahun 2000, Gus Dur merestui Konggres Rakyat Papua, yang membolehkan penggunaan simbol-simbol kepapuaan. Simbol-simbol seperti bendera dan lagu kebangsaan Papua bisa dinyanyikan dengan bebas. Namun, kebijakan Gus Dur telah digantikan oleh kekerasan struktural negara yang dilakukan oleh militer.

Bendera Bintang Kajora yang dikibarkan hampir di setiap kabupaten dan daerah pedalaman Papua dipaksa diturunkan. Militer memaksanya dengan senjata dan kekerasan. Warga yang menghentikan dan melawan berhadapan dengan senjata. Dan berakhir dengan tragedi kemanusiaan; kekerasan senjata telah mengorbankan nyawa, melukai hati dan membuka trauma yang panjang.

Bendera Bintang Kejora itu telah mengantarkan ke dalam peristirahatan terakhir dan abadi. Bintang Kejora pada batu itu sebagai saksi tragedi kemanusiaan di tanah Papua. Bendera itu meninggalkan luka dan derita panjang. Namun, bendera itu melekatkan sebuah kesetiaan untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran bagi bangsa Papua.

Ia menjadi besar di tengah bangsa Papua, mestinya juga bagi bangsa Indonesia. Ia pemimpin yang dicintai, karena kehadirannya selalu ditunggu-tunggu. Seorang kawan bercerita Theys selama satu hari satu malam berjalan dari Sentani ke Waena, setelah tiba sudah ada ratusan orang yang menunggunya. Theys salah seorang ‘the godfather’ yang pernah ada di tanah Papua. Ia pemimpin yang dicintai rakyat dan bangsanya, karena ia mampu membawa ke tanah terjanji, tanah yang damai dan adil.

Theys, suara kemartiranmu tetap berkumandang. Jalan damai yang engkau pilih telah melahirkan generasi yang cinta damai. Kemartiranmu telah menaburkan benih kedamaian. Meski, belum untuk saat ini. Semoga tidak untuk 1000 tahun lagi.

* Baca juga di webblog: www.duniabergerak. blogspot.com

Selengkapnya...

Refleksi Pribadi Soal KEGAGALAN OTSUS

Oleh: Edudaby_Gobay@yahoo.com

1. UU Otsus itu diberlakukan untuk siapa, apakah untuk arang asli Papua atau untuk penduduk Papua. Otsus selama ini diberlakukan kepada Penduduk Papua maka, sekalipun Otsus diberlakukan 100 tahun dengan dana 100 triliyun pertahun pun Papua tdk akan berubah maju justru akan mundur/puna. Jumlah penduduk pendatang lebih banyak dari pada orang asli Papua, yg sejahtera adalah Indonesia sendiri.

2. Roh Otsus bagi Indopnesia ada ada pada Jumlah uang Otsus yang diberikan kepada Papua,(Presiden dan jajarannya selalu mengatakan "Papua kita bangun, suda kasi uang banyak2") sementara Roh Otsus menurut orang asli Papua adalah Proteksi khusus bagi kepentingan Rakyat Papua, mesti ada kewenangan2 yang diberikan kepada Papua untuk
menentukan kemajuan Papua bukan justru kewenangan sedikit yg suda dikasipun dikebiri/direvisi pasal demi pasal.

3. Indonesia berulang kali mengatakan OTSUS bagi Papua adalah SOLUSI FINAL, maka menurut saya tidak ada lagi Otsus jilid 2 atau Pasca kegagalan otsus..tidak ada tawaran alternatif lain lagi....GAGAL bangun Papua tooo...

4. Secara kasat mata, dan banyak fakta membuktikan 9 tahun Otsus berlaku di Papua telah GAGAL.

5. Rakyat Papua secara sosial, politik, dan fisik telah berulang kali mengembalikan Otsus ke Jakarta..sayang. . secara Yuridis UU Otsus tetap berlaku bagi Papua ("anjing menggonggong- kafilatetap berlalu")... oleh karena itu Gubernur...DPRP. .dan MRP kalo benar2 orang asli Papua ras Negroid yang sedang duduk dalam sistem NKRI maka segera gelar Sidang paripurna Menolak Otsus Cq. Menolak Semua Dana OTSUS untuk Papua yg notabene Roh Otsus bagi NKRI.

6. OTSUS Gagal jadi solusiny?... sy setuju Dialog: Papua, Indonesia,Belanda, PBB, Amerika, Roma harus duduk bicara disebua Perundingan. Semua pihak harus jujur, terbuka,saling memaafkan, tdk ada yg besar hati/kecil hati. Agenda Dialog, tdk hanyan kegagalan Otsus tetapi Agendanya adala: 1. Otsus Gagal solusinya?, 2. Pelanggaran Ham di Papua, solusinya?. 3. Pelurusan Sejarah...apabila terbukti Papua
dianeksasi dll maka solusinya?, 4. Penduduk asli Papua terpinggir dan
marginalisasi di negerinya sendiri..solusinya?

7. Harapan Pribadi saya; Pasca Dialog/Perundingan mungkin bisa ada ka...? Rekomendasi untuk: 1. REFERENDUM, 2. PENGAKUAN KEMERDEKAAN PAPUA 1 DESEMBER 1961 ka? (sekalipun sejarah membuktikan, tidak ada suatu negara merdeka dengan cara Dialog/perundingan)

8. Kalo Poin 7 tidak terjadi maka solusi berikutnya.. ..? yg baca jawab dihati dan lakukanlah sesuatu..... untuk tercapainya suatu .....PEMBEBASAN. ...., togop me Gobay maluk ari mageo.......
--------------
Sumber: komunitas_papua@yahoogroups.com



Selengkapnya...

"Kebencianku untukmu NKRI"

Penjara NKRI (saksiMata)--Petikan di bawah ini dibuat oleh Buchtar Tabuni, Ketua Komite Nasional Papua barat (KNPB). Pesan itu dipublikasikan oleh "Lion Jpr" melalui Komunitas_papua@yahoogroups.com pada Jumat, 23 Juli, 2010 02:48. Buctar diperjara karena menyuarakan keadilan bagi tanah Papua dalam Aksi Damai 16 Oktober 2008. Dia diberikan hukuman pidana oleh pemerintah NKRI selama 3 Tahun. Pasal yangdikenakan terhadap Buctar adalah 160 KUHP (pasal penghasutan). Dia ditangkap pada tanggal 3 Desember 2008 dan divonis hukuman penjara pada Agustus 2009. Beberapa waktu lalu kepada SaksiMata, dia mengatakan bahwa dirinya tetap bahagia berada dalam penjara, karena dia sangat yakin ada kader yang akan melanjutkan perjuangan untuk rakyatPapua yang tertindas.

Berikut pesan Buctar dari penjara: "Wahai imprealisme NKRI. Dulu kau paksakan moyangku mencintaimu melalui PEPERA yang kau rekayasa itu, namun sekarang aku sadar dan mengerti bahwa, betapa jahatnya engkau. Kau adalah bgs terkutuk, karena kau telah memperkosa ibuku, kau telah meninduri anak-anak perempuanku, kau telah membunuh anak laki-lakiku yg akan mewarisi keturunanku & bgsku Papua Barat, gunung-gunungku kau jadikan tulang-belulang, hutan belantaraku kau gundulkan, sungai rawahku kau cemarkan. Emangnya engkau siapa? Detik jantungmu akan ku hancurkan, urat nadimu akan ku potong. Setelah aku berhasil membunuhmu. Aku akan pergi jauh dari hadapanmu untuk menjadi bgsku yang berdaulat yakni Bgsku Papua Barat. Setelah itu aku akan pesan kepadamu, selamat jalan PENJARA TUAKU." (Buchtar Tabuni/KNPB)
Selengkapnya...

Kongres TPN/OPM: Papua Merdeka Adalah Harga Diri

Rimba Papua Barat (SaksiMata)--Salah satu hasil kongres Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) beberapa waktu lalu, memutuskan akan tetap memperjuangkan kemerdekaan Papua dalam arti, pisah dari NKRI.

Seperti yang juga dilangsir Harian Bintang Papua (www.bintangpapua.com) Anton Tabuni atas nama panglima tertinggi OPM Goliat Tabuni, mengatakan pihaknya akan terus melancarkan serangan terhadap aparat keamanan Indonesia maupun pihak-pihak yang ingin menghentikan perjuangan Papua Merdeka, sekalipun presiden Indonesia terus menerus menambah pasukan di Papua, khususnya Tingginambut Puncak Jaya.

‘’Kami bangsa Papua Barat tetap pada pendirian semula, mempertahankan harga diri bangsa Papua menuju kemerdekaan. Rakyat Papua akan terus berjuang melepaskan diri dari NKRI. Kami berjuang bukan karena lapar (kesejahteraan) tetapi hak kami. Merdeka itu harga diri kami orang Papua Barat,’’ ujar Sekjen Panglima OPM Anton Tabuni dalam press realesenya.

Dalam gambar rekaman video itu juga terekam pelaksanaan kongres OPM di wilayah Tingginambut Puncak Jaya, yang dimulai dengan upacara adat Pegunungan Papua, serta upacara pengibaran 3 bendera bintang kejora.
.
Anton Tabuni juga meminta seluruh bangsa Papua mendukung kemerdekaan Papua Barat, karena tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda dan tidak bisa di tawar lagi. Aparat keamanan Indonesia agar segera menyerah dan angkat kaki dari Papua sambil menyuarakan Papau Merdeka.

Kemerdekaan Papua adalah hak segala bangsa maka penjajah di atas Papua harus keluar dari Papua. Ini adalah pernyataan kemerdekaan bangsa Papua’ diselenggarakan di pusat pertahanan Distrik Tingginambut Puncak jaya 31 Juni tahun 2010.***

Selengkapnya...

DPRP Menolak Pemekaran Papua Tengah

Yunus Wonda: Stop Korbankan Rakyat Kecil

Numbay (SaksiMata)--Kepada SaksiMata Wakil Ketua DPRP Yunus Wonda menegaskan bahwa sikap Pemerintah Provinsi Papua dan DPR Papua sudah jelas tidak merestui Pemekaran Provinsi Papua Tengah.

Ketegasan DPRP ini muncul setelah, Tim Grand Design Pemekaran dan evalusi Daerah Otonom Baru di Indonesia oleh Departemen Dalam Negeri (Depdagri) pada Jumat pekan kemarin telah resmi menyerahkan Dokumen Grand Design ke Presiden dan Komisi II DPR RI, yang turur memberikan harapan kepada tokoh-tokoh politik yang selama ini memperjuangkan pemekaran Papua Tengah.

“Pemekaran wilayah baru itu bukan hal yang urgen, sehingga untuk sementara pemekaran wilayah di Papua tidak perlu apalagi provinsi,” tegas Wonda kepada SaksiMata rabu (21/7) di kantor DPRP Papua.

“Kami sudah dibicarakan dan kami sampaikan bahwa tidak boleh dulu ada pemekaran provinsi baru di Papua, kita tata dulu kabupaten pemekaran yang sudah ada. Kan pidato Presiden yang lalu itu mengatakan bahwa daerah pemekaran belum sempurna dan itu termasuk daerah pemekaran di Papua,” kata dia.

Pemerintah pusat telah memberikan status daerah Otonomi Khusus bagi Papua yang juga dibarengi pemekaran kabupaten-kabupaten baru di Papua, sehingga yang terjadi adalah beban pembiayaan baik dari APBN maupun APBD.

Sejak UU Otsus Papua memekarkan satu provinsi dan 30 kabupaten. Ini mengerikan. Karena, berbarengan dengan itu migrasi ke Papua tidak bisa dibendung. Sekarang Orang Papua menjadi minoritas. Ini sebuah system yang berbahaya bagi masa depan orang Papua.

Menyiggung soal sikap DPRP jika Pemerintah Pusat melakukan pemekraan wilayah, Wonda dengan nada dingin bahwa mengatakan bahwa sikap DPRP tidak berubah yaitu tidak atau belum pernah mewacanakan pemekaran Provinsi baru seperti Papua Tengah, karena pemekaran bukan solusi membangun manusia Papua.

“Yang membentuk pemekaran itu kan orang-orang pensiunan yang sudah tidak lagi punya jabatan, bupati-bupati yang sudah habis dua periode, itu yang mereka buat masalah, jadi sebaiknya hentikan saja, jangan terus mengorbankan rakyat karena kepentingan jabatan dan uang,” tandas Wonda.



Selengkapnya...

Sem Yaru, Pengibar Bendera Papua Barat Dituntut 3 Tahun Penjara

Iwan: Tuntutan itu Gila dan Ngawur

Numbay (SaksiMata)--Semuel Yaru alias Sem Yaru yang ditangkap dengan tuduhan makar setelah mengibarkan Bendera Papua Barat, Bintang Kejora di halaman kantor Majelis Rakyat Papua beberapa waktu lalu (16 Nopember 2009) akhirnya difonis 3 tahun penjara.

Pengibaran Bintang Kejora yang melibatkan dua terdakwa, Semuel Yaru alias Sem Yaru dan Luther Wrait, sudah memasuki tahap penuntutan jaksa dan didakwa pasal makar pada Rabu (21/7) oleh JPU RH. Panjaitan,SH yang surat dakwaannya dibacakan Hadjat,SH.

Untuk Sem Yaru dituntut 3 tahun penjara, sementara Luther Wrait 1 tahun 6 bulan. Hal yang memberatkan Sem Yaru adalah terdakwa sudah pernah dihukum. Menanggapi tuntutan tersebut, Penasehat Hukum terdakwa Iwan Niode, SH mengatakan, tuntutan tersebut tidak masuk akal.

‘’Tuntutan itu gila dan ngawur,’’ ungkapnya kepada pers di PN Jayapura usia sidang.
Menurutnya, tuntutan makar tersebut tidak masuk akal, karena substansi apa yang dilakukan oleh terdakwa menurut Iwan Niode adalah bukan untuk memisahkan diri dari NKRI.

‘’Seperti yang sudah-sudah dalam setiap unjuk rasa, orang berorasi, pengibaran bendera dan lain-lain itu adalah pernak-pernik yang umum dipakai dalam sebuah unjuk rasa,’’ jelasnya.

Dikatakan, inti dari unjuk rasa yang dilakukan terdakwa menurutnya adalah ingin menyuarakan kegagalan Otsus yang tidak dirasakan masyarakat. ‘’Jadi dalam hal ini saya sangat berharap majelis untuk jeli melihat hal itu. main set (cara berpikir) kita tentang itu harus dirubah,’’ lanjutnya.

Sementara itu, JPU dalam dakwaannya mengatakan, Semuel Yaru dan Luther Wrait didakwa pasal kesatu primair pasal 106 KUHP jo. Pasal 56 ke-1 KUHP subsidair pasal 110 ayat 2 ke-1 KUHP atau kedua pasal 160 KUHP jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.

Dari fakta-fakta persidangan, menurut JPU terungkap bahwa pada Senin 16 Nopember 2009 sekitar pukul 10.00 WIT Semuel Yaru, Luther Wrait dan Alex Mebri serta diikuti sekitar 50 orang simpatisan melakukan unjuk rasa di halaman kantor MRP dengan membawa Pamphlet/spanduk dan bendera Bintang kejora.

Dalam unjuk rasa tersebut, Semuel Yaru mengibarkan bendera Bintang Kejora dengan cara memegang batang kayu pohon pinang dan pada ujung batang kayu tersebut diikat bendera Bintang Kejora.

Saat mengibarkan bendera tersebut, Sem Yaru dengan suara keras menyampaikan tentang kegagalan Otsus yang tidak dirasakan masyarakat Papua dan jika Otsus gagal lebih baik merdeka.
Orasi tersebut kemudian disambut para simpatisan dengan yel-yel merdeka-merdeka. Unjuk rasa dengan orasi dan pengibaran bendera tersebut adalah dengan tujuan untuk memisahkan wilayah Provinsi Papua dari NKRI menjadi Negara West Papua.

Berdasarkan uraian tersebut JPU berpendapat bahwa unsur dari pasal yang didakwakan pada dakwaan primair yakni pasal 106 KUHP jo pasal 56 ke-1 KUHP terpenuhi sehingga pasal pada dakwaan subsidair maupun pasal alternatif tidak perlu dibuktikan. Dan selama dalam proses persidangan tidak ditemui satupun yang menjadi alasan pemaaf dan pembenar dari diri terdakwa.

Sehingga JPU menuntut kepada Majelis Hakim untuk menjatuhkan pidana penjara 3 tahun untuk Semuel Yaru dan 1 tahun 6 bulan untuk Luther Wrait dengan dipoting masa penahanan sementara. ****



Selengkapnya...

Isu Uranium, Pengalihan Isu Kegagalan Otsus

Fordem:Otonomi Khusus Gagal, Buka Ruang Lain

Numbay (SaksiMata)--Forum Demokrasi (Fordem) Rakyat Papua Barat dalam jumpa persnya di Sekretariat Foker LSM Waena, Kamis (22/7) kemarin mengatakan, isu uranium adalah pengalihan isu atas kegagalan pelaksanaan Otonomi Khusus di tanah Papua.

“Akhir-akhir ini di media massa, baik cetak maupun elektronik mengemuka isu seperti uranium yang diproduksi PT Freeport, pemekaran Provinsi Papua Tengah dan Papua Selatan serta berbagai isu lainnya adalah upaya pengalihan isu atas aspirasi masyarakat yang menyatakan kegagalan Otsus Papua dan menuntut Referendum,” kata Septer Manufandu kepada pers.

Lebih lanjut dia mengatakan, pelbagai isu atau gosip yang dihembuskan oleh kaki tangan pemerintah yang tidak bertanggungjawab, untuk mematahkan semangat yang melandasi orang asli Papua mengembalikan Otsus Papua yang kedua kalinya.

Dia mengatakan, penyebaran isu tersebut dilakukan untuk membangun mosi tidak percaya kepada aktifis atau MRP dan DPRP. ‘’Dengan dibangunnya mosi tidak percaya, maka ini memancing kemarahan rakyat Papua kepada aktivis atau MRP dan DPRP,’’ kata Septer.

Menurut Septer Manufandu kegagalan Otsus di Papua ditandai oleh tak terpenuhinya hak-hak mendasar orang asli Papua berupa Perdasi dan Perdasus yang tidak dibuat pihak yang berwenang.

Dia juga mengatakan, berbagai tragedi kesehatan seperti tewasnya puluhan orang di Dogiyai akibat kelaparan diera Otsus juga sebagai salah satu parameter kegagalan Otsus.

“Kini Otsus sudah gagal, maka perlu satu ruang untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul di tengah masyarakat dengan melibatkan seluruh komponen bangsa,”katanya.

Fordem Papua Barat yang dipimpin olej Pdt. Dr. Benny Giay itu mengeluarkan tujuh poin berupa pernyataan dan tuntutan. Dalam press release Fordem Papua Barat menguraikan dengan panjang lebar tentang berbagai hal, seperti penolakan Otsus yang disebutnya sebagai paket politik, kegagalan otsus dimana di era Otsus justru memarginalkan orang asli Papua, penolakan Raperdasi Raperdasus oleh Pemerintah Pusat, rencana pembentukan MRP untuk Provinsi Papua Barat tersendiri dan berbagai hal lainnya.

Poin pertama adalah tentang keberhasilan yang dicapai dalam upaya mendorong proses musyawarah MRP bersama orang asli Papua sampai mengembalikan Otsus yang didalamnya terdapat kendala baik internal maupun eksternal.

Poin kedua, berupa tuntutan untuk dihentikannya segala isu/gosip seperti Uranium, Korupsi, SDM yang rendah dan lain-lain yang bertujuan mengadu domba rakyat Papua.
Poin ketiga, adalah seruan kepada komponen bangsa Papua untuk tidak terprofokasi dengan berbagai isu/gossip tersebut. poin keempat, tuntutan kepada DPR papua dan DPRD Provinsi Papua barat untuk menindaklanjuti rekomendasi hasil musyawaran MRP bersama orang asli Papua.

Kelima, tuntutan kepada DPRP ada anggotanya untuk konsisten dengan keputusan yang diambil pada 12 Juli 2010 tentang pembentukan Tim untuk membedah Otsus melalui forum ilmiah dengan melibatkan semua pihak.

Keenam, adalah himbauan untuk menghentikan bola liar panas yang dihembuskan oleh Negara Indonesia melalui Democratik Center tentang pembentukan MRP di Provinsi Papua Barat. Serta terakhir, yakni poin ketuju, adalah Negara Indonesia bersama aparatur pemerintahannya, harus menghargai dan memberikan ruang demokrasi yang luas dan menyeluruh bagi orang Papua dalam menyampaikan segala aspirasi yang digumulinya.***




Selengkapnya...

Selasa, Juli 20, 2010

IPWP dan ILWP Akan Gugat PEPERA 1969

Numbay (SaksiMata)--Tanggal 2 Agustus 2009 lalu di London Inggris, seluruh anggota IPWP, ILWP dan jaringan pendukung Papua Merdeka telah berkumpul membicarakan dan menyepakati agenda- agenda teknis ke PBB. Tanggal itu juga, terjadi aksi internasional di Negara- negara untuk menggugat PEPERA 1969, dan ILWP akan mempresentasikan hasil PEPERA 1969 untuk selanjutnya dibawah ke pengadilan internasional.

Demikian Siaran Pers yang disampaikan Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Buchtar Tabuni kepada Bintang Papua, Senin (19/7)petang.

Dikatakan, KNPB sebagai media nasional Papua Barat harus mempersiapkan tahapan kerja dengan melakukan konsilidasi dan mobilisasi massa untuk menduduki pusat pusat kota dengan tuntutan. Pertama, PEPERA 1969 tak sah dan rakyat Papua harus mengembalikan. Kedua, segera lakukan referendum. Ketiga IPWP dan ILWP dan Pemerintah Vanuatu segera menjadi fasilitator untuk menggugat status hukum dan politik Papua Barat di PBB. Keempat, KNPB siap mediasi rakyat Papua Barat menuju ke referendum.

Dikatakan, sejak awal KNPB melalui jalur paling demokratis menuju kemerdekaan Papua Barat melalui pintu referendum. Pasalnya, referendum adalah keputusan resmi Musyawarah Besar (Mubes).

“Keputusan itu tak datang secara tiba- tiba atau sebatas slogam kosong. Tapi melalui suatu analisa tentang pemetaan jalur perjuangan yang harus ditempu agar impian Papua merdeka yang bebas dari penjajahan Indonesia itu dapat terwujud, dan tak hanya dalam angan angan,” tandasnya.

Referendum adalah tawaran solusi tengah antara rakyat Papua Barat kepada pemerintah Republik Indonesia karena melalui referendum rakyat Papua dapat menentukan hak politik mereka yaitu apakah ingin tetap dengan NKRI atau Merdeka sendiri sebagai sebuah negara.

Referendum adalah jalan tengah untuk menyelesaikan konflik politik Papua Barat dan Indonesia. Mengapa demikian? Karena status wilayah Papua Barat dalam NKRI itu tak sah, karena dalam proses memasukan Papua kedalam NKRI sejak tahun 1960 hingga tahun 1969 itu penuh dengan rekayasa dan sangat melanggar standar standard an prinsip prinsip hukum dan HAM internasional.

Dikatakan, saat ini prose situ sedang digugat di internasional agar PBB dapat melihat kembali keabsahan status politik Papua Barat dalam NKRI. IPWP dan ILWP dibentuk agar mendorong proses penyelesaian masalah Papua Barat ke PBB. Sejak pertama IPWP terbentuk, anggota IPWP dari berbagai negara terus melakukan lobi lobi ke tingkat perlemen dan pemerintah negara masing masing.

Di Vanuatu Mr Moana Carcases MP telah mendorong proses itu bersama perlemen, oposisi dan Pemerintah Vanuatu telah membentuk sebuah motion (kesepakatan) untuk membawa persoalan Papua secara resmi oleh Pemerintah Vanuatu PBB untuk menanyakan ke pengadilan internasional (International Court of Justice/ICJ) tentang keabsahan status politik Papua Barat. Hal yang sama akan didorong oleh pemerintah PNG dan Inggris.

Proses yang sedang didorong di internasional harus didukung oleh gerakan massa rakyat Papua Barat. Rakyat Papua Barat harus tetap solid pada tuntutan referendum.

Dunia mulai mengerti apa yang diinginkan oleh rakyat Papua Barat, Tapi Jakarta masih menutup diri dan membiarkan tuntutan rakyat Papua Barat tanpa mencari solusi. Sekalipun ribuan massa rakyat Papua Barat yang didukung oleh MRP menduduki Kantor DPRP selama dua hari (Tanggal 8 dan 9 Juli 2010), namun DPRP tak dapat berbuat apa apa. DPRP enggan memutuskan aspirasi rakyat Papua Barat.

Rakyat Papua Barat harus mengerti bahwa Indonesia adalah penjajah yang tak mungkin membuka solusi referendum dalam penyelesaian Papua Barat. Hal itu akan terjadi bila didukung oleh kekuatan internasional dimana Indonesia sebagai anggota PBB harus menerima resolusi PBB dalam menyelesaikan masalah Papua Barat.

Dan oleh karena itu, rakyat Papua Barat harus mengawal proses yang sedang didorong di internasional. Rakyat Papua harus melakukan gerakan untuk tetap meyakinkan internasional yang yang sedang mendorong ke PBB, Jakarta, Belanda dan Amerika Serikat adalah pihak pihak yang harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di PBB.

Bagi orang Papua tanggal 2 Agustus 1969 adalah awal dilakukannya PEPERA 1969 yang penuh dengan kekerasan militer itu. Tanggal itu harus menjadi momentum penolakan PEPERA bagi rakyat Papua, maka aksi nasional di Papua Barat tanggal 2 Agustus 2010 harus dilakukan diseluruh wilayah Papua Barat.

Selengkapnya...

Senin, Juli 12, 2010

Aspirasi Pengembalian Otsus Disikapi DPRP

Akan Ditindaklanjuti dalam Sidang Peripurna

Numbay (SaksiMata)--Ribuan massa pendemo yang sebelumnya menginap di halaman DPRP akhirnya membubarkan diri sehari setelah nginap. Terkait aspirasi dan tuntutan massa mengembalikan Otsus kepada pemerintah pusat, dan mendesak referendum, maka kalangan DPRP mengutarakan sikapnya akan segera menindaklanjuti aspirasi tersebut, sebagaimana tuntutan ribuan massa Forum Demokrasi Rakyat Papua beserta elemen masyarakat, adat, perempuan serta mahasiswa yang menduduki Gedung DPRP, Jayapura sejak Kamis (8/7) hingga Jumat (9/7) petang.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua II DPRP Komaruddin Watubun SH didampingi sejumlah anggota DPRP dihadapan ribuan massa tersebut. Dikatakan, agar aspirasi massa dapat dibawa ke sidang paripurna, maka dirinya telah mendapat surat mandat dari Ketua DPRP Drs John Ibo MM dan Wakil Ketua I Yunus Wonda. Karena itu, dengan surat mandat tersebut, maka ia akan menggantikan pimpinan DPRP memimpin sidang paripurna guna menindaklanjuti aspirasi massa untuk mengembalikan Otsus kepada pemerintah pusat.

Selengkapnya...

Forkorus: Papua Tuntut Hak Seperti Bangsa Palestina

Numbay (SaksiMata)--Sebagaimana yang direncanakan sebelumnya, Kamis kemarin, Ribuan massa dari pelbagai elemen masyarakat, akhirnya kembali menggelar aksi unjukrasa di Gedung DPRP, Jayapura. Aksi unjukrasa ini merupakan aksi lanjutan yang sebelumnya digelar Rabu Selasa (18/6) lalu. Pada saat itu, massa pengunjukrasa datang menemui DPRP untuk menyerahkan 11 butir rekomendasi hasil Mubes MRP yang antara lain berbunyi rakyat Papua segera mengembalikan Otsus bagi rakyat di Provinsi Papua serta mendesak segera dilakukan referendum.


Namun karena jawaban yang disampaikan DPRP dinilai mengambang, maka ribuan massa sepakat menginap di Halaman Gedung DPRP menunggu sampai DPRP menggelar sidang paripurna menindaklanjuti 11 butir rekomendasi Mubes MRP. Pasalnya, setelah menerima 11 butir rekomendasi hasil Mubes MRP, saat itu juga Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda berjanji akan memberikan jawaban setelah 3 pekan pihaknya melakukan sidang paripurna.

DUDUKI GEDUNG DPRP-Ribuan massa dari pelbagai elemen masyarakat Papua kembali menduduki halaman gedung DPRP, Kamis (8/7) siang. Mereka mendesak pihak DPRP menggelar sidang paripurna untuk menindaklanjuti 11 butir rekomendasi Mubes MRP. Ribuan massa dari beberapa elemen masyarakat Papua antara lain Forum Demokrasi Rakyat Papua (FDRP), Dewan Adat Papa (DAP), Presidium Dewan Papua (PDP), Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tegah (AMPT) serta Solidaritas Perempuan Papua (SPP).


Sebagaimana disampaikan Koordinator Lapangan Aksi Unjukrasa Salmon Yumame SE di sela sela aksi unjukrasa tersebut bahwa kehadiran pihaknya di Gedung DPRP untuk meminta jawaban pihak DPRP. Pasalnya, setelah selama 3 pekan menunggu jawaban sesuai janji DPRP menggelar sidang paripurna untuk menindaklanjuti 11 butir rekomendasi hasil rekomendasi MRP yang berlangsung pada 9-10 Juni 2010 lalu.

Saat itu, menurutnya, Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda telah meminta waktu selama 3 pekan untuk membahasnya dalam sidang paripurna. Namun demikian, ujar Yumame, pihaknya menunggu jawaban dari DPRP terakhir pada Kamis (8/7) pukul 18.30 WIT sebagaimana kesepakatan pegelaran aksi injukrasa bersama pihak Polda Papua.

Dia menegaskan, apabila hingga jam yang ditentukan DPRP belum juga melaksanakan sidang paripurna menindaklanjuti rekomendasi dari Mubes MRP, maka massa akan menginap di Halaman Gedung DPRP, Jayapura serta akan melanjutkan aksi unjukrasa hingga Jumat (9/7). Untuk itu, pihaknya mengajak seluruh rakyat Papua yang merasa ikut berjuang bersama rakyat Papua agar dapat mengirimkan makanan dan minuman bagi pengunjukrasa.

Namun demikian, Ir Weynand Watory, salah seorang anggota Komisi A DPRP menyatakan bahwa pihaknya menjumpai kendala internal yakni rapat paripurna DPRP untuk membahas 11 rekomendasi hasil Mubes MRP mengalami penundaan. Hal ini disebabkan, lanjut Watory, Ketua DPRP Drs Jhon Ibo MM, Wakil Ketua II DPRP Komaruddin Watubun serta Wakil Ketua III Yap Kogoya selama beberapa pekan ini sedang menunaikan tugasnya di luar Papua.

“Kami punya mekanisme yakni sebuah keputusan dapat ditetapkan apabila seluruh pimpinan DPRP menyetujuinya,” tukas Watory. Pernyataan ini kontan membuat sejumlah pengunjukrasa mengancungkan tangannya ke arah anggota DPRP. Bahkan Ketua Soridaritas Perempuan Papua Abina Wasanggai yang didaulat untuk menyampaikan orasi mendesak agar Ketua DPRP Drs Jhon Ibo MM meletakkan jabatannya saat ini juga lantaran ia dinilai tak mampu mengemban amanat hati nurani rakyat Papua.

Sontak keadaan makin panas dan mencekam, karena sejumlah pengunjukrasa juga mendesak agar Jhon Ibo turun dari jabatannya sebagai Ketua DPRP. Namun demikian, massa kembali tenang setelah Ketua AMPT Markus Haluk mengambilalih pengeras suara (mike) agar massa bersikap santun untuk menyelesaikan permasalahan yang kini dihadapi sebagian besar rakyat Papua.

Ketua Dewan Adat Papua (DAP) Forkorus Yoboisembut mengutarakan, berkaitan 11 rekomendasi dari Mubes MRP, maka pihaknya menyarankan agar DPRP dapat mengambil suatu keputusan yang tepat, benar dan memenuhi rasa keadilan sesuai tugas dan tanggungjawab yang diberikan rakyat kepada DPRP. Selanjutnya pihaknya menunggu keputusan Presiden menyangkut keinginan rakyat Papua untuk mengembalikan Otsus kepada pemerintah pusat.

“Pekerjaan melayani rakyat adalah pekerjaan Tuhan. Keputusan kalian untuk menyelamatkan bangsa Papua akan dihargai Tuhan karena itu Bapak dan Ibu jangan takut untuk membuat suatu keputusan,” tukasnya disambut tepuk tangan ribuan massa.

Menurut dia, salah satu dari 11 rekomendasi Mubes MRP yakni rakyat Papua ingin mengembalikan Otsus karena selama 9 tahun perjalannya tak mampu mensejahterakan rakyat Papua. Karena itu, pihaknya mengajak massa untuk menaikkan status pengembalian Otsus dengan otonomi penuh alias merdeka. “Kalau kita menurunkan status Otsus, maka kita mengalami kemunduran,” tukasnya.

Dia menambahkan, DAP telah menyampaikan surat yang dikirim kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang intinya minta pemerintah Indonesia menyampaikan kepada Presiden AS Barack Obama bahwa apabila bangsa Palestina mendesak kemerdekaannya seharusnya bangsa Papua Barat juga diberikan hak yang sama yakni kemerdekaan seperti bangsa Palentina.

“Hal ini sebenarnya dapat dipenuhi apabila pemerintah Indonesia memiliki kemauan politik untuk memberikan referendum bagi bangsa Papua Barat untuk mengurus dirinya sendiri tanpa tekanan apapun,” ungkapnya.

Juru Bicara KNPB Mako Tabuni ketika menyampaikan orasi menegaskan, hari ini adalah hari kebangkitan bangsa Papua untuk melawan segala penindasan yang dilakukan pemerintah dan negara RI. Pasalnya, perjuangan ini adalah perjuangan menuju pembebasan nasional.

“Perjuangan ini adalah perjuangan yang sungguh dari bangsa yang tertindas,” tukasnya.”Merdeka bukan hanya merdeka dari segala penindasan dan kegagalan Otsus tapi merdeka untuk menuntut martabat dan harga diri bangsa kami.”

Menurut dia, selama 48 tahun bangsa Papua Barat diintervensi pihak PBB, AS, Belanda dan Indonesia. Karena itu, penyelesaian bangsa Papua Barat juga harus melalui mekanisme internasional. Selama ini pula perjuangan bangsa Papua Barat telah mendapat simpati dari dunia internasional bahkan ada pihak melakukan gugatan menyangkut masalan Papua Barat di Mahkamah Internasional.

“Marilah kita bersatu dan terus maju menentang ketakadilan karena kemerdekaan bangsa Papua Barat berada di depan mata kita semua,” tukasnya.
Selengkapnya...

Jumat, Juli 09, 2010

Berita Foto: 15.000 Lebih Rakyat Asli Papua Duduki Kantor DPRP Papua 2 Siang 1 Malam

Otonomi Khusus Gagal Total, Refrendum Solusi!


Selengkapnya...

Lima Belas Lebih Masa Rakyat Papua Duduki DPRP: Otsus Gagal Total, Refrendum Solusi

Numbay (SaksiMata)--Sekitar 15. 000 lebih masa rakyat asli Papua Barat duduki kantor Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi (DPRP) Papua sejak 8 s.d. 9 Juni 2010.

Mereka mendesak DPRP Papua (sesuai dengan janji pada 18 Juni 2010 lalu;red) menggelar Sidang Paripurna tentang kegagalan pelaksanaan Otonomi Khusus selama hampir 10 tahun di tanah Papua dan menggelar Refrendum bagi Papua.

Kira-kira pukul 15.00 waktu Papua, DPRP Papua berdasarkan rekomendasi Ketua dan Ketua 1 DPRP Papua menemui masa rakyat untuk menjelaskan kondisi DPRP Papua saat ini terkait tuntutan refrendum.

Dalam pertemuan itu, mereka berjanji untuk meneruskan aspirasi. Mereka juga berjanji kepada ketua-ketua dari organ perjuangan untuk kembali berkumpul pada Senin (12 Juli) untuk menindaklanjuti bersama.

Setelah itu, pukul 17.00 WIT masa membubarkan diri dengan tenang. Sekedar diketahui bahwa, Polda Papua menurunkan Brimob 15 truk dengan bersenjataan perang lengkap. Juga, ribuan polisi disiagakan dengan senjata lengkap. Selama dua hari Jayapura menjadi kota Intel, Polisi, Brimob dan Tentara.

Selain Jayapura, demonstrasi warga Papua juga terjadi di sejumlah wilayah, Kamis (8/7). Di Kabupaten Wamena, Timika, dan Merauke, ribuan warga menggelar unjuk rasa menuntut pemerintah mengembalikan kedaulatan rakyat Papua.

Menurut penanggung jawab aksi di Wamena, Yulianus Hisage, sekitar 1.500 pendemo menduduki kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Wamena. Warga mendesak pemerintah Indonesia mengakui kedaulatan politik bangsa Papua Barat 1 Desember 1961.

“Ratusan warga ini meminta agar kedaulatan rakyat Papua dikembalikan,” kata Hisage, Kamis (8/7).

Sementara itu, Ketua Dewan Adat Merauke, Stanislaus Gebze menuturkan, ribuan warga yang diam di Merauke bergerak dari Tugu Pepera menuju kantor DPRD. Ribuan warga menuntut referendum dan kedaulatan rakyat Papua.

Sementara di Jakarta, ratusan massa yang tergabung dalam Mahasiswa se-Jawa Bali juga menggelar demo serupa. Dikatakan Rossa Moiwend, aktivis Papua, mahasiswa menggelar unjuk rasa di Bundaran HI meminta Otsus dikembalikan pada pemerintah Indonesia dan refrendum bagi Papua. . ***





Selengkapnya...

Sabtu, Juli 03, 2010

----------------------------------------------------------------------------------------
Perjuangan pembebasan nasional Papua Barat bukan perjuangan melawan orang luar Papua (Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Ambon dan lainnya) tetapi perjuangan melawan ketidakadilan dan pengakuan akan KEMANUSIAANNYA MANUSIA PAPUA BARAT DI ATAS TANAH LELUHURNYA.Jadi, Merdeka bagi orang Papua adalah HARFA DIRI BANGSA PAPUA BARAT!