... Menulis tentang apa yang saya saksikan dengan MATA, HATI, dan PIKIRAN ke-MELANESIA-an saya di West Papua sebelum menerima salah satu bagian dari hidup yang mutlak, yakni KEMATIAN...

Senin, Mei 31, 2010

Ketua BMP Pegunungan Tengah, M. Wati Kogoya: Papua Merdeka, Harga Mati!

“BMP Cara Negara Bunuh Orang Papua, BMP Akan Difasilitasi Senjata”

Koordinator Barisan Merah Putih (BMP) Wilayah Pegunungan Tengah, M. Wati Kogoya mengatakan, Papua Barat merdeka adalah harga mati. Katanya, api perjuangan Papua merdeka tidak akan pernah mati. Jutaan orang Papua mati demi pembebasan Papua Barat. “Saya mengesal sekarang. Saya terlibat dalam organisasi politik yang tujuannya adalah membunuh orang Papua. Karena dalam waktu dekat akan difasilitasi senjata. Juga akan membuat situasi Papua kacau dengan ciptakan konflik antar orang Papua dengan Papua dan Papua dengan pendatang. Jadi, sekarang, BMP bagi dirinya adalah organisasi perjuangan kita untuk mencari dana.

“Saya mau kasih tahu bahwa BMP ini segera akan difasilitasi dengan senjata. Ini agenda Negara. Saya hanya terlibat untuk mencari uang. Makanya, saya sudah meyakinkan Menteri Dalam Negeri dan sudah memberikan nota tugas kepada saya. Saya menggunakan isu integrasi. Ini saya lakukan supaya dapat dana untuk saya beri kepada teman-teman yang berjuang di hutan dan di kota. Ini cara saya, karena banyak orang Papua sudah korban,” kata Wati secara diam-diam kepada beberapa orang tua di Jaya Wijaya, Papua.

Katanya, dirinya sudah bentuk BMP di 12 kabupaten di wilayah Pegunungan Tengah Papua. Keduabelas kabupaten itu masing-masing Paniai, Dogiyai, Deiyai, Intan Jaya, Puncak Jaya, Puncak Papua, Lani Jaya, Memberamo Tengah, Tolikara, Nduga, Jaya Wijaya dan yang baru terbentuk Kabupaten Nabire.

Lebih lanjut dia mengatakan, Ketua Umum BMP Ramses Ohee dan Sekretaris Umum Alfons Jonas Nusi difasilitasi secara khusus oleh Mendagri berupa dana untuk mematikan gerakan perjuangan Papua Barat. “Saya dapat dana dari mereka. Saya berjuang untuk Papua merdeka, saya tidak berjuang untuk integrasi Papua. Karena integrasi itu belum selesai. Saya adalah perempuan gunung, saya tidak akan korbankan rakyat Papua,” kata diam-diam.

Dia menghimbau kepada anak-anak muda Papua untuk hati kepapuan jangan terbeli oleh uang. Jaga keamanan dan mendukung perjuangan yang sedang berlangsung di hutan, dalam negeri, dan luar negeri. “Saya baru pulang dari Puncak Jaya, membantu mereka yang berjuang di hutan,” katanya.

Dia mengatakan, BMP adalah organisasai politik yang difasilitasi khusus oleh Negara untuk mengkanter perjuangan Papua merdeka.”Kami dapat tugas halangi Papua merdeka, tetapi saya minta orang Papua jangan serakah. Kita jangan jual masa depan Papua hanya dengan uang dan jabatan sesaat. Sekarang, saya merasa mengesal dengan semua ini. Ternyata semuanya omong-kosong. BMP adalah cara Negara untuk bunuh orang Papua,” katanya serius. ** 

----------------------------- 

Keterangan Foto :

Yonas Alfons Nusi (kanan) memeluk saksi M Wati Kogoya, saat MK Tetapkan Masyarakat Adat Papua ke DPRP di Jakarta.


Selengkapnya...

Negara Terus Menambah Pasukan Operasi Militer di Puncak Jaya, Papua Barat, Warga Sipil Resah

Pembasmias orang asli Papua oleh Negara Indonesia semakin nyata. Setelah ribuan gabungan TNI/Polri di kirim ke Pancak Jaya Papua, kini Negara terus menambah pasukan untuk membasmi orang Papua dengan kedok pengejaran atas Tentara Pembebasan Nasional, Organisasai Papua Merdeka (TPN/OPM).

Dari Pucak Jaya, Papua Barat dilaporkan kehidupan warga sipil terancam. “Kami terancam. Ribuan orang sudah mengungsi. Di sini sudah darurat militer. Tanah kami penuh militer,” kata J. Tabuni warga Puncak Jaya.

Setelah dua hari lalu(31/5) Negara mendatangkan Brimob Kelapa 2 Depok Jakarta di Puncak Jaya, kini Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto menambah pasukan untuk mengejar dan menangkap warga sipil untuk menuntaskan pembasmian orang asli Papua di atas tanah leluhur mereka.

“Situasi di Puncak Jaya masih membutuhkan penambahan anggota, maka kami tambah lagi Brimob ke Puncak Jaya, menumpas TPN/OPM ,” tandas Polda kepada wartawan, di Jayapura.

Kapolda Papua Irjen Pol Bekto Suprapto selain faktor cuaca, geografis Puncak Jaya yang merupakan daerah Pegunungan semakin menyulitkan belasan ribu pasukan TNI/Polri saja tidak cukup. Maka, kami akan terus menambah pasukan di sana,” ucap mantan Kapolda Sulut itu.***
Selengkapnya...

Jumat, Mei 21, 2010

Front Pepera Desak Polisi Bentuk Tim Pencari Fakta Kasus Tingginambut

Front Pepera mendesak kepolisian membentuk tim khusus pencari fakta kasus Tingginambut, di Kabupaten Puncak Jaya, Papua.

Desakan Front Pepera datang pasca dimuatnya sejumlah pernyataan Kabid Humas Polda Papua, Kombes Agus Rianto di media lokal tanggal 19 Maret yang menyebutkan ‘Situasi Puncak Jaya telah Kondusif’.

Selpius Bobi, Ketua Front Pepera dalam keterangan persnya di Abepura mengatakan, pernyataan Rianto merupakan sebuah pembohongan publik yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya.

“Pasca tewasnya dua karyawan PT Modern hingga tertembaknya Werius Telengen yang di duga GPK, kondisi masyarakat di Tingginambut masih tertekan,” ujarnya, Kamis.

Lanjut Bobi, untuk mengungkap bagaimana situasi dan kondisi masyarakat sipil di Tingginambut, pihaknya meminta semua elemen turut menekan kepolisian membentuk tim pencari fakta menyelidiki situasi di wilayah pegunungan itu.

“Kalau hanya sepihak saja tentu kebenarannya akan sulit dipercaya,” katanya.

Bobi berharap, tim pencari fakta nantinya harus pula melibatkan LSM, DPRP, Tokoh Pemuda dan masyarakat di Tingginambut.
--------------
Sumber:Tabloidjubi.com
Selengkapnya...

Gubernur Papua: Migrasi ke Papua Tertinggi di Dunia

Gubernur Provinsi Papua Barnabas Suebu SH, mengungkapkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir arus migran yang masuk ke Provinsi Papua terus meningkat, bahkan peningkatan ini yang tertinggi di dunia.

Pernyataan Barnabas Suebu SH ini dilontarkan di kantor Gubernur belum lama ini, menyikapi sikap DPRP serta arus demonstrasi yang menentang penghidupan kembali transmigrasi ke Papua. “Yang datang ke Kota Jayapura menurut data statistic adalah pertambahan penduduk lima persen pertahun dan lima persen kenaikan penduduk ini adalah yang tertinggi di dunia,” jelas Gubernur.

Menurut Gubernur kenaikan pertambahan penduduk atau migran bagi setiap bangsa menurut perhitungan dunia adalah dua persen per tahun, namun yang terjadi di Papua adalah yang terbesar dan ini harus dikontrol. “Harus mendapatkan perhatian kita bersama untuk kita harus menyusun satu Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) untuk mengendalikan arus migrasi ini,” tegas Gubernur.

Memang katanya, arus migran ke Papua ini tidak bisa dilarang, namun pemerintah daerah juga mempunyai kewenangan yang besar untuk melakukan pengontrolan dan pengawasan terhadap pertambahan penduduk yang masuk ke satu daerah.

“mengontrol dan mengawasi, kalau orang dari luar datang cara kontrolnya bagaimana? dia harus daftarkan nama, datang dengan tujuan apa, sudah bekerja atau belum, karena kalau datang untuk mencari pekerjaan maka ini menambah pengangguran di Papua yang berdampak pada beban keuangan yang semakin besar,” sebut Gubernur.

“Kalau dia tidak ada rumah, tidak ada pekerjaan maka orang baru itu merupakan tambahan pengangguran berarti tambahan beban, penduduk bisa kita kendalikan dengan cara mengotrol seperti itu,” sambung Gubernur.

Karena pertambahan penduduk, lanjut Gubernur, yang cepat maka pada waktu yang sama jumlah penduduk naik tinggi secara keseluruhan tetapi jumlah penduduk asli akan turun, nah hal ini akan berpengaruh pada pemilihan-pemilihan kepala daerah atau wakil kepala daerah, anggota legislative di provinsi Papua karena pemilihan dilakukan secara langsung dengan begitu ketikan jumlah penduduk asli semakin turun.

“Sampai kapanpun suara dari penduduk asli akan menjadi minoritas, suara pemilih makin turun, orang asli tidak akan punya kesempatan untuk duduk di jabatan-jabatan seperti itu, karena menjadi minoritas,” ungkap Gubernur.

Oleh karena itu, singgung Gubernur, SK MRP NO 14 tahun 2009 memberikan jaminan kepada orang Papua sampai kapanpun walaupun nanti menjadi minoritas di atas tanahnya sendiri namun tetap bisa menjadi pemimpin. “sekarang total penduduk Papua adalah dua juta lebih, kapan menjadi 10 juta dan 30 juta, maka jaminan lewat SK MRP No 14 tahun 2009 ini bisa memproteksi itu,” tandas Gubernur.

-----------------
Sumber: http://bintangpapua.com/








































































Selengkapnya...

Rabu, Mei 19, 2010

Dearah Operasi Militer (DOM) Diterapkan di Puncak Jaya, Penduduk Diungsikan

Permintaan Bupati Puncak Jaya, serta ketua Dewan Puncak Jaya kepada Gubernur, Pangdam, serta ke Pemerintah Puasat untuk menjadikan Puncak Jaya sebagai Derah Operasi Militer (DOM) akhirnya dikabulkan oleh TNI/POLRI. Menurut info yang kami terima dari orang terpercaya di PEMKAB Puncak Jaya bahwa operasi besar-besaran akan dilakukan 17 Juni 2010. Persiapan dilakukan dari 4 titik (Empat Kabupaten) untuk pendropan pasukan TNI/POLRI, dari arah Tolikara, Puncak Jaya, Ilaga ( Kab. Puncak).

Warga mengatakan Anggaran yang dianggarkan dari dana Rakyat/ OTONOMI Khusus sebesar Rp100 milyar. Semua rakyat di sekitar Tingginambut dan Pilia, Monia diungsikan ke kampung-kampung yang jauh dari daerah yang ditargetkan menjai Daerah Operasi Militer (DOM).

Sebagian dari mereka memilih untuk mengungsi ke Wamena, ada ke Puncak Jaya, ada yang ke Tolikara. Operasi akan dijalankan jika ada komando bergerak dari Kapolda Papua dan Pangdam Papua, sedangkan komando untuk pendropan pasukan serta alat perang sudah dilakukan minggu ini. Pendropan pasukan membuat rakyat di 4 Kabupaten panik karena trauma dengan perlakuan TNI/POLRI di dalam operasi-operasi sebelumnya.

Goliat Tabuni, Gen. TRWP menyatakan siap untuk berperang, namun ia masih mengadakan perhitungan karena mereka kekurangan amunisi. ***
Selengkapnya...

Massa FORDEM Tidur di DPRP

Gubernur Hanya Banyak Bicara

Ribuan massa yang tergabung dalam Forum Demokrasi Rakyat Papua Bersatu (FORDEM) menduduki kantor Gubernur Papua dan menduduki dan bermalam Gedung DPR Papua. Masa FORDEM yang dipimpin Salmon Maurits Yumame, Pdt. Dr. Beny Giay, Frederika Korain serta Pdt Jhon Baransano itu mengawali aksi long marc dari Gerbang Uncen Waena sejak pukul 10.00 WP dan tiba di Kantor Gubernur Papua pukul 16.30 WP.

Sebelumnya masa FORDEM telah mendatangi MRP dan DPRP, guna memberikan dukungan politik terhadap dua lembaga tersebut. Massa yang datang dengan berjalan kaki itu,langsung disambut Plt Sekda Papua Drs. Ibrahim Elia Loupatty MM didampingi kepala Kesbangpol dan Linmas Setda Provinsi Papua Washinton Turnip.

Dalam penyampaian aspirasi berupa rekomendasi yang dibacakan Salmon Maurits Yumame, FORDEM dengan tegas meminta kepada Gubernur Provinsi Papua agar dalam waktu singkat penundaan 60 hari pemilukada di Tanah Papua harus sudah bisa menghasilkan Perdasus yang mengakomodir SK MRP No 14 tahun 2009 tentang kepala daerah dan wakil kepala daerah harus orang asli Papua.
Selengkapnya...

Moncong Senjata Tak Bisa Membunuh Idealisme Papua

Penembakan warga sipil oleh gabungan aparat Keamanan di Kabupaten Puncak Jaya, tidak akan membunuh idelisme dan nasionalis Papua. Penilaian itu seperti dilontarkan, Duma Socratez Sofyan Yoman menanggapi adanya penembakan seorang warga yang dianggap OPM di Puncak Jaya.

Socratez yang selalu hadir dengan kritikan pedas kepada pemerintah Indonesia ini, kepada Media ini melalui pres realisnya yang diterima malam kemarin, mengatakan pihaknya sangat prihatin dan menyesalkan sikap aparat keamanan yang menewaskan umat Tuhan dengan diembeli stigma OPM di Puncak Jaya.

“Label terhadap rakyat itu adalah cara lama yang sudah tidak relevan lagi di era sekarang. Bukan saatnya lagi otot dan moncong senjata berbunyi tapi otak hati dan mulut yang berbicara demi kemanusian, keadilan, hak asasi manusia dan kesetaraan,” saran Pendeta yang sering disebut sebagai pendeta separatis ini. Cara-cara aparat keamanan seperti ini, ragu Socratez, tidak akan mampu untuk memberikan jaminan bahwa keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini bisa terjaga dengan baik akan tetapi justru sebaga senjata yang kuat untuk memecahkan NKRI.

“Tidak harus dengan cara membunuh dan menumpahkan darah umat Tuhan, sudah bukan masanya lagi,” singgung Socratez. Socratez mengingatkan pihak-pihak terutama pihak keamanan yang selama ini ada di Tanah Papua untuk tidak terpesona dengan keberhasilan-keberhasilan menumpas keinginan masyarakat Papua yang notabene sejak integrasi sudah menginginkan terlepas dari NKRI.

“Perlu diingat dan jangan lupa ialah manusia Papua dibunuh terus tetapi ideology dan nasionalisme tetap hidup selamanya,” ungkapnya. Aparat keamanan, sebutnya, harus menghentikan kekerasan dan kekejaman yang berlangsung hamper 45 tahun di atas tanah Papua. Karena pendekatan kekerasan keamanan tidak menyelesaikan masalah tapi justru melahirkan masalah baru yang lebi berat. “Saatnya solusi damai yang ditempuh untuk menyelesaikan masalah Papua dan mengakhiri kekerasan di atas tanah Papua,” tutup Socratez.***

Selengkapnya...

----------------------------------------------------------------------------------------
Perjuangan pembebasan nasional Papua Barat bukan perjuangan melawan orang luar Papua (Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Ambon dan lainnya) tetapi perjuangan melawan ketidakadilan dan pengakuan akan KEMANUSIAANNYA MANUSIA PAPUA BARAT DI ATAS TANAH LELUHURNYA.Jadi, Merdeka bagi orang Papua adalah HARFA DIRI BANGSA PAPUA BARAT!