IDENTITAS LENGKAP KORBAN
NAMA LENGKAP : RICKYABRAHAM ZONGGONAU
UMUR : 22 tahun
TTL : Wadio,23 Setember 1988
ALAMAT : AIKAI ENAROTALI KABUPATEN PANIAI
PEKERJAAN : Mahasiswa AKPER Kab. Paniai
kronologinya: Pada hari jum’at tanggal, 15-10-2010 jam, 09 malam. Rikcy bersama dengan empat temannya bercanda gurau didepan gudang generator PLN Kabupaten paniai lewat beberapa menit kemudian ada dua motor datang menghampiri mereka, yang naik motor ada empat orang. Empat orang tersebut adalah Anggota TIMSUS TNI 753 yang bertugas di Paniai.
"ada saat empat orang itu datang kami tinggal saja begini tiba-tiba mereka langsung koken senjata ( siap tembak) kami empat orang lari tapi kami punya teman ini tidak lari dia tinggal disitu saja jadi waktu itu kami tidak tau sama sekali kalau nanti jadi begini karena kami tidak punya masalah dan pada waktu keempat temannya melarikan diri ricky sendiri saja yang berhadapan dengan keempat orang yang berstatus anggota TNI, dan seterusnya apa yang terjadi pada malam itu keempat temannya tidak tau.
Namun ada saksi lain yang mengatakan bahwa "pada saat itu saya lewat disitu pakai motor kemudian saya lihat ada orang terbaring di kebun disamping rumah bapak SINAGA yang jarak dari gudang PLN kira-kira 25 meter posisinya bersebelahan jalan.
"Saya lihat begini itu saya punya teman namanya Ricky Zonggonau posisisnya kepalah masuk dilumpur, kedua tangannya di belakang dan kakinya diatas rumput-rumput saya mau turun angkat tetapi disitu ada orang sembunyi sambil tunduk-tunduk tapi saya lihat itu jelas ada orang yang ada perhatikan saya dari rumput-rumput dan saya kasitinggal baru saya pergi cari teman-teman untuk anggkat Ricky untuk bawah pulang, kemudian saya dengan teman-teman datang di tempat itu tetapi Teman Ricky tidak ada disitu jadi kami pikir Ricky sudah pulang ke AIKAI karena besok pagi dia ada praktek di RSUD madi jadi kami tidak cari dia" ungkap JT.
Keluarganya sudah mencari kemana-mana bahkan ke kepolisian namun jawabanya adalah Ricky menghilang disaat itu dan pelakunya jelas adalah TIMSUS TNI 753, dan ditempat kejadian.
"kami bersama kepolisian menemukan ada bukti bekas sepatu laras dan tempat korban terbaring pertama kali namun jazadnya tidak ditemukan" sambung JT.
Saat ini kepolisian stempat memanggil semua saksi yang menyaksikan kejadian pada malam itu untuk dimintai keterangan secara jelas. Sampai saat ini pas satu minggu Ricky Zonggonau belum kembali kerumah apalagi kekampus atau pergi ke RSUD, bagai ditelan bumi. [R0n]****
Selengkapnya...
Sabtu, Oktober 23, 2010
SEORANG MAHASISWA PAPUA DIKABARKAN HILANG TERBUNUH
Hip Hop Perlawanan demi Papua Merdeka
Perjuangan menuju Papua merdeka dari Indonesia tidak hanya digelar lewat senjata dan diplomasi, tetapi juga lagu.
Sebagaimana video kekerasan aparat terhadap rakyat Papua yang mencoreng reputasi Indonesia, lagu perjuangan dari Papua kali ini juga disebarkan melalui situs YouTube.
Lagu dalam video berdurasi 2,53 menit itu diberi keterangan sebagai "The Sound of Freedom from the next generation of West Papua.!!! Papua merdeka.!!!!"
Ilustrasi visualnya berupa foto seputar seremoni gerakan Papua merdeka, tetapi juga ada yang ironis. Lirik dalam lagu yang dikemas beraliran hip hop itu mengutuk bukan saja Indonesia, melainkan juga Belanda dan Amerika Serikat.
"(XXXX- diedit) Indonesia sama saja dengan Pemerintah Belanda. Torang dua mau diam-diam bunuh saya," demikian bunyinya. Torang adalah kependekan "kita orang" dalam dialek Papua.
Amerika Serikat dikutuk karena perannya dalam menjembatani sengketa antara Indonesia versus Belanda dalam memperebutkan Papua barat. "Amerika, Belanda, Indonesia. Kamu dulu jual torang, ya? 15 Augustus 62, ya? Di New York, heh?" demikian olok-olok di lagu itu.
Tanggal 15 Augustus 1962 merujuk pada perundingan di New York yang menyepakati penyerahan Papua Barat oleh Belanda kepada Indonesia, dengan beberapa persyaratan. Perundingan itu dikutuk separatis Papua karena tidak melibatkan wakil Papua sama sekali.
Tetapi ada ironi di ilustrasi video itu. Meski mengutuk Belanda, mereka juga merengek minta perhatian Kerajaan Belanda.
Pada video lagu itu ditampilkan poster bertuliskan, "Why are you SILENT about Indonesian GENOCIDE in WEST PAPUA?" Lantas, dilengkapi pula dengan foto jajaran kursi di gedung parlemen Belanda.
Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2010/10/23/04254293/Hip.Hop.Perlawanan.demi.Papua.Merdeka-14
Selengkapnya...
Selasa, Oktober 19, 2010
Pemerintah Didesak Usut Video Kekerasan Oknum TNI
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) berharap pemerintah segera mengusut kebenaran video kekerasan oleh aparat TNI pada warga Papua, yang beredar di situs youtube. “Nggak bisa hanya dijawab kalau video itu palsu,” kata Koordinator Kontras Haris Azhar saat dihubungi, Senin (18/10).
Menurut Haris, jawaban yang menyatakan video tersebut palsu, tidak bisa menjawab kecemasan masyarakat akan adanya kemungkinan aparat melakukan kekerasan di daerah yang mereka jaga. “Karena keberadaan video itu sudah sangat mengejutkan masyarakat,” ujarnya.
Kontras menilai, adegan demi adegan dalam video tersebut sangat keji dan biadab, tak peduli siapa pun yang melakukannya. “Itulah kenapa pemerintah penting untuk segera mencari tahu kebenarannya. Siapa yang sebenarnya ada di video itu,” cetus Haris.
Dengan menelusuri kebenaran video, jelasnya, pemerintah akan bisa mencegah menipisnya kepercayaan publik pada aparat. “Karena kita tahu, video kekerasan oleh oknum ini kan bukan pertama kalinya.”
Sampai sekarang, Kontras belum mau menebak-nebak, apakah pelaku kekerasan dalam video tersebut benar-benar oknum TNI ataukah bukan. “Kami nggak bisa memastikan. Tapi memang yang ada di video pelakunya memakai atribut militer. Memang itu bisa dibeli. Tapi kalau dari logatnya, kami menangkap itu bukan logat penduduk setempat,” kata Haris.
Haris menjelaskan, memang ada kemungkinan terjadi kekerasan oleh oknum aparat di Papua. Ia berasumsi, semakin “tertutup” sebuah daerah oleh penjagaan aparat, maka hak jaminan kebebasan warga setempat akan semakin menipis.
Sumber:http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/10/18/brk,20101018-285592,id.html
Selengkapnya...
Menurut Haris, jawaban yang menyatakan video tersebut palsu, tidak bisa menjawab kecemasan masyarakat akan adanya kemungkinan aparat melakukan kekerasan di daerah yang mereka jaga. “Karena keberadaan video itu sudah sangat mengejutkan masyarakat,” ujarnya.
Kontras menilai, adegan demi adegan dalam video tersebut sangat keji dan biadab, tak peduli siapa pun yang melakukannya. “Itulah kenapa pemerintah penting untuk segera mencari tahu kebenarannya. Siapa yang sebenarnya ada di video itu,” cetus Haris.
Dengan menelusuri kebenaran video, jelasnya, pemerintah akan bisa mencegah menipisnya kepercayaan publik pada aparat. “Karena kita tahu, video kekerasan oleh oknum ini kan bukan pertama kalinya.”
Sampai sekarang, Kontras belum mau menebak-nebak, apakah pelaku kekerasan dalam video tersebut benar-benar oknum TNI ataukah bukan. “Kami nggak bisa memastikan. Tapi memang yang ada di video pelakunya memakai atribut militer. Memang itu bisa dibeli. Tapi kalau dari logatnya, kami menangkap itu bukan logat penduduk setempat,” kata Haris.
Haris menjelaskan, memang ada kemungkinan terjadi kekerasan oleh oknum aparat di Papua. Ia berasumsi, semakin “tertutup” sebuah daerah oleh penjagaan aparat, maka hak jaminan kebebasan warga setempat akan semakin menipis.
Sumber:http://www.tempointeraktif.com/hg/politik/2010/10/18/brk,20101018-285592,id.html
Selengkapnya...
FOR IMMEDIATE RELEASE
PRESS RELEASE
AHRC-PRL-021-2010
INDONESIA: Video of the military torturing indigenous Papuans surfaced
(Hong Kong , October 17, 2010) The Asian Human Rights Commission (AHRC) has received video footage from sources in West Papua, who must remain anonymous for security reasons, showing the torture of indigenous Papuans by the Indonesian military (TNI). The full video can be viewed here. The AHRC has chosen to remove some of the scenes showing the burning of one of the victims’genitals.
The video was recently recorded in the Tingginambut area in West Papua . The current whereabouts of the victims in this video are unknown. The AHRC understands that both incidents in the video involved members of the Indonesian military. The first incident shows uniformed members of the Indonesian army ill-treating indigenous Papuans. The second incident also reportedly involves members of the army committing grave abuses.
"This is only one of numerous cases of torture by the military in Papua that has been reported to us," explained Wong Kai Shing, Executive Director of the AHRC. "The Indonesian government must adopt a zero-tolerance policy concerning torture, as recommended by the United Nations (UN) Special Rapporteur on torture and other cruel, inhuman or degrading treatment or punishment, Dr. Manfred Nowak" he continued.
Indonesia ratified the UN Convention Against Torture in 1998, but acts of torture continue to go unpunished. As a result, torture is in fact encouraged as a mean of interrogation and intimidation by the police and the military.
The military enjoys special immunity, since its members cannot be held accountable in civilian courts. Military courts are known to give at best only lenient punishments for serious human rights violations, and often do not punish those thought to be responsible at all.
The Indonesian military regularly runs so-called sweeping operations including the burning of village houses, killing of livestock, arrests and other forms of intimidation in areas where separatists are suspected of being located.
"The people who suffer most from anti-separatist sweeping operations by the military are innocent civilians" Wong Kai Shing reminded. "The Indonesian government has to ensure impartial investigations into the cruel acts of violence portrayed in this video. All perpetrators have to be brought to justice" he said.
The government of Indonesia has deployed a significant military force in Papua, ostensibly to ensure security, but as a result numerous serious human rights violations are being committed. This approach has heightened tensions and has worsened the conflict. Repeated requests by West Papuans for dialogue under international supervision have not yet been answered by Jakarta .
West Papua comprises Indonesia ’s richest provinces in terms of resources, and the autonomy law concerning Papua effectively exists only on paper, as it has not resulted in any decrease in poverty in practice.
The repressive environment in West Papua makes human rights work very difficult for local activists. Foreign journalists and human rights organisations are not given visas to enter the region. The recent killing of a journalist in Merauke, Papua and the indiscriminate shooting at a crowd by the police that resulted in several deaths in Wamena are examples of the serious violations taking place in Papua. Several activists remain imprisoned for having peacefully voiced their political views.
It is imperative that the Indonesian government strongly condemn all acts of torture and ensure that those in the military that are responsible for the acts documented in the torture video are brought to justice for their crimes. Crimes by members of the military against civilians must be tried by civilian courts and the law must be reformed in order to ensure this.
Sweeping operations by the military, that involve indiscriminate and excessive use of force and numerous widespread human rights violations, must be halted. Policies and acts of intimidation against human rights defenders must also be put to an end and rights enshrined in the country’s constitution and its obligations under international law must be guaranteed at all times, throughout the country, including in West Papua. Beyond this, the Indonesian government should ensure that the Anti Corruption Commission (KPK) is fighting corruption in the public service effectively in Papua as a priority, in order to combat the rampant disappearance of autonomy fund budgets, in order to enable development and the improvement of life for all in West Papua .
For more information, please contact:
Wong Kai Shing, Executive Director, Hong Kong , +852 26986339
# # #
About AHRC: The Asian Human Rights Commission is a regional non-governmental organisation monitoring and lobbying human rights issues in Asia . The Hong Kong-based group was founded in 1984. Posted on 2010-10-17
http://humanrights.asia/news/press-releases/AHRC-PRL-021-2010
Selengkapnya...
Video Shows Papuans Being Tortured
westpapuamedia.info worked closely with SMH to break this story – it was released early after Papuan people released the footage on YouTube. As predicted, YouTube had removed this footage completely due to the depiction of actual sexual torture by Indonesian security forces. westpapuamedia.info is displaying the full unedited footage in the public interest.
‘‘Get a fire’’ … video posted on YouTube shows two Papuan men being tortured by apparent members of the Indonesian security services. One has a smouldering stick applied to his genitals.
A graphic and disturbing video shows a Papuan man being poked in the genitals with a fiery stick as he is interrogated by a group of men who appear to be members of Indonesia’s security services.
The video has come to light as the Indonesian government faces continuing criticism about abuses by its security forces in Papua, scene of a long simmering separatist struggle.
The Papuan man, stripped naked, bound and with one of the interrogators placing his foot on his chest, is being asked about the location of a cache of weapons. After he tells his interrogators it has been hidden in a pigpen, one of them screams at him: ”You cheat, you cheat.”
Another interrogator then yells ”get a fire, get a fire” before a colleague administers the torture with a stick that has been burnt in a fire and is smouldering. The man screams in agony, and does so again when the treatment is repeated.
The video appears to have been taken with a mobile phone by one of the interrogators, who speak Indonesian with Javanese and Ambonese accents and wear plain clothes.
While it is common for Indonesian police and military personnel to wear civilian clothing, it is impossible to verify those in the video are members of the security services.
But the nature of the interrogation suggests professionals are at work, as does a later incident shown on the 10-minute video when an M-16 rifle is pointed at the man’s mouth.
”So you want me to shoot your mouth? So your mouth breaks?” the interrogator shouts.
The emergence of the video – it was posted on YouTube three days ago by someone using the moniker papualiberationarmy and obtained independently by the Herald - will do nothing to lessen criticism of abuses by security forces in Papua.
”We have been living under Indonesia for almost 48 years,” said Victor Kogoya, a member of the central committee of the Aliansi Mahasiswa Papua, a Papuan student group. ”For all this time, we have never felt calm, never peace. Why? Because ever since the security state has been chasing us, arresting us, killing, terror and intimidation.”
Although Jakarta made an autonomy deal with the province almost 10 years ago, its indigenous Melanesian people remain the country’s poorest while migrants flood into the resource-rich area and dominate business and paid employment, further marginalising the Papuans.
There have been repeated reports of abuses by the military and police, but foreign journalists are banned from entering Papua without special permission, while non-government groups, including the International Committee of the Red Cross, have been told to leave in the past year.
Two Papuan victims are recorded in the video – one naked and being burned, while the other is clothed and has a large knife placed under his nose as he is being questioned by the men. At one point, one of the interrogators says: ”I’ll cut your throat.”
The footage is graphic, with the men hit and threatened throughout the interrogation.
The victims speak in the Papuan dialect Lani, strongly suggesting the video was filmed in Puncak Jaya, a regency in Papua’s highlands where a unit of the armed Free Papua Movement commanded by Goliath Tabuni has been staging sporadic attacks on Indonesian police and military posts for the past two years.
Numerous weapons have been stolen in the raids and at least four soldiers and police have been killed in the past two years.
Jakarta has sent members of the national police’s mobile brigade and anti-terrorism unit, Detachment 88, to the region. Both units have been accused of using excessive force.
There have been repeated allegations of security forces making violent sweeps through villages in Puncak Jaya, a region characterised by soaring mountains covered in thick jungle. The military, including its controversial special forces unit Kopassus, also has a strong presence.
Papua, which was formerly known as Dutch New Guinea, was not incorporated into Indonesia when it became a state in 1949. It was held by the Dutch until 1962 when, following Indonesian military incursions into the area, an agreement brokered through the Untied Nations gave Indonesia administrative control of the region pending a referendum.
That ”referendum” involved just 1025 handpicked tribal leaders who unanimously agreed to join Indonesia. The so-called ”Act of Free Choice” has been labelled fraudulent and remains a source of great anger for many indigenous Papuans.
While separatist sentiment remains strong, it has little international support. Australia recognises Indonesia’s sovereignty over the region. The Herald was unable to obtain a response from the Indonesian military or police late yesterday.
Nonton Video Penyiksaan: http://video.ahrchk.net/AHRC-VID-012-2010-Indonesia.html
Sumber:http://www.thejakartaglobe.com/pages/videos/?id=121632
Selengkapnya...
‘‘Get a fire’’ … video posted on YouTube shows two Papuan men being tortured by apparent members of the Indonesian security services. One has a smouldering stick applied to his genitals.
A graphic and disturbing video shows a Papuan man being poked in the genitals with a fiery stick as he is interrogated by a group of men who appear to be members of Indonesia’s security services.
The video has come to light as the Indonesian government faces continuing criticism about abuses by its security forces in Papua, scene of a long simmering separatist struggle.
The Papuan man, stripped naked, bound and with one of the interrogators placing his foot on his chest, is being asked about the location of a cache of weapons. After he tells his interrogators it has been hidden in a pigpen, one of them screams at him: ”You cheat, you cheat.”
Another interrogator then yells ”get a fire, get a fire” before a colleague administers the torture with a stick that has been burnt in a fire and is smouldering. The man screams in agony, and does so again when the treatment is repeated.
The video appears to have been taken with a mobile phone by one of the interrogators, who speak Indonesian with Javanese and Ambonese accents and wear plain clothes.
While it is common for Indonesian police and military personnel to wear civilian clothing, it is impossible to verify those in the video are members of the security services.
But the nature of the interrogation suggests professionals are at work, as does a later incident shown on the 10-minute video when an M-16 rifle is pointed at the man’s mouth.
”So you want me to shoot your mouth? So your mouth breaks?” the interrogator shouts.
The emergence of the video – it was posted on YouTube three days ago by someone using the moniker papualiberationarmy and obtained independently by the Herald - will do nothing to lessen criticism of abuses by security forces in Papua.
”We have been living under Indonesia for almost 48 years,” said Victor Kogoya, a member of the central committee of the Aliansi Mahasiswa Papua, a Papuan student group. ”For all this time, we have never felt calm, never peace. Why? Because ever since the security state has been chasing us, arresting us, killing, terror and intimidation.”
Although Jakarta made an autonomy deal with the province almost 10 years ago, its indigenous Melanesian people remain the country’s poorest while migrants flood into the resource-rich area and dominate business and paid employment, further marginalising the Papuans.
There have been repeated reports of abuses by the military and police, but foreign journalists are banned from entering Papua without special permission, while non-government groups, including the International Committee of the Red Cross, have been told to leave in the past year.
Two Papuan victims are recorded in the video – one naked and being burned, while the other is clothed and has a large knife placed under his nose as he is being questioned by the men. At one point, one of the interrogators says: ”I’ll cut your throat.”
The footage is graphic, with the men hit and threatened throughout the interrogation.
The victims speak in the Papuan dialect Lani, strongly suggesting the video was filmed in Puncak Jaya, a regency in Papua’s highlands where a unit of the armed Free Papua Movement commanded by Goliath Tabuni has been staging sporadic attacks on Indonesian police and military posts for the past two years.
Numerous weapons have been stolen in the raids and at least four soldiers and police have been killed in the past two years.
Jakarta has sent members of the national police’s mobile brigade and anti-terrorism unit, Detachment 88, to the region. Both units have been accused of using excessive force.
There have been repeated allegations of security forces making violent sweeps through villages in Puncak Jaya, a region characterised by soaring mountains covered in thick jungle. The military, including its controversial special forces unit Kopassus, also has a strong presence.
Papua, which was formerly known as Dutch New Guinea, was not incorporated into Indonesia when it became a state in 1949. It was held by the Dutch until 1962 when, following Indonesian military incursions into the area, an agreement brokered through the Untied Nations gave Indonesia administrative control of the region pending a referendum.
That ”referendum” involved just 1025 handpicked tribal leaders who unanimously agreed to join Indonesia. The so-called ”Act of Free Choice” has been labelled fraudulent and remains a source of great anger for many indigenous Papuans.
While separatist sentiment remains strong, it has little international support. Australia recognises Indonesia’s sovereignty over the region. The Herald was unable to obtain a response from the Indonesian military or police late yesterday.
Nonton Video Penyiksaan: http://video.ahrchk.net/AHRC-VID-012-2010-Indonesia.html
Sumber:http://www.thejakartaglobe.com/pages/videos/?id=121632
Selengkapnya...
Aksi Pembantain TNI Terhadap Rakyat Papua Terus Berlanjut
Pada 17 Maret 2010 terjadi lagi penyiksaan terhadap 13 warga sipil di Kalome Distrik Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya, Papua Barat.
Malam, tentara Indonesia terus beroperasi dari arah Kalome ke ibu kota Distrik Tingginambut. Di daerah Lumbuk, ada satu rumah honai (rumah tradisional rakyat Papua). Warga yang menginap di rumah itu dikepung oleh militer Indonsia saat mereka tidur. Menurut saksi mata, peristiwa itu terjadi setelah peristiwa penyiksaan dan pembunuhan dua pendeta. Peristiwa itu terjadi di tempat yang sama.
Peristiwa pengepungan ini terus berlanjut dengan penyiksaan terhadap 13 orang hingga pada pukul 5 subu, Kamis, 18 Maret 2010. Penyiksaan yang mereka alami adalah penyiksaan berat dan lebih buruk lebih banyak.
Nama-nama Korban adalah Sbb:
1. Garundinggen Morib 45 Thn
2. Ijokone Tabuni 35 Thn
3. Etiles Tabuni 24
4. Meiles Wonda 30 Tahun
5. Jigunggup Tabuni 46 Thun
6. Nekiler Tabuni 25 Tahun
7. Biru Tabuni 51 Tahun Orang Tua Posisi saat Itu sakit Malaria Parah
8. Tiraik morib 29 Thn
9. Yakiler Wonda 34 Thn
10. Tekius Wonda 20 tahun
11. Neriton Wonda 19 Tahun
12. Yuli Wonda, 23 Tahun
13. Kotoran Tabuni 42 Thn
Selengkapnya...
Malam, tentara Indonesia terus beroperasi dari arah Kalome ke ibu kota Distrik Tingginambut. Di daerah Lumbuk, ada satu rumah honai (rumah tradisional rakyat Papua). Warga yang menginap di rumah itu dikepung oleh militer Indonsia saat mereka tidur. Menurut saksi mata, peristiwa itu terjadi setelah peristiwa penyiksaan dan pembunuhan dua pendeta. Peristiwa itu terjadi di tempat yang sama.
Peristiwa pengepungan ini terus berlanjut dengan penyiksaan terhadap 13 orang hingga pada pukul 5 subu, Kamis, 18 Maret 2010. Penyiksaan yang mereka alami adalah penyiksaan berat dan lebih buruk lebih banyak.
Nama-nama Korban adalah Sbb:
1. Garundinggen Morib 45 Thn
2. Ijokone Tabuni 35 Thn
3. Etiles Tabuni 24
4. Meiles Wonda 30 Tahun
5. Jigunggup Tabuni 46 Thun
6. Nekiler Tabuni 25 Tahun
7. Biru Tabuni 51 Tahun Orang Tua Posisi saat Itu sakit Malaria Parah
8. Tiraik morib 29 Thn
9. Yakiler Wonda 34 Thn
10. Tekius Wonda 20 tahun
11. Neriton Wonda 19 Tahun
12. Yuli Wonda, 23 Tahun
13. Kotoran Tabuni 42 Thn
Selengkapnya...
Kronologi Membunuhan Pdt. Kindeman Gire oleh Tentara Indonesia
Militer Indonesia kembali menyiksa dan menembak mati pendeta Kindeman Gire pada pada Rabu, 17 Maret 2010 (pada pukul 15.00) waktu setempat di Kalome Distrik Tingginambut Kabupaten Puncak Jaya, Papua Barat.
Kindeman adalah seorang hamba Tuhan Gembala Sidang Gereja GIDI Toragi distrik Tingginambut. Satu minggu sebelum pembunuhan korban bersama jemaat mengirim uang lewat Air Gire ke Wamena untuk membelikan bensin 15liter untuk kepentingan bela kayu bangun gereja.
Air Gire mengirim berita kepada korban agar jaga-jaga (tunggu) di jalan karena dia akan mengirimkan besin tersebut lewat kendaraan yang akan lewat agar. “Bensin saya akan titip lewat mobil yang lewat, jadi kamu tunggu mobil yang lewat di jalan. Jangan sampai kelewatan,” kata Air Gire berpesan.
Dalam waktu yang sama seorang Gembala bernama Pitinius Kogoya juga menitipkan sejumlah uang kepada seorang sopir mobil ekstrada (L200) untuk dibelikan minyak goreng di Wamena. Ketika, nanti kembali ke Puncak Jaya agar tolong dibawakan. Kogoya juga jaga dijalan untuk menunggu titipannya yang akan dibawakan dari Wamena oleh seorang sopir bernama Yakop (orang Toraja) yang sudah cukup kenal dengan P. Kogoya.
Dalam waktu yang sama Pdt. Kindeman Gire (korban) lebih awal berada di jalan menunggu kiriman. Ketika itu, Pasukan TNI Yonif 756 dari distrik Ilu lewat dan bertemu dengan korban dan bertanya kepadanya. Pertanyaan-pertanyaan intimindasi bahwa kamu tau Gorobak atau pernah lihat gorobak..? (tidak tahu apa maksudnya arti dari gorobak itu). Lalu korban menjawabnya saya tahu (dengan bahasa Indonesia yang kaku). Lalu kamu tinggal di mana? Saya tinggal di Kalome.
Selanjutnya, tentara membuka Magasen lalu mengeluarkan peluru dan tunjuk dan bertanya kepada korban apakah kamu tau ini...? Apa kamu tau tempat penyimpanan senjata? Apakah kamu ada simpan di rumah ...? Korban senyum campur ketakutan karena ditodong senjata.
Ketika pertanyaan ini terus bertubi-tubi maka muncullah secara tiba-tiba yang menjadi saksi dalam pembunuhan Pdt. Kindeman Gire ini, yakni seorang hamba Tuhan, Pitinius Kogoya. Ternyata dia juga ditangkap oleh kelompok tentara tersebut. “He kamu cari apa? Pitinius Kogoya menjawab: Ah saya ada titip uang sama sopir waktu berangkat ke Wamena untuk belikan minyak goreng jadi saya datang cek mobil yang masuk dari Wamena. Pertanyaan berikut, Apakah kamu tahu peluru..? Apakah kamu tahu senjata..?. Di mana tempat persembunyian OPM? Dia menujukkan tempat di sebelah bukit dan katanya, “Kami biasa mendengar mereka ada di sana. Tapi, kami tidak tahu tempatnya dan belum pernah ketemu mereka”.
Pada saat itu sudah pukul 14.30 WIB waktu setempat. Korban dan saksi dipisahkan. Jarak antara mereka 2 sampai 3 meter lalau menyiksa mereka berdua dalam dua kelompok berbeda sampai jam 17.00 sore. Terlihat buka mereka bengkak dan menghitam.
Pada saat pukul 15.00 sore itulah saksi Pitinius Kogoya didorong oleh anggota Tentara lain berdiri bagian atas posisi ketinggian dan langsung lompat diposisi rendah bagian bawah badan jalan lompat menginjak satu anggota yang berdiri diposisi kemiringan merayap masuk dalam semak-semak dan melarikan diri. Ketika itulah korban atas nama Pdt. Kindeman Gire ditembak dengan Senjata 2 kali. Hingga saat ini jasad korban belum ditemukan.
Video: http://www.facebook.com/profile.php?id=100000117939311&ref=profile&v=info#!/video/video.php?v=139222449458338
Selengkapnya...
Sabtu, Oktober 16, 2010
POLDA SULAWESI UTARA LAKUKAN PENYISIRAN DAN SITA BARANG MILIK MAHASISWA PAPUA
KRONOLOGIS PENYISIRAN DAN PERAMPASAN BARANG
OLEH POLDA SULAWESI UTARA DI MANADO
Gabungan antara Polisi, Satpol PP, Camat dan Lurah, Kepala Kampung melakukan penyisiran di asrama-asrama Mahasiswa Papua Kamasan 5 Manado-di Tondano.
Hari Rabu tanggal 13 Oktober 2010.
Jam : 03.00 sore sampai jam:07.30 Malam WT.
Lokasi Asrama Papua Kamasan 5 TONDANO DI MANADO.
Pelaku:
1. POLDA PROVINSI SULAWESI SULAWESI UTARA,
2. Poldres KAB. MINAHASA,
3. Satpol PP KAB. MINAHASA,
4. Camat Tondano selatan, KAB, MINAHASA
5. Lurah Patar, KAB.MINAHASA
6. Kepala lingkungan semua KAB. MINAHAS.
Motif : tanpa alasan satu pun yang jelas dan tidak ada surat pinyisiran atau pemberitahuan dari atasan mereka.
Semua asrama mahasiswa Papua maupun di kos-kos mahasiswa Papua disisir dan mereja masuk. Tidak ada surat izin dan pemberian kepada mahasiswa. Mereka langsug masuk dan pintu-pintu depan maupun pintu-pintu kamar dirusak dengan didobrak. Mereka juga merampas barang –barang.
Jenis barang yang mereka rampas yaitu:
1. Komputer 3 unit.
2. Laptop 5 unit.
3. Hemphone 8 buah.
4. Surat-surat dan bendera Bintang Kejora 6 buah, termasuk barang berharga lainnya.
5. Enam Pintu kamar dan tiga pintu depan yang rusak total.
Barang-barang tersebut dibawa ke Polda Sulawesi.
Situasi terakhir khususnya mahasiswa Papua mencekam dan rasa trauma.
Demikian laporan ini kami sampaikan kepada teman-teman jaringan maupun orang tua yang ada di tanah air bumi Cenderawasi Papua Barat.
[KITA HARUS MENGAKHIRI]
Selengkapnya...
OLEH POLDA SULAWESI UTARA DI MANADO
Gabungan antara Polisi, Satpol PP, Camat dan Lurah, Kepala Kampung melakukan penyisiran di asrama-asrama Mahasiswa Papua Kamasan 5 Manado-di Tondano.
Hari Rabu tanggal 13 Oktober 2010.
Jam : 03.00 sore sampai jam:07.30 Malam WT.
Lokasi Asrama Papua Kamasan 5 TONDANO DI MANADO.
Pelaku:
1. POLDA PROVINSI SULAWESI SULAWESI UTARA,
2. Poldres KAB. MINAHASA,
3. Satpol PP KAB. MINAHASA,
4. Camat Tondano selatan, KAB, MINAHASA
5. Lurah Patar, KAB.MINAHASA
6. Kepala lingkungan semua KAB. MINAHAS.
Motif : tanpa alasan satu pun yang jelas dan tidak ada surat pinyisiran atau pemberitahuan dari atasan mereka.
Semua asrama mahasiswa Papua maupun di kos-kos mahasiswa Papua disisir dan mereja masuk. Tidak ada surat izin dan pemberian kepada mahasiswa. Mereka langsug masuk dan pintu-pintu depan maupun pintu-pintu kamar dirusak dengan didobrak. Mereka juga merampas barang –barang.
Jenis barang yang mereka rampas yaitu:
1. Komputer 3 unit.
2. Laptop 5 unit.
3. Hemphone 8 buah.
4. Surat-surat dan bendera Bintang Kejora 6 buah, termasuk barang berharga lainnya.
5. Enam Pintu kamar dan tiga pintu depan yang rusak total.
Barang-barang tersebut dibawa ke Polda Sulawesi.
Situasi terakhir khususnya mahasiswa Papua mencekam dan rasa trauma.
Demikian laporan ini kami sampaikan kepada teman-teman jaringan maupun orang tua yang ada di tanah air bumi Cenderawasi Papua Barat.
[KITA HARUS MENGAKHIRI]
Selengkapnya...
Sabtu, Oktober 02, 2010
Sejumlah Menteri Datang di Tanah Papua: Hasil 9 Tahun Otsus, Migrasi Meningkat Signifikan
Tanah Papua—Terkait keinginan dan desakan orang Papua untuk referendum, Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SB) mengutus para menteri selama dua hari (Rabu-Kamis, 28-29/9) di tanah Papua. Rombongan menteri tersebut tiba di Jayapura dengan menggunakan pesawat VIP TNI AU A-73042, Rabu (29/9), pukul 15.00 WIT.
Rombongan menteri yang datang diantaranya 3 menteri coordinator (Menko) Polhukam Djoko Suyanto, Menko Kesra Agung Laksono, dan Menko Perekonomian Hatta RAdjasa, serta Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Dirjen Kesbangpol ahmad Tanribali Lammo, Direktur Otsus DR. Agus Fathoni, Mendiknas M. Nuh, Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu, Menteri Perumahan Rakyat Suharsi Monoarpa, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Kepala Badan Intelijen Negara/ BIN Pol (Pur) Sutanto, serta staf khusus kepresidenan bidang pembangunan dan otonomi daerah Velix Wanggai.
Seperti dilangsir media lokal Papua, Humas Pemerintah Provinsi Papua Henock Puraro saat dihubungi menjelaskan bahwa kedatangan sejumlah menteri dan pejabat tinggi pusat serta menteri tersebut ke Papua dalam rangka melihat dan membicarakan sejumlah persoalan di Papua baik yang menyangkut pembangunan maupun sejumlah persoalan politik yang sedang hangat di Papua.
Dalam laporan pembangunan 9 tahun Otonomi Khusus di Tanah Papua yang disampaikan Gubernur Papua dan Papua Barat pada intinya sama. Tidak ada satu bidang pun yang mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi baik di provinsi Papua dan Papua Barat adalah meningkatnya kaum migran (Jawa, Toraja, Batak, Ambon, dan lainnya) secara drastis di tanah Papua. Dalam laporannya, Gubernur mengatakan, saat ini jumlah pendatang telah melebihi jumlah penduduk asli di Papua.
Dalam komentarnya yang dilangsir PapuaTV, Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu mengatakan, di bidang kesehatan tidak terjadi perubahan sama sekali baik dari sisi kualitas maupun secara kuantitas. Hal senada juga dikatakan Menko Perekonomian Hatta Radjasa di bidang ekonomi. Katanya, selama 9 tahun justru membuat orang asli Papua tersingkir. ***
Selengkapnya...
Rombongan menteri yang datang diantaranya 3 menteri coordinator (Menko) Polhukam Djoko Suyanto, Menko Kesra Agung Laksono, dan Menko Perekonomian Hatta RAdjasa, serta Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Dirjen Kesbangpol ahmad Tanribali Lammo, Direktur Otsus DR. Agus Fathoni, Mendiknas M. Nuh, Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu, Menteri Perumahan Rakyat Suharsi Monoarpa, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Kepala Badan Intelijen Negara/ BIN Pol (Pur) Sutanto, serta staf khusus kepresidenan bidang pembangunan dan otonomi daerah Velix Wanggai.
Seperti dilangsir media lokal Papua, Humas Pemerintah Provinsi Papua Henock Puraro saat dihubungi menjelaskan bahwa kedatangan sejumlah menteri dan pejabat tinggi pusat serta menteri tersebut ke Papua dalam rangka melihat dan membicarakan sejumlah persoalan di Papua baik yang menyangkut pembangunan maupun sejumlah persoalan politik yang sedang hangat di Papua.
Dalam laporan pembangunan 9 tahun Otonomi Khusus di Tanah Papua yang disampaikan Gubernur Papua dan Papua Barat pada intinya sama. Tidak ada satu bidang pun yang mengalami peningkatan. Peningkatan yang terjadi baik di provinsi Papua dan Papua Barat adalah meningkatnya kaum migran (Jawa, Toraja, Batak, Ambon, dan lainnya) secara drastis di tanah Papua. Dalam laporannya, Gubernur mengatakan, saat ini jumlah pendatang telah melebihi jumlah penduduk asli di Papua.
Dalam komentarnya yang dilangsir PapuaTV, Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu mengatakan, di bidang kesehatan tidak terjadi perubahan sama sekali baik dari sisi kualitas maupun secara kuantitas. Hal senada juga dikatakan Menko Perekonomian Hatta Radjasa di bidang ekonomi. Katanya, selama 9 tahun justru membuat orang asli Papua tersingkir. ***
Selengkapnya...
----------------------------------------------------------------------------------------
Perjuangan pembebasan nasional Papua Barat bukan perjuangan melawan orang luar Papua (Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Ambon dan lainnya) tetapi perjuangan melawan ketidakadilan dan pengakuan akan KEMANUSIAANNYA MANUSIA PAPUA BARAT DI ATAS TANAH LELUHURNYA.Jadi, Merdeka bagi orang Papua adalah HARFA DIRI BANGSA PAPUA BARAT!
Perjuangan pembebasan nasional Papua Barat bukan perjuangan melawan orang luar Papua (Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Ambon dan lainnya) tetapi perjuangan melawan ketidakadilan dan pengakuan akan KEMANUSIAANNYA MANUSIA PAPUA BARAT DI ATAS TANAH LELUHURNYA.Jadi, Merdeka bagi orang Papua adalah HARFA DIRI BANGSA PAPUA BARAT!