... Menulis tentang apa yang saya saksikan dengan MATA, HATI, dan PIKIRAN ke-MELANESIA-an saya di West Papua sebelum menerima salah satu bagian dari hidup yang mutlak, yakni KEMATIAN...

Minggu, Desember 20, 2009

Ribuan Rakyat Papua Mengantar Kepergian Panglima Kodap III TPN/OPM, Kelly Kwalik

Mgr John Philip Saklil Pr: “Kelly Kwalik Orang Besar”

Ribuan rakyat Papua Barat di Timika menghadiri doa Requiem jenasah Panglima Kodap III TPN/OPM, Kelly Kwalik di Kantor DPRD Mimika, Senin (21/12/2009). Jenazah akan dimakam di sebuah tanah lapang di Timika Indah, Distrik Mimika Baru, Timika, ibu kota Kabupaten Mimika (jantung kota Timika, Papua Barat).

Dalam kotbahnya, Mgr John Philip Saklil Pr mengajak semua orang memaafkan Kelly dan menghargainya sebagai sesosok manusia biasa. Uskup menyebut Kelly sebagai orang besar yang konsisten memperjuangkan idealismenya melawan penindasan, pembodohan, pemiskinan, dan penghancuran umat manusia.

"Hari ini kita melepaskan tokoh besar yang dengan caranya sendiri mempersembahkan hidup bagi tanah Papua. Kualitas hidup Kelly dibuktikan dengan kesetiaannya mempertahankan idealisme dan kecintaannya terhadap tanah Papua," kata Uskup.

Uskup menyatakan segala tindakan hidup Kelly bisa diinterprerasikan dari berbagai sudut pandang. "Akan tetapi Kelly membuktikan perjuangannya melawan ketidakadilan, penindasan, perampasan hak dengan dalih kepentingan bangsa, melawan pemiskinan dan penghancuran umat manusia," kata Uskup.

Sementara, tokoh pejuang HAM dan peraih penghargaan Yap Thiam Hien, Mama Yosepha Alomang, menyatakan, Kelly Kwalik bukan seorang teroris. Alomang menyatakan, Kelly Kwalik tidak pernah memprovokasi kekerasan yang selama ini terjadi di Papua.
Hal itu disampaikan Mama Yospeha Alomang ketika berorasi di hadapan para pelayat Kelly di Kantor DPRD Kabupaten Mimika. "Kelly Kwalik bukan teroris, Kelly Kwalik bukan penjahat. Kelly Kwalik bukan provokator," kata Mama Yosepha, sapaan keseharian Alomang.

Sekedar diketahui, di belakang peti jenazah Kelly yang berselubung bendera Bintang Kejora itu, terbentang spanduk bertuliskan, "Amerika, Belanda, dan PBB segera Datang untuk Selesaikan Status Politik Bangsa Papua untuk Menentukan Nasib Sendiri."***




Selengkapnya...

In Memoriam Panglima Makodam III TPN/OPM, Kelly Kwalik


       *“… Arnold Ap, Dr. Thom Wanggai, Theys Hiyo Eluay, semua pejuang Papua Barat yang telah mati dibunuh di tanah ini, dan sekarang Kelly Kwalik, kalian menyaksikan dari Surga bersama Sang Bintang Kejora, Yesus Kristus (Sang Penyelamat Manusia) betapa kami (orang Papua Barat) mengalami kehilanan demi kehilangan. Kami sakit, kami meneteskan air mata darah di atas tanah kami yang diberikan Allah untuk hidup bebas.

       Kalian (para Pahlawan kami Papua Barat) sedang menyaksikan, kami gelisah berjuang dalam duka yang mendalam. Kami duka di tengah gempuran ini. Kami menangis di tengah badai ini. Kami terus tumbuh danberkembang untuk kami dan dunia ini. Kami akan terus maju untuk kemenangan dan kejayaan kami di tanah ini. Kami tidak akan pernah kenal kalah untuk sebuah nama Papua Barat. Kami melangkah untuk janji Bintang Kejora itu. Kami akan katakana kepada dunia tentang kebenaran kami dan dunia.
      Kelly, kepergianmu adalah kelahiran ‘baru’ kami. Kesaksianmu di atas sana adalah api-api yang sedang terus akan kami nyalakan di sudut-sudut penggempuran ini. Senyum dbersama Sang Bintang Kejora adalah perjuangan kebenaran kami di atas tanah ini. Kelly, terima kasih, engkau telah merintis perlawanan kebenaran ini. Engkau mati karenakebenaran bintang itu, tetapi keyakinan kami adalah bintang itu segera tampak untuk dunia. Bintang untuk dunia, bintang untuk keselamatan kami dan dunia. Bintang Kejora.
    Kelly, jiwamu besar. Jiwamu tak kenal lelah. Jiwamu konsisten dengan jalan ini. Jiwamu seperti gunungmu yang kau bela. Jiwamu terus akan tumbuh, kau saksikan. Jiwamu akan terus bersemi, kau senyum. Jiwamu akan jaya di tanah ini, terima atas semua ini. TUHAN, AMPUNI KELLY. TUHAN, KAMI AKAN TERUS BERADA DI JALAN INI, JIKA ENGKAU MAU DAN INI BENAR, AMPUNI KAMI, AMPUNI MEREKA. *

Selengkapnya...

Sabtu, Desember 19, 2009

Jenazah Kelly Masih Disemayamkan di DPRD Timika, Menunggu Tanggapan Internasional

Rakyat Papua Barat Minta Amerika, PBB, dan Belanda Segera Selesaikan Status Politik Papua Barat

Hingga siang ini (Minggu, 20/12), jenazah Panglima Kodap III Tentara Pembebasan Nasional/Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM) Papua Barat, Kelly Kwalik. masih disemayamkan di halaman gedung Dewan Perwakilan Rakyat Timika, Papua dengan dibungkus bendera Bintang Kejora.

Rakyat Papua Barat meminta Amerika, PBB, dan Belanda segera datang ke Papua Barat (Timika) dan menyelesaikan status politik Papua Barat. “Kami akan bertahan di sini (DPRD Timika) sampai Amerika, PBB, dan Belanda datang melihat pemimpin besar rakyat Papua Barat yang ditembak Timsus Anti Terror Pilisi Indonesia. Kami tidak akan mengubur sebelum penyelesaian status politik Papua Barat. Kami tidak mau pemimpin kami terus dibunuh,” Kata Anton di Timika.

Beberapa aktivis HAM di Papua mengatakan, Timsus 88 dibiayai oleh Amerika dan Negara-negara Eropa untuk membasmi terorisme di Jawa, Indonesia. Di Papua Barat tidak ada teroris. Kelly adalah pemimpin politik perjuangan pengakuan kedautan bangsa Papua yang telah merdeka pada tanggal 1 Desember 1961. “Dunia harus melihat soal secara bijaksana,” katanya.

“Indonesia terus membunuh pemimpin-pemimpin kami (Papua Barat:red) yang memperjuangkan nasih kami. Dulu Indonesia membunuh Arnold Ap, kemudian, Dr. Thom Wanggai, kemudian Theys Hiyo Eluay, dan pemimpin-pemimpin kami. Indonesia juga terus memenjarakan semua pemimpin kami misalnya Philip Karma, dan lainnya. Kami minta dunia harus buka mata dengan scenario genosida Indonesia ini,” kata Agus Wetipo di Timika.

Beberapa aktivis Papua Barat di Jayapura mengatakan, pembunuhan terhadap Kelly Kwalik ini mengalahi aturan. “Mereka langsung tembak mati. Polisi Indonesia mengatakan ada perwalanan itu omong kosong. Kalau ada perlawanan, mengapa tidak ada bukti tembakan. Soalnya, Kelly selalu membawa senjata dengan amunisi siap tembak. Penembakan ini tidak sesuai aturan penembakan kasus politik,” kata Moses di Jayapura.

Berbagai pihak di Papua Barat menolak pernyataan Kepolisian Indonesia yang melarang menaikan Bendara Bintang Kejora pada saat pemakaman nanti. “Kelly Kwalik mati dalam arena perjuangan Papua Barat. Jadi, kami menolak larangan Piolisi Indonesia menaikan bendera Bintang Kejora saat pemakaman. Bintang Kejora adalah bendera Negara Papua dan tetap akan dikibarkan dalam prosesi pemakaman. Dia (Kelly) adalah militer Papua Barat maka, pemakaman harus dilakukan secara militer dengan menaikan bendara Papua Barat, Bintang Kejora,” kata Simon dan kawan-kawannya di Jayapura dan Timika.

Selengkapnya...

Selamat jalan, Kelly: Ajakan Prosesi Penguburan di Seluruh Papua dan Dimana Saja

Oleh Octovianus Mote*)

Kelly, kita belum perna saling kenal, walau kita berkali-kali saling kontak.

Engkau menyaksikan dari Surga betapa rasa kehilanganku sejak aku diberitahukan bahwa Pasukan kolonial yang bengis itu membanjiri tubuhmu dengan sejumlah peluruh. Bukan saja dipaha sebagaimana pengakuan Komandan Polisi Papua yang terkenal akan kebengisannya itu tetapi lebih dari 8 lubang mengaga di sekujur tubuhmu. Saatnya, engkaupun akan menyaksikan bagaimana pasukan kolonial yang bersepakat menghabiskan nyawamu dimintai pertanggungjawabann ya oleh Allah Bapak kita di Surga.

Kata-kata penghiburan dari mereka yang mengenal kedekatan kita belum lagi menenangkan kegundaan hatiku. Dari kejauhan seorang ibu berkata: "Anakku, habiskanlah beberapa hari dirumah, tidak usah keluar kerja dan hentikan aktivitas lainnya, berkabunglah atas keperginaanya. .. lain lagi tegur sapa temanku seorang mahasiswa Indonesia yang belajar di Amerika. "ipar, sarankan rakyat agar saat penguburan seluruh bangsa papua mengatarnya ketempat peristrahatan yang terakhir. nyalahkanlah lilin perdamaian, tidak usah aksi kekerasaan yang lain namun tunjukkanlah kepada dunia, bahwa ia memang seorang Pejuang yang sangat Luar biasa".. Jangan lupa ipar, kelly itu orang besar jadi usahakan agar seluruh rakyat papua di berbagai kota perlu antar perjalanannya dengan damai".

betul ipar, dia memang pemimpin bangsa kami. seorang pemimpin yang tidak mencari nama diri sendiri, apalagi harta ataupun jabatan. Dia sadar akan panggilannya yakni sebagai Panglima Tentara Pembebasan Nasional, Organisasi Papua Merdeka. Sekalipun ia seorang tentara sejati, yakni perang sebagai jalan menuju kemerdekaan, kelly pun mendukung dialog kalau hal itu bisa memerdekakan bangsa papua. engkau tidak menikmati susu dan keju, emas dan berlian dari kekayaan alam kampung halamanmu. Engkau menolak tawaranku untuk serahkan senjata kepada penggantimu, serahkan diri dan menikmati hari tuamu.

Seminggu sebelum engkau pergi untuk selamanya, sebagaimana biasa, engkau menceritakan rencanamu. sebagaimana biasa, saya ingatkan agar hati-hati dengan jebakan kolonial Indonsia yang perilakunya menunjukkan akan eksistensi mereka sebagai keturunan ular beludak. dengan kepala mereka bicara mempergunakan kata-kata yang halus dan sikap yang sangat ramai sebagai teman tetapi dengan ekor mereka menyerang dengan gigitan yang mematikan. sebagaimana biasa, engkau tidak menghiraukan kekhawatiranku dengan berkata: "saya akan lakukan semua ini hanya untuk Papua Merdeka, lain tidak". Mote ingat hanya untuk Papua Merdeka, demikian engkau menegaskan seakan saya tidak mendengarmu.

Kata-katamu itu terus menggemah ditelingaku. Engkau katakan : "Saya tidak akan membunuh orang, cuma mau menaikkan bendera Bintang Kejora secara damai. Saya sudah bicara dengan penjaga keamanan, polisi dan orang putih yang sekarang menjadi tentara bayaran yang jaga Freeport. Mote, mereka janji akan melindungi aksi damai yang saya akan lakukan. orang-orang putih itu bahkan berjanji hendak perang lawan tentara Indonesia". mendengar itu, saya gelisah dan menghubungi berbagai teman di dalam dan luar negeri. cari jalan untuk ingatkan bahwa itu jebakan, tetapi juga berusaha mengecek komplotan pasukan asing dan polisi serta tentara dan mungkin juga saudara kita sendiri yang menjebakmu ke kandang pembantaian. mendengar kegelisahaan itu, Kaka John Otto Ondowame dari Asutralia pun berjanji, adik saya juga akan telpon kedalam....

Terlambat... .. Sekarang tidak mungkin lagi aku mendengar suaramu melalui telepon internasional. kini, kita tidak bisa lagi bercanda saat membicarakan sejumlah anak negeri Papua yang mengaku diri pejuang tetapi berhamba kepada kolonial. saya kagum akan sikapmu yang tidak perna menghina keputusan mereka, termasuk yang menghianati dirimu kecuali berkata mereka juga anak adat. Lebih dari 40 tahun, engkau bertahan di hutan menuju tanah terjanji hanya dengan bermodalkan anak panah. kebesaran namamu yang sudah kudengar sejak saya duduk di bangku SMP Santo Paulus Abepura (1977), akan tetap terpatri dalam sanuhbariku. Kegagahanmu dalam menjawab 42 pertanyaan tertulis kami, wartawan Kompas (1996) saat engkau menyandera Tim Ekspedisi Internasional yang menggemparkan dunia itu akan selalu ku ingat. kemarahan dan caci makimu ditelpon menyaksikan pejuang sipil di perkotaan dan di forum internasional akan ku kenang tatkalah mendengarkan kaset rekaman yang engkau
kirim saat saya mencoba melakukan rekonsiliasi antara pemimpin orang Papua di Belanda pada awal tahun 2000.

Pasukan kolonial dari kesatuan Brimob Anti Terror yang dibiayai Amerika dan Australia mampu membinasakan tubuhmu. Komplotan Amerika-Australia dan Indonesia itu memang mampu mempergunakan uang hasil rampasan dari emas, tembaga dan aneka logam lainnya yang dicuri dari tanah kelahiranmu, Amungsa melalui PT Freeport Indonesia. Tetapi mereka tidak akan mampu membunuh jiwa perjuanganmu yang akan terus berkobar melalui anak-anak negeri lainnya. Ibarat Kristus, pasukan kolonial Romawi menghabiskan nyawanya sambil ketawa, penguasa Yahudi yang merasa terancam merasa aman karena mengira mampu membunuh ajarannya.

Sayang yang terjadi adalah sebaliknya. Sebagaimana Yesus yang tidak berdaya menghadapi algojo-algojo itu dan menerima siksaan itu dengan sabar. Ia terima semua itu sebagai bagian dari pemenuhan rencana Tuhan dalam menyelamatkan anda, saya dan kita semua. Ajarannya tidak hilang melainkan berkembang secara luar biasa bukan lagi sebatas kekuasaan kolonial romawi apalagi tanahh Israel, tetapi keseluruh dunia. Engkaupun hadi algojo Indonesia dengan gagah perkasa, hanya didampingi seorang ibu dan anak kecil serta tiga orang lainnya yang tidak bersenjata. Pasukan itu tidak hendak menangkapmu, sebagaimana diobral Komandan Polisi Papua, tetapi mereka sudah menunggu untuk membunuhmu. Yang mereka lupa adalah cita-cita dan perjuanganmu tidak bisa mereka hentikan sebatas nafas hidupmu melainkan akan terwujud dan Papua akan MERDEKA.

Mereka, pasukan kolonial Indonesia dan asing serta pendukungnya sepakat untuk menjadikan dirimu sebagai kambing hitam atas berbagai kejahatan yang terjadi di Timika dalam berbagai aksi kekerasan yang menewaskan orang-orang sipil tidak berdosa. Tetapi mereka lupa, bahwa kebenaran tidak bisa ditutupi, keadilan akan terwujud. Mereka tidak akan mampu menghapus keserakahan dalam memperebutkan aliran duit dari Freeport dan akan terus merenggut nyawa-nyawa tidak berdosa lainnya. akan tibah saatnya bagi si algojo-algojo itu untuk sadar bahwa kelly bukan kambing hitam, melainkan seorang Panglima Papua Merdeka yang memperjuangkan hak dan nasib bangsanya secara jujur dengan mengutamakan cara damai yakni sekedar mengibarkan Bintang Kejora menanti pengakuan internasional.

Kelly, selamat jalan. Kini tidak ada lagi yang bisa menghalangi dirimu mengibarkan Bintang Kejora didepan sang Bintang Kejora yakni Yesus Kristus.

Kepada Bangsa Papua dimanapun anda berada, marilah kita mengantar Pahlawan kita ke tempat istrahatnya dengan TURUN JALAN, NYALAHKAN LILIN PERDAMAIAN DISELURUH PAPUA. LAKUKAN DOA DI BERBAGAI TEMPAT DAN GEREJA. WARTAKAN AKSI DAMAI DITEMPAT ANDA MASING-MASING. MARI KITA TUNJUKKAN BAHWA BANGSA PAPUA ADALAH BANGSA BESAR YANG TAHU HORMATI PAHLAWANNYA.

*) Hamden, Connecticut, Amerika Serikat, 19 Desember 2009.
Selengkapnya...

PERNYATAAN KETUA DEWAN MILITER TERKAIT KABAR MENINGGALNYA JENDERAL KELLY KWALIK


Menyimak situasi yang semakin berkembang di tanah Papua terkait beberapa pernyataan di berbagai media masa maupun media elektronik terkait tewasnya Jenderal Kelly Kwalik, Pimpinan TPN di Kodap III, maka harus ada langkah yang diambil, diantaranya memupuk persatuan dan kesatuan rakyat Papua, agar apa yang menjadi harapan kita bersama, dimana melihat Papua yang bebas dari segala penjajahan dapat segera terwujud.

Dengan demikian, kami dari TPN/OPM Devisi II Makodam Pemka IV Paniai mengeluarkan beberapa point pernyataan untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan segenap komponen rakyat Papua, dimana harus dapat menyelesaikan segala persoalan yang dapat terjadi di tanah Papua secara bermartabat. Karena perlu kita ketahui, bahwa jika kita tidak segera bertindak, maka harapan sebuah kebebasan itu akan sirna.

Beberapa point pernyataan serta himbauan yang TPN/OPM Devisi II Makodam Pemka IV Paniai yang juga diberikan tanggung jawab sebagai pimpinan dewan Militer di Papua melalui Jenderal Thadius Yogi keluarkan adalah sebagai berikut;

1. Jenderal Kelly Kwalik yang beroperasi di Kodap III Timika dan sekitarnya bukan seorang teroris seperti kaprah yang di berikan pemerintah dan Militer Indonesia, namun beliau adalah pahlawan kebenaran yang berjuang untuk keselamatan rakyat Papua dari segala macam penjajahan di bumi Papua.

2. Kalau memang benar Jend Kelly Kwalik telah meninggal akibat hantaman peluru densus 88, segera ganti kepala beliau dengan sebuah kemerdekaan. Karena beliau meninggal bukan saat sedang melakukan perlawanan atau keributan, melainkan sedang beristrahat. Dan ini yang harus menjadi perhatian serius dari Militer Indonesia dan NKRI.

3. PT Freeport Indonesia yang telah beroperasi sekian lama di bumi Papua segera keluar dari tanah Papua, karena selama ini mereka yang jadi dalang konflik di Papua. Salah satunya rekayasa yang dilakukan oleh penjaga-penjaga modal Amerika (kapitalis) untuk menuduh beberapa orang Papua, salah satunya Jenderal Kelly Kwalik dan anak buahnya di daerah Amungsa yang selalu menjadi sasarah penuduhan.

4. Atas kabar meninggalnya Jenderal Kelly Kwalik, kami minta Negara Indonesia, PBB serta beberapa Negara terkait yang ada untuk tanggung jawab penuh, di antaranya ganti kepala beliau yang telah meninggal.

5. Komponen-komponen, fraksi-fraksi serta organisasi-organisasi yang ada di luar negeri maupun dalam negeri segera rapatkan barisan, bulatkan tekad, serta satukan persepsi untuk sebuah tujuan mulia. Jangan mengurusi kepentingan pribadi sendiri, tetapi mari kita bersama-sama memikirkan nasib rakyat Papua Barat yang telah lama dijajah oleh NKRI.


Demikian beberapa point pernyataan kami dari Ketua Dewan Militer keluarkan, harap ini menjadi perhatian serius kita bersama. Sudah saatnya kita mengakhir segela penderitaan ini. MERDEKA ADALAH HARGA MATI!!!!

 Jenderal Thadius Yogi, Merangkap Ketua Dewan Militer TPN-OPM.


   
Selengkapnya...

Foto: Kellly Kwalik Itu yang Mana?




   
Selengkapnya...

Jumat, Desember 18, 2009

Polri Belum Pastikan Jenazah Kelly Kwalik, Dinilai Pengalihan Isu Bank Century dan Hadiah Natal untuk Rakyat Papua

Anak 10 Tahun dan Seorang Ibu Hamil Ikut Ditangkap

Kepolisian Negara Republik Indonesia hingga saat ini belum bisa pastikan bahwa yang tembak adalah benar-benar Panglima Makodan III Timika Tentara Pembebasan Nasional/Organisasai Papua Merdeka (TPN/OPM) Papua Barat, Kelly Kwalik.

Sementara, berbagai pihak di Papua Barat masih meragukan berita tewasnya Kelly Kwalik, Rabu (16/12) dini hari di sebuah rumah di RT 2/RW 1, Jalan Freeport Lama Kampung Gorong Gorong, Kelurahan Koprapoka, Distrik Mimika Baru, Timika, Papua Barat.

"Kami tidak percaya bahwa Kelly ditembak tim gabungan Densus 88 Mabes Polri dan Brimobda Papua. Dia tidak mudah dibunuh. Kami pikir ini adalah
upaya negara Indonesia untuk mengalihkan isu Bank Century atau isu lain. Juga, kami duga ada upaya-upaya lain yang memang sedang dilakukan oleh negara," Nus Murib di Timika.

Di sela-sela aksi ratusan massa rakyat pendukung Penglima TPN/OPM Makodan III Mimika Papua Barat itu, Yusak mengatakan, Kelly itu tidak mungkin ke Kampung Gorong Gorong. Katanya, apalgi, penangkapan dilkukan bersamaan dengan Yorni Murip bocah berusia 10, Jep Urip (24), Noni Sanawarme (35) ibu hamil, Martimus Katarame (21), Yosep Kwantik (60). Dia tidak mungkin ke rumah warga. Jadi, ini skenario negara untuk hal tertentu. "Kami dengar juga hingga saat ini Polisi Indonesia belum bisa pastikan," katanya.

Beberapa aktivis di Papua menilai, Detazemen Khusus 88 Mabes Polisi Republik Indonesia dibiayai oleh Amerika dan negara-negara Eropa untuk membasmi
teroris di tanah Jawa Indonesia.

"Loh, malah mereka menyerang warga di Timika tanpa mereka pastikan bahwa ia adalah Kelly Kwalik.Rakyat Papua Barat tidak pernah meneror orang lain. Rakyat Papua hanya menuntut hak politik mereka. Mereka menuntut pengakuan akan kemerdekaan mereka secara de facto pada 1 Desember 1961. Aneh, penangkapan dilakukan dengan seorang ibu hamil dan anak usia 10 tahun. Ia mengatakan, dunia harus buka mata melihat soal ini dengan baik, " katanya.

Sementara, di Sentani Jayapura Ratusan massa melakukan Duka Nasional Papua Barat di Makam Pemimpin Papua Barat Almarhum, Theys Hiyo Eluay. "Pemimpin-pemipin
terus dibunuh. Perjuangan Papua Merdeka tidak pernah berakhir. Kami orang sisa-sisa akan lanjutkan perjuangan ini sampai titik darah penghabisan," demikian kata beberapa aktivis di Jayapura.

"Kami minta kepada dunia untuk melihat persoalan ini secara jernih. Kami (orang Papua:red) tidak pernah menjadi terroris. Kami membela hak kami di atas tanah adat kami.

Kami bukan terroris. Saya juga minta kepada pers Indonesia dan dunia bahwa pemilihan kata dalam menulis berita harus hati-hati. Kelly Kwalik itu bukan teroris, dia seorang pejuang hak-hak dasar rakyat Papua Barat dari Sorong sampai Samarai. Dia adalah pejuang kemerdekaan Papua Barat," Yul di Jayapura.


Dari Makodam IV PTN/OPM Paniai, Thadeus Kimema Magai Yogi mengatakan, dirinya kaget mendengarnya."Saya kaget mendegar informasi ini. Panglima tidak mungkin ke kampung Gorong-gorong. Ia masih ada di hutan belantara. Ini cara negara untuk membunuh fisik dan mental orang Papua. Ini cara negara Indonesia yang tak berperikemanusiaan untuk memberikan hadiah natal bagi rakyat Papua Barat," kata Yogi.


Selengkapnya...

Selasa, Desember 15, 2009

Penembakan di Timika Belum Pasti Kelly Kwalik

Terkait berita pembunuhan Pimpinan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat, Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM), Kelly Kwalik di Timika Papua pada Rabu (16/12/2009) pukul 04.00 WIT yang disiarkan berbagai media nasional Indonesia dan dunia masih simpang siur.

Beberapa sumber di Timika menyebutkan, sejak Rabu pagi ada dua versi kisah penyergapan yang berkembang di masyarakat. Ada yang menyebarkan isu penyergapan dilakukan di wilayah Kali Kopi, sementara informasi lainnya menyebutkan penyergapan dilakukan di gorong-gorong.

Selain itu, identitas korban pada Rabu pagi disebutkan salah satu anggota pasukan tewas tertembak. Tetapi infomasi lainnya mengatakan seorang warga Papua, yang kemudian diinformasikan oleh Kabid Humas Polda Papua sebagai tokoh Kelly Kwalik.

Menurut seorang perawat di Klinik Kuala Kencana, jenasah sudah dimasukkan ke dalam peti mati, dan tidak seorang pun tahu siapa jenasah di dalamnya.

Dia mengatakan, saat ini petugas sedang melakukan pengecekan DNA jenazah yang diduga sebagai pimpinan TPN/OPM wilayah Timika itu. Pemeriksaan dilakukan di RS Kuala Kencana, Mimika, Papua.

Beberapa sumber di Timika mengatakan, hingga Rabu siang, belum diketahui pasti siapa jenasah yang sudah dimasukkan ke dalam peti mati. Di Klinik Kuala Kencana, menurut rencana, jenasah tokoh yang masih belum jelas identitasnyanya ini akan dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Mimika untuk diotopsi.

Sementara sumber lain menyebutkan, Kelly Kwalik adalah pimpinan TPN/OPM yang tidak mudah dibunuh. “Kami heran kalau dibunuh. Dia itu bias hilang-hilang tiba-tiba juga kok. Kami saja belum pernah ketemu. Kami tidak percaya bahwa ia ditembak, ” kata beberapa warga Timika. ***


Selengkapnya...

Jumat, Desember 11, 2009

Menyusul Desakan Dialog Kongresman AS, Aksi Milisi Merah Putih Resahkan Warga Papua

Menyusul desakan Kongresman Amerika Serikat (AS) kepada Presiden Indonesia tanggal 7 November 2009 dan upaya-upaya dialog pemerintah Republik Indonesia dan Rakyat Papua Barat yang dilakukan banyak pihak perekrutan milisi, pembenahan, dan pembentukan berbagai organisasi Milisi Gerakan Merah Putih di seluruh Tanah Papua meresahkan warga.

Beberapa warga di Fakfak mengatakan, Posko Satgas Merah Putih di Desa
Wagom yang terletak didalam kota Fakfak melakukan perekrutan anak-anak Papua dengan bayaran yang besar. “Anak-anak muda Papua yang direkrut itu diberikan uang dalam nilai yang tinggi. Mereka terus Dewan Adat Papua (DAP) wilayah Fakfak dan berbagai aktivitas mahasiswa,” katanya.

Marten, salah satu aktivis Papua mengatakan, banyak warga Papua mengeluh dengan aktivitas mereka. Aktivitas milisi ini didukung penuh oleh aparat Polisi dan TNI dengan dana yang besar. Dana milisi ini diberikan langsung oleh Negara (Indonesia:red).

Sementara, dari Timika dilaporkan bahwa Milisi Merah-Putih dipimpin mantan Bupati Mimika. Anton mengatakan, milisi yang dibentuk di Timika namanya Milisi Besi Merah Putih. “Milisi di Timika ini sama dengan milisi yang pernah dibentuk di Timor Lorosae.

“Kami baru saja mendapat laporang bahwa milisi Besi Merah Putih ini didukung pasukan ABRI di Timika, “ kata Anton.

Beberapa aktivis LSM/NGO di wilayah Biak mengatakan, pembentukan milisi di Biak dilakukan oleh Timbul Silaen pada saat dia menjabat menjadi Kapolda Papua. “Gerakan ini sudah berjalan lama dan salah satu program mereka adalah melakukan pembunuhan terhadap warga Papua diam-diam. Banyak warga sudah melaporkan kepada polisi tetapi belum ada tanggapan,” katanya Wempi.

“Kami melihat bahwa pembentukan milisi yang disebut "Pasukan Merah Putih," sama seperti pasukan di Timor Timur saat pendudukan Indonesia yang mengadudomba masyarakat setempat. Dan saya katakan kepada forum itu bahwa pemerintah Indonesia, PBB, dan masyarakat Papua harus melanjutkan dialog politik untuk mengatasi kebuntuan dalam menuntaskan berbagai masalah,” katanya.

Sementara, beberapa gereja juga melaporkan bahwa berbagai cara dan operasi, baik yang dilakukan secara tertutup maupun sacara terbuka, saat ini giat dilancarkan oleh berbagai kelompok kepentingan NKRI di Papua. “Belakangan ini untuk menarik simpati atau merekrut orang Papua menjadi pengikut setia NKRI di Papua dengan berbagai iming-iming uang dan barang. Bahwa mereka yang menjadi milisi difasilitasi dengan rumah dan motor,” katanya.

Warga Papua di Merauke (Mangga Dua, Kelapa Lima, Kuda Mati, Kampung Baru, Kampung Domba, Mopah Lama dan Sayap 1 & 2) saat ini tidak bebas beraktifitas seperti biasanya karena hidup mereka terancam setiap hari. Ancaman tersebut datang dari sebuah kelompok milisi piaraan Kepolisian Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia (Polri-TNI). Mereka tidak segan-segan membacok siapa saja tanpa alasan yang jelas. Demikian kata beberapa mahasiswa Papua mengatakan hal itu dalam sebuah jumpa pers di Jayapura belum lama ini.

“Kelompok ini bergerak dengan leluasa, diberi makan, dilindungi dan diberi fasilitas komunikasi berupa telepon seluler (HP) dan sarana serta jalur transportasi oleh Polri-TNI. Sejak meningkatkan aksi-aksi kriminal mereka pada pertengahan tahun 2007 lalu sampai saat ini, kelompok ini tidak pernah tertangkap. Belum jelas apa motif sesungguhnya dibalik kejahatan ini, “ kata Mabel dalam jumpa per situ.

Informasi itu menyebutkan, setidaknya sudah 10 orang yang menjadi korban kebuasan mereka. Beberapa perempuan diperkosa dan dibunuh, ada juga yang dianiaya sampai cacat permanen karena berusaha meloloskan diri dari upaya pemerkosaan. Ada juga laki-laki yang dibacok sehingga mengalami cacat permanen. Mereka yang kena bacok biasanya menjalani perawatan di RSUD Merauke dengan tebusan biaya yang tidak sedikit.

Dari Jayapura dilaporkan, kelompok Milisi Merah Putih di Pimpinan Salogo Walilo bertemu dengan Panglima. “Pernyataan mereka adalah “kami tetap pertahankan NKRI sampai titik darah Penghabisan”. Dikatakan, pertemuan itu adalah pertemuan kedua dengan dengan Panglima yang dipimpin oleh Salogo Walilo, Kuluwit Huby, Herman DogaYokoye Logo. .

Dari Wamena dilaporkan juga bahwa kelompok baru saja (bulan Desember:red) melakukan pertemuan dengan pemuda Papua dan pemuda pendatang di Kantor Golkar Wamena. Katanya, ini adalah pertemuan kedua secara resmi setelah pertemuan pertama pada 2 Januari 2009. Katanya, markas milisi terletak di Menara Perang Suku dulu ( Libarek) Desa Mulima Kec. Kurulu Kab. Jayawijaya.

Dikatakan, pertemuan kedua ini dihadiri oleh semua Kepala Suku Pegunungan Tengah, yaitu Salogo Walilo ( kordinator Milisi Merah Putih), Dauke Mabel, Marius Marian, Yakoye Logo, Amandus Mabel, Kuluwit Huby, Nikilik Huby, Herman Doga, Naligi Kurisi, dan Lukas Itlay. “Kepala-kepala suku ini dibentuk oleh pemerintah atas intervensi TNI/Polri. Mereka tidak diakui oleh rakyat,” katanya.

Beberapa pekerja HAM di Nabire melaporkan juga bahwa baru saja dibentuk sebuah organisasi milisi yang difasilitasi oleh militer. “Mereka bentuk sebuah organisasi yang berbadan hokum dengan melibatkan pejabat hingga kepala kampong. Visi mereka yang tertuang dalam badan hokum adalah untuk mempertahankan Pancasila dan UUD 45 di tanah Papua.

Katanya, organisasi itu berkantor resmi di wilayah Kalisusu Nabire. “Anak-anak yang direkrut adalah kebih banyak anak-anak tentara dan polisi asli Papua. Moto mereka adalah kebenaran bisa disalahkan tetapi tidak dapat dikalahkan,“katanya.***

Selengkapnya...

Rabu, Desember 09, 2009

Pastor Asal Papua Raih Yap Thiam Hien Award

Pegiat HAM asal Papua, Pastor Yohanes Jonga, meraih Yap Thiam Hien Award. Kiprahnya dalam memperjuangkan HAM di ujung Timur Indonesia dinilai mampu memberdayakan masyarakat di sana.

"Dia berhak menerima karena dia adalah seorang aktivis HAM yang memperjuangkan HAM di Papua. Bahkan dia diancam mau dibunuh dan dikubur hidup-hidup, " kata salah seorang anggota dewan juri, Todung Mulya Lubis di Gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Senin (7/12/2009).

Bahkan karena kegigihannya memberdayakan warga di sana, dia sempat mendapat julukan tidak sedap. "Disangka pastur OPM dan dicap pastur perempuan karena memberdayakan perempuan, tetapi dia tetap memperjuangan HAM," jelas Todung.

Tambah lagi, tentunya perjuangan di medan Papua bisa dikatakan berat. "Di negeri Papua yang defisit kebebasan pendidikan dan banyak perempuan tidak berdaya," imbuhnya.

Penghargaan Yap Thiam Hien Award ini diberikan setiap tahunnya kepada para pejuang HAM. Penghargaan ini diberikan untuk mengenang aktivis HAM Yap Thiam Hien, yang gigih memperjuangkan HAM khususnya di Indonesia.

Juri untuk penghargaan Yap Thiam Hien kali ini adalah Prof Harkristuti Harkrisnowo, Maria Hartiningsih, Ifdal Kasim, Rahlan Nasidik, dan Todung Mulya Lubis. Penghargaan akan diserahkan pada Kamis 10 Desember di Hotel Borobudur menyambut hari HAM Internasional.

Selain itu juga diberikan pengharagaan life time achievement award kepada Fauzi Abdullah, seorang aktivis yang membaktikan dirinya dalam membela hak-hak buruh sejak tahun 80-an.

Sumber:Hery Winarno - detikNews
Selengkapnya...

Sekjen PBB: Tidak Ada Negara Bebas dari Diskriminasi

Isu nondiskriminasi menjadi tema global peringatan Hari HAM Sedunia. Sekjen PBB Ban Ki Moon menyatakan seluruh negara di dunia belum bebas dari praktek diskriminasi.

"Tidak ada negara yang bebas dari diskriminasi. Kita menyaksikan diskriminasi di mana-mana," kata Ban Ki-Moon seperti disampaikan perwakilan PBB untuk Indonesia, Peter Van Rooij.

Hal itu disampaikan Peter saat memberikan sambutan dalam acara peringatan Hari HAM sedunia di Graha Pengayoman, Depkum HAM, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (10/12/2009).

Peter menjelaskan, Sekjen PBB Ban Ki-Moon berpesan bahwa diskriminasi bisa muncul dalam banyak bentuk. Dengan wajah baru, tersembunyi dan terang-terangan, di sektor publik maupun privat.

"Diskriminasi bisa muncul sebagai rasisme terlembaga, sebagai perang etnis, sebagai rangkaian intoleransi dan penolakan, atau sebagai sejarah nasional versi resmi yang menyangkal identitas orang lain," tuturnya.

Diskriminasi juga menerpa individu dan kelompok yang rentan terhadapnya. Seperti kaum cacat, kaum perempuan dewasa, anak-anak, kaum miskin, para migran kaum minoritas dan semua orang yang dianggap berbeda.

"Orang-orang ini rentan dan seringkali dipinggirkan untuk turut serta dalam kehidupan ekonomi, politik, budaya dan sosial masyarakat mereka," terangnya.

PBB mengajak agar seluruh masyarakat dunia bertekad melindungi hak semua orang, terutama orang-orang yang paling rentan.

"Masyarakat hak asasi internasional terus melawan bias dan kebencian. Kesadaran masyarakat telah menghantarkan kepada pelbagai perjanjian global yang menawarkan perlindungan hukum dari diskriminasi dan perlakuan yang tidak sama," tandasnya.

Sumber: http://www.detiknew s.com/read/ 2009/12/10/ 114345/1257693/ 10/sekjen- pbb-tidak- ada-negara- bebas-dari- diskriminasi? 991102605

Selengkapnya...

Digelar Aksi Mengenang Pelanggaran HAM Papua

Sekitar 200 mahasiswa dan aktivis Papua, Senin (7/12), menggelar demonstrasi untuk mengenang pelanggaran HAM di Papua yang tak kunjung terselesaikan. Mereka menuntut Pemerintah serius menangani ketidakadilan yang dialami orang Papua.

Mereka tergabung dalam Solidaritas Korban Pelanggaran HAM Papua melakukan aksi dalam rangka 9 tahun ABEPURA BERDARAH. Dalam pernyataannya, peristiwa itu mengakibatkan 105 orang Papua terluka, tiga mahasiswa meninggal, dan tujuh meninggal saat dalam tahanan.

Meskipun kasus ini telah disidangkan di Makassar, namun pada 8-9 November 2005, para tersangka (Komandan Brimob Johny Wainal Usman dan Kepala Polresta Jayapura Daud Sihombing) telah dilepaskan. "Negara tidak hanya melepaskan kedua orang yang paling bertanggung- jawab ini, tetapi juga memberikan impunitas dan kenaikan pangkat," ujar seorang orator.

Dalam orasinya, mereka juga menggugat penyelesaian Kasus Bia Berdarah (1998), Wasior Berdarah (13 Juni 2001), Wamena Berdarah (6 Oktober 2000 dan 4 April 2003), Pembunuhan Theys Eluay dan penghilangan Aristoteles Masoka (10 November 2001), serta Kasus Uncen Berdarah (16 Maret 2006).

Massa berdemo dan berpawai dari Museum Uncen dan menuju Lingkaran Abepura serta berorasi di depan Toko Sumber Makmur.

Sumber: KOMPAS.com

Selengkapnya...

Berbagai Elemen Mengecam Pernyataan Mendagri RI

Rakyat Papua Barat di berbagai wilayah mengecam pernyataan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia yang disampaikan melalui Dirjen Kesbangpol RI, Drs A Tanribali Lamo SH bahwa “Tuntutan Papua Merdeka atau terlepas dari bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia hanyalah alasan klasik yang sengaja dibesar-besarkan, sebab masalah utama di Papua adalah kesejahteraan.

Pernyataan Mendagri itu disampaikan Dirjen Kesbangpol RI, Drs A Tanribali Lamo SH seusai memberikan materi pada Dialog Nasional Pemuda Papua di GOR Cenderawasih Jayapura, Kamis (3/12) lalu.

“Rakyat Papua berjuang bukan soal makan dan minum seperti yang dituding Mendagri karena kebakaran jengkot. Kami membangun nasionalisme Papua Barat bertahun-tahun. Mungkin dia (Mengadgri) tidak tahu bahwa tahun kami merayakan ulang tahun Papua Barat uang ke-48. Bagi kami rakyat Papua, 48 tahun adalah waktu cukup lama untuk membangun nasionalisme Papua Barat di tengah badai penjajahan yang mahadasyat,” kata salah satu aktivis yang tidak mau namanya disebutkan di Jayapura.

Ketika dimintai pendapat, salah satu pejabat di pemerintah Provinsi Papua mengatakan, pernyataan itu tidak berdasar. Menurutnya, merdeka dan minta kesejahteraan itu dua hal yang berbeda. Dia mengatakan, yang satu soal idealism dan yang lain soal makan dan minum.

“Rakyat Papua Barat itu sudah merdeka pada tanggal 1 Desember 1961 secara de facto. Rakyat Papua hanya minta pengakuan de jure internasional. Dia mesti tahu bahwa, soal idealism merdeka itu sudah menjadi darah daging rakyat Papua Barat. Mungkin akan berakhir kalau mereka bunuh habis semua,” kata pejabat itu.

Beberapa mahasiswa Papua di Jakarta mengatakan, Dialog Nasional Pemuda Papua di GOR Cenderawasih Jayapura itu adalah skenario Negara untuk menghalangi upaya-upaya dialog Papua-Jakarta yang didorong. “Dia (Mendagri) kebakaran jengkot dengan desakan-desakan dari luar maka dia bilang Papua mau merdeka karena makan. Bicara makan, Indonesia justru cari makan di Papua. Kami tidak minta makan, kami minta status politik kami yang dicablok Indonesia,” katanya tegas.

Beberapa aktivis perempuan usai Dialog Nasional Pemuda Papua di GOR Cenderawasih Jayapura mengatakan, dialog pemuda Papua adalah upaya Negara untuk membentuk milisi di Papua. Katanya, diberbagai daerah di Papua telah dibentuk milisi dengan nama organisasi yang berbeda. “Negara sedang kondisikan seperti Timor Leste. Nanti Papua makan-Papua. Mereka akan ciptakan konflik horizontal antara orang Papua dengan orang Papua dan juga dengan pendatang. Lalu, mereka akan bilang ini konflik kesejahteraan. Ini strategi Negara. Kita harus buka mata dan lihat ini,” kata perempuan itu.

Beberapa aktivis Papua di di Makassar mengatakan, orang Papua mau merdeka karena ada dasar. Menurutnya, dasar-dasar orang Papua ingin memiliki negara sendiri yang merdeka dan berdaulat di luar penjajahan manapun, yaitu hak, budaya, latarbelakang sejarah, dan realitas sekarang. Jadi, Mendagri harus belajar dulu ka,” katanya.

Selengkapnya...

Kamis, Desember 03, 2009

Berita Foto Perayaan HUT ke-48 Papua Barat di Sydney

Rakyat Papua Barat yang ada di negeri Sydney merayakan HUT ke-48 Papua Barat, (1/12). Dari Sydney John Ondawame melaporkan, the Marvcik Dewan dan Dewan Leichhardt mengangkat Bintang Fajar companied oleh Pemimpin WPNCL di Sydney. Kejadian tersebut menunjukkan dukungan kuat mereka untuk aspirasi kemerdekaan rakyat Papua Barat. Kami menyatakan terima kasih kami yang tulus dan penghargaan kepada semua anggota dewan dan AWPA Sydney untuk kontribusi mereka terhadap peristiwa penting ini.

Selengkapnya...

Rayakan Papua Merdeka 20 Orang Ditangkap

Meskipun Kepolisian Resor Kota (Polresta) Jayapura sudah memberlakukan status siaga satu, namun sekitar 1.000 orang tetap berkumpul dan melakukan demontrasi, serta ibadah perayaan syukuran di Aula STT GKI Abepura. Sementara massa yang lain memplokir pintu kampus Uncen Atas, bahkan 500-an orang melakukan unjuk rasa di Jalan Raya Sentani, tepatnya di depan Terminal Expo Waena.

Sempat terjadi insiden kecil, selain terjadi saling adut mulut, juga saling lempar melempar tangan, mengakibatkan massa mengamuk dan melampiaskan emosi itu ke polisi yang sedang berjaga-jaga di pintu masuk Gabupara Ekspo Waena. Bahkan di pintu gerbang gedung Kesenian Jayapura, puluhan massa yang hendak merayakan 1 Desember, akhirnya dibubarkan paksa aparat kepolisian, karena belum mengantongi surat pemberitahuan dari Polda Papua.

Kapolsek Abepura AKP Yavet Karafir yang turun bersama Satu SSK Dalmas Polresta Jayapura ke tempat aksi langsung meminta massa agar segera membubarkan diri selain meminta massa untuk membubarkan diri polisi juga berhasil mengamankan 7 (tujuh) orang yang diduga sebagai provokator pada aksi tersebut.

“Saya meminta kepada saudara-saudara dan adik-adik untuk bubar dari sini karena aksi ini tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu,” tegas Kapolsek yang sempat mendapat perlawanan masa.

Kapolsek yang juga sempat terlibat dialog dengan massa tidak dapat menahan keinginan massa, massa yang hendak melakukan aksi lalu menerobos blokade polisi dan hendak melanjutk aksinya.

“Teman-teman kita keluar dari wilayah hukum Polsek Abepura” teriak salah satu pendemo yang juga sekaligus mengarahkan massa pendemo untuk menuju kediaman alm Theys H Eluay di Sentani Jayapura, guna mengikuti ibadah perayaan 1 Desember.

Selain membubarkan serta mengamankan tujuh orang di Ekspo Waena, polisi juga berhasil menangkap 13 orang pendemo di putaran Toyota Polimak Jayapura, serta mengamankan sejumlah barang bukti, berupa spanduk-spanduk bergambarkan bendera bintang Kejora dan beberapa alat musik tradisional yang digunakan untuk berdemo.

Dari informasi yang dihimpun Bintang Papua, menyebutkan untuk membubarkan kerumunan masa pendemo di putaran Polimak Jayapura, polisi mengeluarkan tembakan senjata api sebanyak 5 kali.

Sementara Presiden Nasional Kongres Internasional (PNKI) Terianus Yoku mengatakan, peringatan hari kemerdekaan itu telah dinyatakan pada 1 Desember 1961. Kemerdekaan ini merupakan hak rakyat Papua yang telah ada sejak pengakuan pemerintahan Belanda
yang menjanjikan kemerdekaan itu.

Kemerdekaan ini, lanjutnya, seharusnya pula menjadi kesadaran bagi bangsa Indonesia.. "Hari ini merupakan hari yang ditunggu-tunggu, karena tak ada sedikit pun pengakuan pemerintah Indonesia kepada bangsa Papua. Jadi hari ini kami menuntut kepada pemerintah Indonesia untuk meninjau kembali keberadaan bangsa Papua di mata internasional, " katanya.

Dia pun menyayangkan sikap aparat keamanan yang selalu mengawasi gerak-gerik rakyat Papua, dengan jelas-jelas mengancam. Mereka juga dalam orasi politiknya meminta pemerintah Indonesia menyadari bahwa Papua ingin lepas dari negara kesatuan Republik Indonesia. Orasi itu disambut yel-yel merdeka dari massa yang duduk di jalanan itu..”Kegiatan 1 Desember, ini tidak ada maksud muatan apapun di dalamnya. Ini hanya merupakan kegiatan spontanitas yang dilakukan serentak oleh rakyat papua,” katanya.

Sementara itu dari Kota Jayapura dilaporkan, aksi demo yang sebelumnya direncanakan di Taman Imbi Jayapura, ternyata diurungkan. Perayaan

Malah ditemukan di Samping Showroom Toyota Polimak, Distrik Jayapura Selatan, Selasa (1/12) sekitar pukul 08.30 WIT. Dari aksi perayaan Papua mederdeka yang dilakukan sekelompok warga itu, 13 orang diamankan polisi, dua diantaranya Napi makar yang melarikan diri dari LP Manokwari sejak 9 Oktober 2009 lalu masing masing, Markus Yenu dan Piter Hiowati.

Saat didapati aparat sekelompok warga tengah me lakukan orasi sambil membentangkan sejumlah spanduk dan pamflet dan lain lain. Karena tidak punya ijin, polisi akhirnya mendesak agar massa membubarkan diri. Namun, massa menolak dengan dalil semua warga negara dapat menyampaikan pendapat secara bebas di tempat terbuka. Sempat menimbulkan aksi keributan antara massa dan aparat. Akhirnya aparat memaksa dan menarik massa segera menaiki kendaraan polisi dan secara perlahan massa digiring menuju Mapolresta Jayapura untuk menjalani pemeriksaan.

Selain itu, aparat polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, masing masing 3 buah Tifa (alat musik tradisional Papua), 2 unit microfon, 1 buah spanduk bergambar Bendera Bintang Kejora pada bagian tengah bawah bertuliskan West Papua Demanos International Mediation for Dialog with Indonesia, 1 lembar spanduk bergambar bendera Bintang Kejora pada bagian ujung kiri/kanan bertuliskan WPNA mendesak bebaskan Tapol/Napol Papua diseluruh penjara Papua.

8 lembar pamflet masing masing bertuliskan RI, PBB, Belanda, Amerika Serikat sudah salah dalam perjanjian News York Agrement, WPNA menolak penambahan pasukan militer Indonesia ke Papua, Kami rakyat Papua minta dialog internasional, bukan dialog nasional, WPNA menolak penambahan Kodam di Ta nah Papua, Melanesia Yes, No Melayu, Merah Putih Daun Bintang Kejora Ko Boleh, Merdeka tuh harga mati, Kami bangsa Papua sudah siap merdeka, I Wanna Free from colonial Haw, SBY jangan tahan orang Papua pu kemerdekaan kembalikan sudah, Pepera 1969 cacat hukum referendum saksi damai, Kembalikan Papua k PBB sesuai dengan resolusi PBB No 2504 butir 2. 1 buah Noken berisi lonceng tangan, korek api gas, 1 buah tas kulit jinjing coklat berisi 2 buku Al Kitab, 2 buku agenda dan 1 buku tabung dan kaca mata, 2 lembar dokumen berisi penolakan pemuda Papua Barat ke West Nugini dari NKRI seruan aksi damai rakyat Papua, 1 unit handycamp, 1 buah tongkat kayu bermotif buaya.

Saat diamankan di ruang tahanan Mapolresta Jayapura, penanggungjawab demo Terianus Yoku yang mengaku dari pemerintahan transisi The WPNA kepada Bintang Papua menegaskan, ia dan rekan rekannya dari WPNA menggelar aksi damai untuk memperingati 48 tahun integrasi di Tanah Papua. Menurutnya, pihaknya sangat memahami aturan hukum dan HAM untuk melakukan kegiatan unjukrasa secara damai tanpa kekerasan. Untuk itu, lanjut Terianus mereka berkewajiban memperingati hari nasional bangsa Papua. “Kami sangat bangga sudah ditangkap polisi, tapi aksi yang dilakukan telah tersebar di seluruh dunia.

Berdasarkan pantauan Bintang Papua, 11 orang pelaku dan 2 Napi pelarian dari LP Manokwari yang terlibat kasus makar mendapat pengawalan khusus dari anggota Brimobda Polda Sulawesi Utara. Dari halaman Mapolresta mereka digiring menuju ruang Reskrim Polresta Jayapura untuk menjalani pemeriksaan secara marathon dari pukul 09.00 WIT hingga 18.00 WIT.

Kapolda Papua Brigjen Polisi Drs Bekto Suprapto MSi yang dikonfirmasi Bintang Papua usai menghadiri Dialog Nasional Pemuda Papua di GOR Cenderawasih, Selasa (1/12) membenarkan pihaknya telah mengamankan 13 orang pelaku kegiatan unjukrasa di Samping Showroom Toyota Polimak di Mapolresta Jayapura. Menurutnya, mereka melanggar hukum karena berunjukrasa tak sesuai UU dan tak memberitahukan kepada aparat polisi serta warga merasa terganggu dengan kegiatan tersebut. Walaupun kegiatan menyampaikan pendapat merupakan hak asasi manusia, tapi mereka harus mendapat perlindungan dan pengawalan dari polisi.

“Mereka diminta bubar tak mau dan atas nama UU akhirnya ditangkap. Ditangkap bukan karena unjukrasa tapi karena mereka disuruh bubar sampai berkali kali tak mau itu diatur dalam pasal 216 dan 218 KUHP,” ujar Kapolda.

Perihal 2 Napi pelarian dari LP Manokwari yang bersama 11 pelaku lainnya yang kini diamankan di Mapolresta Jayapura, Kapolda menuturkan, 2 Napi pelarian dari LP Manokwari masuk dalam 11 orang DPO Polda Papuan akibat kasus makar. 2 Napi ini melarikan diri dari LP Manokwari sejak 9 Oktober lalu. “Ngapain lari dari LP Manokwari lalu beriorasi disini ada apa,” tukas Kapolda. Kapolda tak dapat menyembunyikan kegembiraannya lantaran pada 1 Desember seluruh wilayah Papua dalam keadaan aman dan kondusif tanpa pengibaran bendera Bintang Kejora. Hal ini juga merupakan dukungan dari seluruh elemen masyarakat agar Papua damai dan tenteram. “Kalau Papua aman dan tenteram maka separatisme akan hilang dengan sendirinya,” tutur Kapolda.

Sementara itu, Wakil Direktur Reskrim Polda Papua AKBP Ade Sutiana yang ditanya Bintang Papua saat menggelar pemeriksaan terhadap 13 pelaku unjukrasa menyatakan, penanggungjawab unjukrasa sebelumnya meminta izin menggelar aksi peringatan hari nasional bangsa Papua pada 1 Desember di Ruko depan Kantor Pos Abepura, tapi mereka melakukan kegiatan tersebut di di Samping Showroom Toyota Polimak. Selain itu, tambah Ade Sutiana, dalam izin tersebut juga disertai larangan membawa symbol symbol yang bertentangan dengan negara atau simbol simbol separatis yang melanggar Peraturan Pementah No 77. Menurut Ade Sutiana, pengunjukrasa dikenakan pasal 216 dan 218 KUHP karena tak mengindahkan perintah petugas saat dibubarkan. Sedangkan 2 Napi pelarian dari LP Manokwari melanggar pasal 426 KUHP karena melarikan diri saat menjalankan hukuman di Lembaga Pemasyarakatan dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara. (cr-4/ery/mdc)
-----------------------
Sumber:bintangpapua.com

Selengkapnya...

Selasa, Desember 01, 2009

Rakyat Papua Barat di Berbagai Wilayah Rakyakan HUT ke-48 Papua Barat dengan Doa dan Upacara Bendera

Hari ini, Selasa, 1 Desember 2009, rakyat Papua Barat di berbagai belahan dunia merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-48 Papua Barat (tanggal 1 Desember 1961-2009). Peringatan HUT Papua Barat tahun ini (2009-red) digelar dalam berbagai bentuk acara. Rakyat Papua yang berada di di se-Jawa dan Bali yang tergabung dalam Front Persatuan Perjuangan Rakyat Papua Barat (F-Pepera-PB) misalnya menggelar dalam bentuk upacara bendera.

Koontributor WPToday Indonesia (Jawa dan Bali) melaporkan, perwakilan rakyat Papua di Jawa dan Bali berkumpul di Yogyakarta menggelar upacara bendera. “Tadi pagi kira-kira pukul 05.00 WIB, perwakilan rakyat Papua mengadakan upacara bendera Bintang Kejora dengan aman sampai pada penurunannya dengan penuh hormat,” katanya.

Sementara, dari Numbay (Jayapura) Papua Barat dilaporkan, ratusan rakyat Papua Barat memperingati 1 Desember di daerah Expo Waena, Distrik Heram, Kota Jayapura. Namun, aparat kepolisian yang datang ke lokasi dipimpin Kapolsek Abepura AKP Yafet Karafir, menangkap13 orang. Beberapa orang yang sudah diketahui identitasnya adalah Markus Yenu, Pither H., Ham Yesyan, Agus Ayamiseba, Yustus Raway, Sopater Ayomi, Yanes Fonataba. Sementara empat orang yang ditahan di Polsekta Abepura adalah Simon Soren, Nando, Jek Rotemas, dan Arius Glen.

Hingga berita ini ditulis, dilaporkan bahwa kota Jayapura (taman Imbi) dipadati oleh aparat gabungan TNI/Polri dan terus melepaskan tembakan. Seperti dilaporkan WPToday, salah seorang pendemo menegaskan bahwa mereka akan tetap merayakan hari kemerdekaan orang Papua dan merupakan hari yang sakral.

Banyak pihak menilai, penangkapan warga Papua saat merayakan HUT Papua Barat ini tidak sesuai dengan pernyataan Kapolda Papua Brigadir Jenderal Bekto Soeprapto yang dilangsir Tempo, Senin, 30 November 2009. “Peringatan ibadah syukur pada 1 Desember besok sebagai hari ulang tahun kemerdekaan Papua Barat … tak dilarang pihak kepolisian,” demikian Tempo menulis.

Dari Doa dan Refleksi di Nabire: Pembunuhan Terus Berlanjut, Berjuang Terus Sampai Titik Darah Penghabisan
Kontributor WPToday wilayah Nabire Papua melaporkan, ribuan warga Papua Barat di Nabire merayakan HUT ke-48 Papua dengan refleksi dan doa di taman Peringatan HAM dan Kemerdekaan Papua Barat, Taman Gizi Nabire.

Dilaporkan, Pdt. Esebius Pigai dalam pidato politiknya di Nabire mengatakan, pembunuhan manusia dan kemanusiaan Papua Barat (West Papua) terus berlanjut, berjuang terus sampai titik darah penghabisan, yaitu pengakuan kedaulatan bangsa Papua Barat. Papua Barat secara de facto menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka pada 48 tahun silan (tanggal 1 Desember 1961-2009) kepada dunia.

Saat ini, pada ulang tahun yang ke-48 ini, bangsa Papua kembali dan terus berjuang secara damai untuk merebut kembali kedaulatan yang dirampas dengan paksa oleh Indonesia. Kita berjuang bukan kerena lapar tetapi karena kesadaran nasional Papua Barat yang kita pukuk dan menajam hingga tahun yang ke-48 ini. ”

Dia mengatakan, bangsa Papua (anak-anak muda—pelajar, mahasiswa, pemuda) jangan pernah merasa ingin mundur. “Jangan sekali-sekali berpikir untuk mundur sebelum sampai pada tujuan. Pengakuan kemerdekaan Papua Barat adalah hak kita dan segera kita akan raih. Mari, anak-anak muda Papua kita lanjutkan perjuangan ini sampai titit darah penghabisan,” katanya.

Dalam perayaan itu, Dewan Adat Papua Wilayah Mee Pago, Ruben Edowai mengatakan, orang Papua sebagai sebuah bangsa memunyai pengalaman penjajahan yang sungguh mengerikan. “Kita sebagai bangsa memunyai pengalaman dijajah selama 48 tahun ini sungguh mengerikan. Jutaan orang Papua telah dibunuh oleh Indonesia tidak saja secara fisik tetapi juga fisikan dan moral, serta karakter,” katanya.

Katanya, jutaan orang yang telah dibunuh penjajah (Indonesia) tidak sebanding dengan Otonomi Khusus, pemekaran dan lain tawaran-tawaran lain dari Indonesia. “Jutaan orang mati dibunuh oleh Indonesia karena memperjuangkan pengakuan akan kedaulatan kemerdekaan Papua Barat. Mereka mati demi harga kita sebagai bangsa Melanesia di Fasifik Selatan, yakni Papua Barat. Ingat, mereka mati bukan karena perjuangkan Otonomi atau pemekaran. Bukan juga soal makan dan minum,” katanya.

Dia mengatakan, setiap orang Papua yang pura-pura berjuang Papua Merdeka untuk makan dan minum maka akan mati di makan oleh Mama Tanah Papua. “Jutaan orang Papua yang mati itu menyatu dengan Tanah Papua, maka tanah itu akan makan setiap orang menjadi Yudas (menjual kakak, adik, saudara) demi nasi satu piring,” katanya.

“Saya himbau kepada semua orang Papua yang telah menjadi Barisan Merah Putih kembali dan dasarlah bahwa masa depan anak cucumu dan harga dirimu sebagai bangsa Papua kamu bunuh dengan tindakan itu,” kata Ruben.

Pendeta Daud Auwe, dalam kotbahnya mengatakan, perjuangan pengakuan kedaulatan Papua Barat adalah perjuangan kebenaran. Kebenaran adalah kekuatan Allah untuk keselamatan. Kebenaran menopang kesatuan untuk mencapai tujuan perjuangan kita di dunia saat ini maupun di surga.

“Orang yang menjadi Yudas di negeri ini akan dimakan oleh kebenaran. Banyak orang yang sudah mati dan akan mati. Juga, orang yang jual tanah Papua akan mati dimakan oleh tanah. Jadi, persatuan kita dari gunung, pantai, dan lembah dalam kebenaran Allah akan membawa kita pada suatu kemenangan,” katanya.

Dia juga menghimbau, generasi Papua untuk jangan melupakan sejarah. “Sejarah adalah identitas. Dasar untuk kita berdiri sebagai sebuah bangsa di antara bangsa-bangsa lain di dunia. Anak-anak Papua sekarang perlu belajar kembali sejarah perjuangan Papua Barat, kalau kita tidak belajar sejarah, kita akan kehilangan jati diri sebagai bangsa. Pengalaman kita sebagai bangsa terus akan dijajah oleh bangsa lain,” katanya.

Dari Upacara Makodam Pemka IV Paniai: Kita Harus Rapatkan Barisan untuk Sebuah Kebebasan
Persatuan dan kesatuan sangatlah penting, oleh sebab itu saya himbau kepada seluruh pucuk-pucuk pimpinan TPN/OPM serta orang asli Papua, baik yang ada dalam negeri, maupun di luar negeri untuk segera rapatkan barisan, galang kesatuan, untuk mewujudkan sebuah kebebasan yang telah lama kita cari. Sudah jutaan orang Papua yang meninggal hanya karena mempertahankan kedaulatan kita sebagai sebuah bangsa di muka bumi ini. Sudah saatnya kita bersatu.

Demikian tegaskan Pimpinan Militer pada Devisi II Makodam Pemka IV Paniai, Jenderal Thadius Jhoni Kimema Jopari Magai Yogi, Pimpinan Militer pada Devisi II Makodam Pemka IV Paniai melalui sambungan telepon selulernya kepada kontributor WPToday Rabu, (01/12).

Pernyataan itu disampaikan Yogi usai upacara peringatan HUT ke-48 Papua Barat di markasnya Eduda, Paniai. Katanya, upacara bendera tahun ini dihadiri oleh ribuan TPN/OPM. “Tahun ini tidak seperti biasanya, ribuan TPN/OPm dari Makodam Pemka IV Paniai hadir semua,” kata Yogi.

Dia mengatakan, Bangsa Papua Barat telah di jajah oleh Indonesia terlalu lama. Kini saatnya Indonesia mengakui dosa-dosanya seraya mengakui kedaulatan kami bangsa Papua Barat. Tanah Papua diciptakan untuk orang Papua, bukan untuk orang Indonesia. Ini hukumnya wajib, dan perlu diketahui oleh Indonesia.

“Orang Papua Barat sudah tidak mau lagi hidup dengan Indonesia, karena perlakuan negara Indonesia terhadap rakyat Papua sangat-sangat jahat. Oleh sebab itu, Indonesia harus segera mendengar jeritan hati rakyat Papua, terutama TPN yang telah lama hidup di hutan untuk menanti sebuah jawaban pasti tentang nasib rakyat Papua,” kata Yogi.

Dia (Yogi) mengatakan, PBB harus bertanggung jawab terhadap semua persoalan yang terjadi di Papua. “PBB sebagai badan yang mengatur segala persoalan di dunia harus mendegar tangisan dan jeritan rakyat Papua Barat, jangan dengar negara Indonesia yang tukang tipu. Orang Papua tidak pernah menginginkan ikut Indonesia. PBB Harus responi ini, karena ini lahir dari kerinduan hati seluruh orang Papua Barat,” urainya.

Dalam arahanya pada upacara HUT Papua, Jenderal Thadius Yogi membacakan himbaun resmi dari pusat Dewan Militer bangsa Papua untuk pucuk-pucuk pimpinan maupun kepada segenap rakyat Papua Barat. Pont-point himbauan itu adalah:
Pertama: Tentara Pembebasan Nasional (TPN), dimana saya sendiri sebagai ketua Dewan Militer menyatakan sangat siap untuk tetap mempertahankan Markas dalam masa transisi. Dan saya harap jangan dengar omongan yang tidak bertanggung jawab dari siapa pun, terutama dari negara Indonesia tentang kedudukan maupun peran kerja TPN di mana pun berada.

Kedua: Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai sebuah badan yang bertanggung jawab terhadap segala konflik di dunia Internasional, termasuk Indonesia dan Papua, segera memerhatikan kesengsaraan yang di derita rakyat Papua, serta jangan mendengar omongan yang tidak bertanggung jawab dari negara Indonesia.

Ketiga: Komponen-komponen, fraksi-fraksi serta organisasi-organisasi yang ada di luar negeri maupun dalam negeri segera rapatkan barisan, bulatkan tekad, serta satukan persepsi untuk sebuah tujuan mulia. Jangan mengurusi kepentingan pribadi sendiri, tetapi mari kita bersama-sama memikirkan nasib rakyat Papua Barat yang telah lama dijajah oleh NKRI.

Keempat: Dalam waktu dekat, segera mengadakan dialog antara Indonesia-Papua, dan yang harus menjadi mediator adalah dunia Internasional, dalam hal ini lebih baik PBB sendiri yang mengambil peran. Ketika dialog terwujud dan saat itu pula kita akan melihat siapa yang benar dan salah.

Kelima: Dengan nada yang keras, kami dari TPN/OPM Devisi II Makodam Pemka IV Paniai meminta agar Indonesia segera melapaskan bangsa Papua, ras Melanesia tanpa syarat, karena Indonesia tidak berhak atas tanah Papua. Tuhan sudah menganugerahkan tanah ini untuk bangsa Papua bukan untuk bangsa Indonesia. ***





Selengkapnya...

Jumat, November 27, 2009

Buktar Tabuni Dianiaya Aparat di LP Abepura

Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Buchtar Tabuni dilaporkan dikeroyok petugas LP Abepura bersama polisi dan militer Indonesia di ruangan LP Jayapura Papua, Kamis, (26/11), pukul 19.00 Waktu Papua Barat.

Dilaporkan, Buktar kena Pukulan memar di mulut dan kepada. “Saat ini Buktar belum bisa buka mulut dan bersuara,” kata laporan itu.

Menanggapi aksi pemukulan itu, dikabarkan solidaritas rakyat Papua yang anti kekerasan melakukan aksi protes di LP Abepura Papua, Jumat (27/11). Hingga berita ini ditulis motif pemukulan belum diketahui dan rakyat Papua mengancam untuk masuk penjara rame-reme apabila negera tidak menjelaskan motif pemukulan.

Sekedar diketahui, beberapa waktu lalu Buktar Tabuni secara tegas menanggapi pernyataan Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Drs Agus Rianto yang melarang warga Papua Barat yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melakukan aksi dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-48 Kemerdekaan Papua Barat Selasa, 01 Desember 2009 di Tanah Papua nanti.

Buktar mengatakan tanggal 1 Desember adalah hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat, yang secara de fakto sudah sah. Karena itu KNPB akan memfasilitasi Rakyat Papua untuk menyatakan sikap atas peristiwa 1 Desenber tahun 1961, dengan berbagai cara yang terpuji dan tidak anarkis, yaitu dalam bentuk Aksi Damai Sesuai UU no 9 Tahun 1998, serta UUD No. 12 Tahun 2005 tentang Konvenan Internasional Hak –hak sipil dan Politik pasal 19 ayat 1,2 dan 3, yang tersirat bahwa setiap orang menentukan nasib sendiri. ***

Selengkapnya...

Kamis, November 26, 2009

Ketua KNPB: 1 Desember Harus Diadakan Aksi Damai

Hentikan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR)

Ketua KNPB Buchtar Tabuni menyatakan tanggal 1 Desember adalah hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat, yang secara de fakto sudah sah. Karena itu KNPB akan memfasilitasi Rakyat Papua untuk menyatakan sikap atas peristiwa 1 Desenber tahun 1961, dengan berbagai cara yang terpuji dan tidak anarkis, yaitu dalam bentuk Aksi Damai Sesuai UU no 9 Tahun 1998, serta UUD No. 12 Tahun 2005 tentang Konvenan Internasional Hak –hak sipil dan Politik pasal 19 ayat 1,2 dan 3, yang tersirat bahwa setiap orang menentukan nasib sendiri.

Dia menambahkan, tanggal 1 Desember 2009 nanti pihak ILWP atau International Lowyer For West Papua dengan beberapa Profesor, serta Forum –forum International akan meluncurkan Buku PEPERA dalam bahasa Inggris di salah satu Negara di Uni Eropa.

Kata dia, tujuannya untuk membuka semua dosa yang telah dilakukan Indonesia, Belanda, AS dan PBB, karena Ribuan Rakyat Papua jadi Korban hanya karena kesalahan PEPERA yang dimaksud.

Hentikan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR)
Buchtar juga meminta kepada pihak Gereja segera menghentikan acara Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) 1 Desember 2009, karena KNPB menilai NKRI sedang mempolitisir Gereja mengalihkan perhatian KKR. Pada prinsipnya kata Buchtar KNPB setuju KKR sebagai kegiatan kerohanian, namun diharapkan kepada pihak penyelenggara KKR tidak harus KKR diadakan 1 Desember.

Untuk itu KNPB menghimbau kepada seluruh komponen Rakyat Papua Barat bahwa penahanan dan penangkapan tidak perlu ditakuti, karena pada prinsipnya bahwa satu orang Papua ditahan sama dengan NKRI sedang memenjarakan ratusan warga Papua, maka disitulah kata Buchtar nilai Politik Rakyat Papua mulai mengklimaks.

KNPB menghimbau Rakyat Papua Barat dari Sorong sampai Merauke segera mobilisasi umum untuk agenda 1 Desember dan penahanan dan penangkapan tidak perlu ditakuti dengan menjaga ketenangan warga hingga tidak terjadi konflik yang tidak diinginkan bersama. Katanya pada 1 Desember nanti KNPB akan tetap melakukan mediasi di hari Kemerdekaan Bangsa Papua Barat itu.

Selengkapnya...

IPWP untuk Papua Nugini Resmi Diluncurkan


International Parliamentarians for West Papua (IPWP) untuk perwakilan di Papua Nugini secara resmi diluncurkan di University of Papua Nugini pada 7 November 2009. Peluncuran itu didukung oleh Gubernur Nasional, Powes Parkop MP dan Wakil Gubernur Provinsi Barat, Kondra Mr Buka MP. Tujuan utama dari Parlemen Internasional untuk Papua Barat adalah untuk mengadvokasi dan untuk memastikan bahwa rakyat Papua Barat melaksanakan hak-hak dasar penentuan nasib sendiri.

Acara ini dihadiri oleh Benny Wenda, pendiri Free West Papua dan pemimpin Papua Barat yang tinggal di pengasingan di Inggris. Mendukung pernyataan itu dibacakan keluar dari anggota parlemen dari seluruh dunia dan pengacara dari kelompok Pengacara Internasional untuk Papua Barat.

Selengkapnya...

Senin, November 23, 2009

Rakyat Papua Akan Gelar Dialog Publik Kontroversi Pepera 1969

Berbagai elemen akan menggelar dialog publik tentang kontroversi pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 pada 26 November di Aula Museum Expo Waena – Jayapura Papua.

Kepada reporter WPToday di Jayapura, salah satu panitia, Warius Wetipo mengatakan dialog itu akan diadakan dalam rangka peluncuran buku Pepera 1969 di Inggris pada tanggal 1 Desember 2009 (hari Kemerdekaan Papua Barat).

“Kami memandang perlu adanya suatu pengkajian mendalam tentang Pepera 1969 dengan mengahadirkan berbagai pihak berkompeten dan juga pihak-pihak yang selama ini masih memperberdebatkan keabsahan Pepera 1969 dalam sebuah Forum dialog publik yang disaksikan oleh seluruh rakyat Papua, “katanya.

“Para pembicara yang akan hadir dalam dialog ini adalah Barisan Merah Putih (BMP), Wakil Pemerintah Provinsi Papua (Ramses Ohee), Gereja-geraja di Papua (Pdt. Sofyan Yoman, MA), Pelaku Pepera, Foker LSM, Pemerintah Indonesia, Akademisi, dan dari TNI/POLRI,” katanya.

Dia menjelaskan, dialog itu bertujuan mendudukan, mengakaji, dan menelusuri akar persoalan Pepera 1969 dan membahas dampak yang ditimbulkan setelah Pepera 1969 itu.

Panitia mengharapkan dukungan dari seluruh rakyat di tanah Papua baik berupa dukungan moril maupun meteril. “Kami mengundang seluruh elemen rakyat Papua di tanah Papua (pelajar, mahasiswa, pemuda, masyarakat, tokoh-tokoh:Tokoh Adat, Agama, Pemuda, Perempuan) untuk dapat terlibat dalam agenda dimaksud.

Panitia mengatakan, kegiatan dialog itu didukung oleh berbagai organisasi di tanah Papua, yaitu WPNA, WPNCL, PGGP, DAP, PDP, AMP, AMPT-PI, PARJAL, FRONT PEPERA, DEMMAK, SPP dan SENAT-SENAT/ BEM SE-Tanah Papua.***
-----------------
Sumber: http://wptoday.wordpress.com
Selengkapnya...

Surat dari Kongres Amerika Serikat: SBY Buka Dialog dengan Rakyat Papua Barat



PERWAKILAN KONGRES AMERIKA SERIKAT
Washinton, DC. 20515


Tanggal, 7 November 2009

Yang Terhormat Susilo Bambang Yudhoyono
Presiden Republik Indonesia
Istana Merdeka
di Jakarta, Indonesia

Bapak Presiden yang terhormat,
Kami mengucapkan selamat atas terpilih kembalinya Bapak sebagai Presiden Republik Indonesia. Kemenanganmu sebagai prsesiden merupakan suatu pencapaian diri yang sangat mengagumkan. Hal itu menunjukan adanya komitmen dan kepercayaan dari rakyat Indonesia sehingga pemilihan melalui pemerintahan yang demokrasi dapat tercapai. Sekali lagi selamat atas kemenanganmu.

Kami bersama semua pemimpin dan organisasi-organisasi di Papua Barat meminta sebuah komisi mediasi internasional untuk mengadakan sebuah dialog antara pemerintahanmu dan para pemimpin Papua Barat. Permohonan ini telah didukung oleh para pemimpin Indonesia maupun oleh para intelektual. Hal ini sesuai dengan statemen yang dikeluarkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bahwa “Keterlibatan pihak ketiga sebagai mediator dari dunia internasional juga membantu, seperti dialog di provinsi Aceh yang telah sukses dilaksanakan”. Kami mendesak agar pemerintahanmu dapat segera menyediakan kesempatan untuk mengadakan proses dialog yang sama bagi Papua Barat.

Kami percaya bahwa suatu proses akan dibangun sebagai langkah yang sangat penting dari Indonesia dalam tahun berjalan agar akses perlindungan terhadap masyarakat asli Papua dapat di deklarasikan di PBB. Indonesia telah berkomitmen untuk melakukan perlindungan bagi masyarakat pribumi termasuk masyarakat Papua Barat. Kami juga mengakui usaha-usaha yang telah dilakukan oleh pemerintahanmu dalam menciptakan lingkungan dan suasana khusus dengan mengeluarkan undang-undang otonomi khusus.

Sebuah dialog nasional yang diinisiasi oleh komite mediasi internasional dapat membuktikan adanya kekuatan hukum dan membuktikan adanya kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat atau orang Papua. Contohnya: peningkatan pesediayaan dan penggunaan alat-alat listrik dan air bersih, peningkatan program kesehatan untuk mencegah malaria beserta beberapa penyakit lainnya, peningkatan sistim pendidikan umum yang selama ini masih berjalan dibawah standar.

Sebuah dialog nasional juga akan menghadirkan sebuah kesempatan untuk membahas dan menyelesaikan beberapa isu-isu penting yang selama ini terjadi di Papua Barat yang telah lama dibahas oleh para anggota kongres dan komunitas internasional. Isu-isu tersebut seperti : masalah pelanggaran HAM, kondisi demografi yang menyebabkan masyarakat Papua menjadi kelompok minoritas diatas tanah leluhurnya, tidak adanya kebebasan berbicara, berpolitik dalam menciptakan perdamaian, pembatasan terhadap gerakan masyarakat Papua dan OPM didalam Negara Indonesia, penekanan terhadap jurnalis internasional dan para peneliti, serta penekanan terhadap organisasi-organisasi non pemerintah yang datang ke Papua Barat untuk berkunjung atau bekerja.

Itu adalah harapan kami yang sangat murni, sehingga kami ingin agar Anda “tuan presiden” dapat membentuk sebuah komite mediasi internasional untuk mengadakan dialog internasional untuk mempertemukan segala persepsi, pendapat, dan pikiran baik dari para pemimpinmu dan dari para pemimpin Papua Barat. Kami percaya ini adalah satu momen untuk memulai sebuah proses. Sebuah dialog nasional yang serius dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua Barat, meningkatkan komitmen Indonesia dalam berdemokrasi untuk menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat, serta meningkatkan perkembangan Negara yang baik di tingkat global.

Dengan Tulus,





Selengkapnya...

Minggu, November 22, 2009

Polda Papua Larang Aksi 1 Desember

Kalau Nekat, Sekjen KNPB Akan Ditangkap
Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Drs Agus Rianto melarang warga Papua Barat yang tergabung dalam Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melakukan aksi dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-48 Kemerdekaan Papua Barat Selasa, 01 Desember 2009 di Tanah Papua.

“Kita dalam satu rumpun 1 negara. Berbeda pendapat boleh, tapi jangan sampai kita saling menimbulkan gesekan-gesekan apalagi konflik,” kata Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Drs Agus Rianto.

“Jika saja Demus Wenda (Sekjen KNPB) nekat melakukan aksi 1 Desember, maka jelas polisi akan mengambil tindakan tegas sesuai undang-undang yang berlaku,” kata Agus Rianto menanggapi rencana aksi rakyat Papua Barat.

“Kalau rakyat Papua nekat melakukan aksi, kami akan menangkap sekjen KNPB, Demus Wenda,” kata Rianto seperti dilangsir Bintang Papua.

Namun, Demus Wenda dalam sebuah koran lokal menyatakan, seluruh rakyat Papua Barat atas nama TPN/OPM telah memiliki sikap yang jelas untuk siap melakukan aksi menjelang 1 Desember. Aksi itu akan mendukung peluncuran buku 1969 yang dikarang oleh Melinda Jacky dan Benny Wenda, sebagai bagian untuk meluruskan sejarah bangsa Papua Barat.***
Selengkapnya...

KANR-PB Akan Gelar Aksi HUT ke 48 Papua Barat di Istana Negara Jakarta

“Lakukan Aksi Serentak di Seluruh Tanah Papua”

Komite Aksi Naional Rakyat Papua Barat (KANR-PB), Konsulat Indonesia akan menggelar aksi nasional di istana Negara dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ke-48 Kemerdekaan Papua Barat Selasa, 01 Desember 2009, Pukul, 09:00 WIB.

Ketua KANR-PB, Konsulat Indonesia, John Okama Wetipo Kepada WPToday mengatakan, aksi damai dilakukan dalam bentuk Pawai Budaya Nasional Papua.

Dalam seruannya KANR-PB, Konsulat Indonesia mengatakan, kemerdekaan bangsa Papua Barat secara De vacto telah di proklamasihkan sejak 1 Desember 1961 di Ibu Kota Negara Papua Barat, Port Numbay. Proklamisi kemerdekaan ini secara serentak diumumkan bangsa Papua Barat di hadapan seluruh masayarakat Internasional guna memenuhi tuntutan penghapusan perbudakan oleh bangsa-bangsa Imperialis di bawah kekkuasan agen imperialis (Belanda) kini (Indonesia).

“Peringatan hari kemerdekaan murupakan mutlak dan wajib bagi seluruh lapisan rakyat Papua Barat di mana pun berada. Kini, kembangkitan nasionalisme harus dimunculkan kembali di hadapan seluruh rakyat Papua Barat dalam momentum 1 Desember 2009,” tulis seruan.

Ketua KANR-PB, Konsulat Indonesia mengajak kepada seluruh Papua Barat di mana pun berada untuk melakukan aksi secara serentak di seluruh dunia, khususnya Tanah Air Papua Barat.

Dia mengajak kepada seluruh pemuda dan mahsiswa yang ad di Jawa dan Bali untuk ambil bagian dalam aksi nasional dalam memperingati HUT Ke 48 Papua Barat yang akan di fokuskan di istana Negara Indonesia, Jakarta. “Seluruh coordinator wilayah segera melakukan konsolidasi menyeluruh di kota masing-masing untuk melakukan mobilisasi masa. ***


Selengkapnya...

Jumat, November 13, 2009

650 Personel Prajurit Batalyon 753 Nabire Dikirim ke Perbatasan RI-PNG


Sampari (Nabire)-
Dari Nabire Papua dilaporkan, sebanyak 650 personel prajurit Batalyon Infanteri (Yonif) Arga Vira Tama Kabupaten Nabire, Papua dikirim ke Merauke untuk ditempatkan di wilayah perbatasan Republik Indonesia dengan Negara tetangga Papua Nugini (PNG).

Menurut informasi, 650 prajurit Yonif 753/ AVT yang tergabung dalam Satuan Tugas Pengamanan Perbatasan (Satgaspamtas) itu akan ditempatkan pada 26 titik pengamanan yang berada sepanjang wilayah teritorial NKRI di Kabupaten Merauke.

"Pengamanan ini dilakukan atau diperketat karena ada laporan intelijen bahwa TPN/OPM sedang melakukan latihan perang di wilayah perbatasan dengan bantuan negara-negara luar," katanya.***



Selengkapnya...

Senin, Juli 27, 2009

Ibu Monica Zonggonau Dipaksa Ikut Sidang ke-6 dalam Keadaan Sakit

(Perempuan Papua Korban Kebrutalan Polisi Indonesia dan Ketidakadilan Hukum Indonesia di Tanah Papua)

Nabire--Lagi-lagi Ibu Monica Zonggonau (45) dipaksa mengikuti sidang ke-6 pada Selasa, 28 Juli 2009 dalam keadaan sakit oleh Pengadilan Negeri Nabire, Papua. Informasi untuk mengikuti persidangan itu disampaikan pihak kejaksaan kepada mama Monica di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nabire saat ia melakukan perawatan. Ia (Monica) melakukan perawatan di RSUD Nabire karena dipukul polisi Indonesia saat ia ditangkap di pasar Karang Tumaritis Nabire pada 6 April 2009, juga di pukul di tahanan polisi Nabire.

“Saya dipanggil untuk ikut sidang ke-6 pada hari Selasa (28 Juli 2009:red). Saya masih sakit. Kepala saya sakit, terasa berat gara-gara saya dipukul saat saya ditangkap dan di tahanan polres Nabire oleh polisi. Waktu itu saya dipukul oleh seorang polisi wanita dengan sepatu laras di tahanan. Jadi, darah kotor masih mengumpal di otak kecil dan dahi. Tetapi, saya akan bilang anak-anak pikul saya ke pengadilan. Saya ingin melihat keadilan. Saya ingin buktikan bahwa saya tidak salah.”

Demikian dilaporkan dari Nabire Papua seperti yang dikatakan Ibu Monica Zonggonau sambil menangis dengan ditemani anaknya di ruang bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nabire, Minggu, (26/07).

“Saya tidak urus anak-anak saya karena polisi tahan saya. Tambah lagi, sekarang saya sakit. Padahal, anak saya ada yang lanjut ke SMP tahun ini. Saya tidak tahu siapa yang urus anak saya. Dia baru tamat SD dan seharusnya masuk SMP tahun ajaran baru ini. Dua bulan ini saya belum kirim uang untuk anak saya yang kuliah di Jayapura karena tidak jualan sayur dan ubi di pasar. Saya biaya sekolah anak-anak saya dengan uang hasil jualan di pasar,” kata mama Monica dengan air matanya terus berlinang.

Terkait kesehatannya, salah satu petugas ruang nginap RSUD Nabire, mengatakan, kepalanya masih berat dan dia (Monica) harus cuci darah dulu,” tekannya.

Penasehat Hukum, Gustaf Kawer, SH., M. Si., membenarkan penganiayaan terhadap Monica Zonggonau (45). Dia mengatakan, terdakwa (Monica) dibawa ke Markas Polisi Resort Nabire untuk menjalani pemeriksaan dan di Mapolres pun masih diperlakukan tidak wajar antara lain dilempar dengan sepatu di bagian alis mata yang menyebabkan sehingga alis matanya pecah.”Polisi juga sebenarnya telah bertindak salah. Karena telah menganiaya Ibu Monica,” ungkapnya.

Kronologis Penangkapan Ibu Monica
Monica ditangkap pada tanggal 10.00 WIT, 6 April 2009. Ceritanya, sekitar pukul 08.00 waktu Papua, tanggal 06 April 2009, Monika (sebagai tokoh perempuan Papua) datang dari rumahnya (Gerbang Sadu Distrik Nabire Barat Kab. Nabire) untuk bergabung bersama kepala-kepala suku di Kabupaten Nabire untuk menyelesaikan persoalan pembongkaran posko yang diprakarsai oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) untuk mendukung peluncuran Internasional Parlement For West Papua (IPWP) dan 17 orang yang ditangkap (2 orang dibebaskan) seketika dengan tuduhan melakukan tindak pidana makar. Pembongkaran posko (di taman Gizi Nabire—Taman Peringatan HAM dan Kemerdekaan Papua Barat) dan penangkapan atas 17 orang dilakukan pada pukul 05.00 waktu Papua, tanggal 06 April 2009.

Beberapa kepala suku bersama massa rakyat Papua sedang berkumpul di Pasar Karang Tumaritis Nabire untuk mendesak pihak kepolisian untuk membebaskan 17 orang yang ditahan pada pagi harinya. Begitu Monica tiba di situ, beberapa mobil tahanan sudah berada di dekat massa. Ibu Monica turun dari angkutan dan seketika situasi tidak dapat dikendalikan.

Ibu Monika tidak bergabung langsung dalam massa. Ia memilih untuk berdiri di pinggir ruko pasar Karang Tumaritis Nabire. Saat itu ia membawa noken (tas) bergambar bendera Papua Barat Bintang Kejora seperti kebanyakan orang Papua Barat lainnya. Saat ia berdiri, waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 waktu Papua. Pada saat Monica berdiri, terdengar olehnya, ada polisi yang mengatakan, “Itu ibu yang orasi di Kantor KPU, tangkap dia! Beberapa menit setelah mendengar pernyataan itu, aparat polisi Indonesia dari Kepolisian Resort Nabire dalam jumlah yang banyak datang dan menangkap Ibu Monika Zonggonau.

Pada saat ditangkap, polisi Indonesia tidak menunjukkan surat perintah penangkapan. Menurut pengakuan ibu Monica, aparat kepolisian melakukan pemukulan pada saat ditangkap. Ia dipukul di bagian belakang kepala (otak kecil) dan tangan yang mengakibatkan luka dibagian kepala dan tangan.

Selanjutnya, Ibu Monica digiring ke mobil tahanan dan dibawa ke Markas Polres Nabire. Ia (Monica) dimasukan di ruang tahanan wanita. Ibu Monica mengatakan, di tahanan Polisi dirinya disiksa oleh polisi Indonesia. Penyiksaan dilakukan oleh Polisi Indonesia Wanita (Polwan). “Polwan itu lepas dia punya sepatu laras dan dia lembar ke saya. Lalu, dia ambil lagi dan lempar ke arah saya. Lemparan sepatu itu mengakibatkan alis mata saya luka robek. Semua perempuan itu punya perasaan sama tetapi dia pukul saya. Tapi, dia mengabdi untuk negara jadi mungkin tidak ada perasaan lagi. Saya hanya mendoakan dia (Polwan) di tahanan,” kata Ibu Monica.

Saat pemeriksaan di Kepolisian, Ibu Monika memberikan keterangan di bawah paksaan dan intimidasi aparat penyidik Kepolisian Resort Nabire. Dia sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk membaca Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Selain itu, pemeriksaan Ibu Monika tidak didampingi pengacara, padahal pasal yang dituduhkan kepadanya yakni Pasal 160 KUHP yakni PENGHASUTAN di depan umum yang ancaman di atas 6 (enam) tahun wajid didampingi oleh Pengacara.

Ibu Monika telah ditahan di Kepolisian selama 60 hari (7 April – 03 Juni 2009). Selama itu, ia (Monica) mengalami pengalaman yang menurutnya tidak pernah membayangkan. “Kawin paksa di masa lalu juga kalah. Kawin paksa di zaman dulu di Papua tidak pernah ada penyiksaan seperti itu. Seandainya air mata bisa ditampung, saya tidak tahu sudah berapa ember air mata yang saya kumpulkan selama 60 hari di tahanan polisi,” katanya.

Setelah 60 hari di tahanan polisi, penahanannya dilanjutkan oleh Kejaksaan Negeri Nabire selama 20 hari (03 Juni-22 Juni 2009). Ketika penahanannya telah habis di kepolisian pihak penyidik telah menerbitkan surat pengeluaran penahanan dengan Nomor Polisi: SPP-.HAN/56.c/VI/2009/Reskrim. Namun, hal ini tidak diikuti oleh aparat kepolisian untuk mengeluarkan yang bersangkutan. Bahkan yang aneh adalah meskipun surat tersebut dikeluarkan oleh pihak kepolisian, pihak kepolisian sendirilah yang melimpahkan kepada kejaksaan untuk diproses.

Tindakan-tindakan aparat Kepolisian Resort Nabire dan Kejaksaan yang melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Ibu Monika Zonggonau merupakan pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU No 08 Tahun 1981), dimana aturan ini merupakan kontrol terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam proses hukum suatu tindak pidana.

Saat ini Ibu Monica sedang melakukan rawat nginap di RSUD Nabire. Dia dirawat karena dipukul ditempat penangkapan dan di tahanan. Pada hari Selasa, 28 Juli 2009, ia diantar oleh anak-anaknya ke Pengadilan Nabire untuk mengikuti sidang ke-6 dalam keadaan sakit.

Ibu Monica Zonggonau, cermin perempuan Papua yang malang korban kebrutalan polisi Indonesia dan ketidakadilan hukum Indonesia di tanah Papua. ***

Selengkapnya...

Proses Hukum 9 Tahanan Insiden Serui Berjalan tanpa Penasehat Hukum dan Konfirmasi dengan Keluarga

“Mengapa Rakyat Sipil Papua Distigmatisasi Makar dan Separatis, kemudian Ditangkap Sewenang-wenang”

Serui--Sembilan warga sipil Papua yang ditahan terkait insiden penembakan warga sipil oleh polisi Indonesia di Kabupaten Yapen, Papua, sudah dibawa ke Jayapura. Kepada Wptoday melalui telepon seluluernya mengatakan, mereka sedang dimintai keterangan oleh Polda Papua, Sabtu, (26/7) pukul 13.00 waktu Papua di Jayapura.

Pemeriksaan yang dilakukan pihak Polda Papua itu dibenarkan pihak keluarga Tapol di Serui, Minggu (26/7). Keluarga Tapol di Serui setelah mendapat kontak langsung berupa laporan dari para tapol yang kini masih ditahan di Polda Papua, salah satu keluarga Tapol, Wilson Uruwaya, mengatakan, mereka (para tapol) dimintahi keterangan tanpa didampingi oleh pihak keluarga maupun pihak pengacara hukum.

Maka itu, demi kebenaran dan keadilan, pihak keluarag Tapol mempertanyakan undangan dari pengadilan negeri Serui yang ditujukan kepada Ati cs sebagai para Tapol dan kepada Kapolres Yapen beberapa waktu lalu. Karena dalam surat yang diterima masing-masing pihak tersebut, berisikan permintahan untuk menghadiri sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Yapen Serui.

“Jadi sebenarnya dalam surat undangan tersebut, kami diminta untuk hadir di PN (Pengadilan Negeri) Serui,” kesal Wilson di Serui, Papua. Untuk itu, Wilson mempertanyakan prosedur dan mekanisme yang dalam pengajuan para Tapol di pengadilan.

“Kalo sekarang mereka (Tapol) ditahan Polda Papua, apa maksud surat pemberitahuan untuk kami hadir di Pengadilan Serui besok? Apa yang mau disidangkan?” ungkapnya.

Untuk itu, jauh sebelum para Tapol tersebut disidangkan, kata Wilson, mesti ada penasehat hukum atau lembaga hukum yang berkompeten dalam mendampingi mereka. Hal ini penting supaya tidak ada intervensi dari pihak kepentingan manapun, dan kebenaran dan keadilan bisa ditegakkan,” tutur Wilson.

Wilson selaku ketua pemuda adapt mengatakan, ada perbedaan kronologis yang diceritakan para Tapol kepada keluarga dan kronologis yang dibuat oleh pihak polisi Indonesia. “Untuk itu, kami butuh pengacara dari lembaga hukum yang independen dalam mendampinggi mereka,”ungkapnya.

“Kita harus melihat dengan benar. Jangan selalu masyarakat sipil yang menjadi kambing hitam dalam semua kasus di tanah Papua. Polisi Indonesia belum buktikan siapa pelaku pelempar Bom di Serui saat Insiden itu. Tetapi, mereka menangkap orang Papua dengan sembarangan saja. Orang Papua itu hidup di tanah ini bukan untuk di tangkap dan dipenjara sewenang-wenang. Rakyat Papua selalu distigmatisasi maker dan separatis, lalu ditangkap sewenang-wenang. Itu tidak adil,” katanya.***
Selengkapnya...

Selasa, Juli 21, 2009

Kasus Timika: Polisi Indonesia Tangkap 31 Warga Sipil Papua

Ketua KNPB: Rakyat Papua itu Bukan Binatang Buruan

Timika--Polisi Indonesia (detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri) menangkap 31 warga sipil Papua di Timika terkait kasus penembakan di areal PT Freeport Indonesia.

Tiga puluh warga sipil Papua itu ditangkap karena diduga terlibat dalam beberapa kasus kriminal yang terjadi di areal PT Freeport Indonesia. Di areal operasional PT Freeport itu sejak awal Juli 2009 terjadi serangkaian kasus antara lain pembakaran bus di Mile 71 dan 74.

Terkait penangkapan itu, ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) kepada SaksiMata di Timika (21/07) mengatakan, penangkapan ini merupakan satu upaya aparat Indonesia untuk menutupi konflik kepentingan pengamanan di kubu aparat Indonesia.

“Warga sipil Papua tidak punya senjata canggih. Yang punya senjata adalah militer Indonesia. Jadi, kasus penembakan itu tidak dilakukan oleh warga sipil Papua. Ini hanya sebuah scenario aparat,” katanya.

Dia juga mengatakan, Organisasai Papua Merdeka (OPM) tidak melakukan penembakan. Menurutnya, aparat menangkap warga sipil Papua karena mereka tidak mampu mengungkap pelaku.

“Polisi Indonesia tidak profesional untuk menangkap pelaku. Dunia sudah tahu bahwa pelakunya adalah militer sendiri. Mengapa rakyat yang selalu menjadi kambing hitam. Rakyat Papua itu bukan binatang buruan polisi Indonesia,” katanya.
Selengkapnya...

----------------------------------------------------------------------------------------
Perjuangan pembebasan nasional Papua Barat bukan perjuangan melawan orang luar Papua (Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Ambon dan lainnya) tetapi perjuangan melawan ketidakadilan dan pengakuan akan KEMANUSIAANNYA MANUSIA PAPUA BARAT DI ATAS TANAH LELUHURNYA.Jadi, Merdeka bagi orang Papua adalah HARFA DIRI BANGSA PAPUA BARAT!