(Perempuan Papua Korban Kebrutalan Polisi Indonesia dan Ketidakadilan Hukum Indonesia di Tanah Papua)
Nabire--Lagi-lagi Ibu Monica Zonggonau (45) dipaksa mengikuti sidang ke-6 pada Selasa, 28 Juli 2009 dalam keadaan sakit oleh Pengadilan Negeri Nabire, Papua. Informasi untuk mengikuti persidangan itu disampaikan pihak kejaksaan kepada mama Monica di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nabire saat ia melakukan perawatan. Ia (Monica) melakukan perawatan di RSUD Nabire karena dipukul polisi Indonesia saat ia ditangkap di pasar Karang Tumaritis Nabire pada 6 April 2009, juga di pukul di tahanan polisi Nabire.
“Saya dipanggil untuk ikut sidang ke-6 pada hari Selasa (28 Juli 2009:red). Saya masih sakit. Kepala saya sakit, terasa berat gara-gara saya dipukul saat saya ditangkap dan di tahanan polres Nabire oleh polisi. Waktu itu saya dipukul oleh seorang polisi wanita dengan sepatu laras di tahanan. Jadi, darah kotor masih mengumpal di otak kecil dan dahi. Tetapi, saya akan bilang anak-anak pikul saya ke pengadilan. Saya ingin melihat keadilan. Saya ingin buktikan bahwa saya tidak salah.”
Demikian dilaporkan dari Nabire Papua seperti yang dikatakan Ibu Monica Zonggonau sambil menangis dengan ditemani anaknya di ruang bedah Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nabire, Minggu, (26/07).
“Saya tidak urus anak-anak saya karena polisi tahan saya. Tambah lagi, sekarang saya sakit. Padahal, anak saya ada yang lanjut ke SMP tahun ini. Saya tidak tahu siapa yang urus anak saya. Dia baru tamat SD dan seharusnya masuk SMP tahun ajaran baru ini. Dua bulan ini saya belum kirim uang untuk anak saya yang kuliah di Jayapura karena tidak jualan sayur dan ubi di pasar. Saya biaya sekolah anak-anak saya dengan uang hasil jualan di pasar,” kata mama Monica dengan air matanya terus berlinang.
Terkait kesehatannya, salah satu petugas ruang nginap RSUD Nabire, mengatakan, kepalanya masih berat dan dia (Monica) harus cuci darah dulu,” tekannya.
Penasehat Hukum, Gustaf Kawer, SH., M. Si., membenarkan penganiayaan terhadap Monica Zonggonau (45). Dia mengatakan, terdakwa (Monica) dibawa ke Markas Polisi Resort Nabire untuk menjalani pemeriksaan dan di Mapolres pun masih diperlakukan tidak wajar antara lain dilempar dengan sepatu di bagian alis mata yang menyebabkan sehingga alis matanya pecah.”Polisi juga sebenarnya telah bertindak salah. Karena telah menganiaya Ibu Monica,” ungkapnya.
Kronologis Penangkapan Ibu Monica
Monica ditangkap pada tanggal 10.00 WIT, 6 April 2009. Ceritanya, sekitar pukul 08.00 waktu Papua, tanggal 06 April 2009, Monika (sebagai tokoh perempuan Papua) datang dari rumahnya (Gerbang Sadu Distrik Nabire Barat Kab. Nabire) untuk bergabung bersama kepala-kepala suku di Kabupaten Nabire untuk menyelesaikan persoalan pembongkaran posko yang diprakarsai oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB) untuk mendukung peluncuran Internasional Parlement For West Papua (IPWP) dan 17 orang yang ditangkap (2 orang dibebaskan) seketika dengan tuduhan melakukan tindak pidana makar. Pembongkaran posko (di taman Gizi Nabire—Taman Peringatan HAM dan Kemerdekaan Papua Barat) dan penangkapan atas 17 orang dilakukan pada pukul 05.00 waktu Papua, tanggal 06 April 2009.
Beberapa kepala suku bersama massa rakyat Papua sedang berkumpul di Pasar Karang Tumaritis Nabire untuk mendesak pihak kepolisian untuk membebaskan 17 orang yang ditahan pada pagi harinya. Begitu Monica tiba di situ, beberapa mobil tahanan sudah berada di dekat massa. Ibu Monica turun dari angkutan dan seketika situasi tidak dapat dikendalikan.
Ibu Monika tidak bergabung langsung dalam massa. Ia memilih untuk berdiri di pinggir ruko pasar Karang Tumaritis Nabire. Saat itu ia membawa noken (tas) bergambar bendera Papua Barat Bintang Kejora seperti kebanyakan orang Papua Barat lainnya. Saat ia berdiri, waktu sudah menunjukkan pukul 10.00 waktu Papua. Pada saat Monica berdiri, terdengar olehnya, ada polisi yang mengatakan, “Itu ibu yang orasi di Kantor KPU, tangkap dia! Beberapa menit setelah mendengar pernyataan itu, aparat polisi Indonesia dari Kepolisian Resort Nabire dalam jumlah yang banyak datang dan menangkap Ibu Monika Zonggonau.
Pada saat ditangkap, polisi Indonesia tidak menunjukkan surat perintah penangkapan. Menurut pengakuan ibu Monica, aparat kepolisian melakukan pemukulan pada saat ditangkap. Ia dipukul di bagian belakang kepala (otak kecil) dan tangan yang mengakibatkan luka dibagian kepala dan tangan.
Selanjutnya, Ibu Monica digiring ke mobil tahanan dan dibawa ke Markas Polres Nabire. Ia (Monica) dimasukan di ruang tahanan wanita. Ibu Monica mengatakan, di tahanan Polisi dirinya disiksa oleh polisi Indonesia. Penyiksaan dilakukan oleh Polisi Indonesia Wanita (Polwan). “Polwan itu lepas dia punya sepatu laras dan dia lembar ke saya. Lalu, dia ambil lagi dan lempar ke arah saya. Lemparan sepatu itu mengakibatkan alis mata saya luka robek. Semua perempuan itu punya perasaan sama tetapi dia pukul saya. Tapi, dia mengabdi untuk negara jadi mungkin tidak ada perasaan lagi. Saya hanya mendoakan dia (Polwan) di tahanan,” kata Ibu Monica.
Saat pemeriksaan di Kepolisian, Ibu Monika memberikan keterangan di bawah paksaan dan intimidasi aparat penyidik Kepolisian Resort Nabire. Dia sama sekali tidak diberikan kesempatan untuk membaca Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Selain itu, pemeriksaan Ibu Monika tidak didampingi pengacara, padahal pasal yang dituduhkan kepadanya yakni Pasal 160 KUHP yakni PENGHASUTAN di depan umum yang ancaman di atas 6 (enam) tahun wajid didampingi oleh Pengacara.
Ibu Monika telah ditahan di Kepolisian selama 60 hari (7 April – 03 Juni 2009). Selama itu, ia (Monica) mengalami pengalaman yang menurutnya tidak pernah membayangkan. “Kawin paksa di masa lalu juga kalah. Kawin paksa di zaman dulu di Papua tidak pernah ada penyiksaan seperti itu. Seandainya air mata bisa ditampung, saya tidak tahu sudah berapa ember air mata yang saya kumpulkan selama 60 hari di tahanan polisi,” katanya.
Setelah 60 hari di tahanan polisi, penahanannya dilanjutkan oleh Kejaksaan Negeri Nabire selama 20 hari (03 Juni-22 Juni 2009). Ketika penahanannya telah habis di kepolisian pihak penyidik telah menerbitkan surat pengeluaran penahanan dengan Nomor Polisi: SPP-.HAN/56.c/VI/2009/Reskrim. Namun, hal ini tidak diikuti oleh aparat kepolisian untuk mengeluarkan yang bersangkutan. Bahkan yang aneh adalah meskipun surat tersebut dikeluarkan oleh pihak kepolisian, pihak kepolisian sendirilah yang melimpahkan kepada kejaksaan untuk diproses.
Tindakan-tindakan aparat Kepolisian Resort Nabire dan Kejaksaan yang melakukan penangkapan dan penahanan terhadap Ibu Monika Zonggonau merupakan pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU No 08 Tahun 1981), dimana aturan ini merupakan kontrol terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam proses hukum suatu tindak pidana.
Saat ini Ibu Monica sedang melakukan rawat nginap di RSUD Nabire. Dia dirawat karena dipukul ditempat penangkapan dan di tahanan. Pada hari Selasa, 28 Juli 2009, ia diantar oleh anak-anaknya ke Pengadilan Nabire untuk mengikuti sidang ke-6 dalam keadaan sakit.
Ibu Monica Zonggonau, cermin perempuan Papua yang malang korban kebrutalan polisi Indonesia dan ketidakadilan hukum Indonesia di tanah Papua. ***
Senin, Juli 27, 2009
Ibu Monica Zonggonau Dipaksa Ikut Sidang ke-6 dalam Keadaan Sakit
----------------------------------------------------------------------------------------
Perjuangan pembebasan nasional Papua Barat bukan perjuangan melawan orang luar Papua (Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Ambon dan lainnya) tetapi perjuangan melawan ketidakadilan dan pengakuan akan KEMANUSIAANNYA MANUSIA PAPUA BARAT DI ATAS TANAH LELUHURNYA.Jadi, Merdeka bagi orang Papua adalah HARFA DIRI BANGSA PAPUA BARAT!
Perjuangan pembebasan nasional Papua Barat bukan perjuangan melawan orang luar Papua (Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Ambon dan lainnya) tetapi perjuangan melawan ketidakadilan dan pengakuan akan KEMANUSIAANNYA MANUSIA PAPUA BARAT DI ATAS TANAH LELUHURNYA.Jadi, Merdeka bagi orang Papua adalah HARFA DIRI BANGSA PAPUA BARAT!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar