... Menulis tentang apa yang saya saksikan dengan MATA, HATI, dan PIKIRAN ke-MELANESIA-an saya di West Papua sebelum menerima salah satu bagian dari hidup yang mutlak, yakni KEMATIAN...

Minggu, Mei 15, 2011

Tragedi Rahasia di Degeuwo West Papua

Nabire—Tahun 2003 ke bawah, Degeuwo adalah sebuah wilayah yang tidak dikenal orang. Daerah yang terisolasi, tanah kermat yang paling menakutkan bagi warga di luar Degeuwo di sekitar Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, dan Kabupaten Dogiyai. Namun, ketika seorang petani mendapat butiran-butiran emas saat mencabut tanaman kacang tanah miliknya pada 2003, daerah itu berubah wajah.

Selama 1 tahun (2003-2004), warga setempat mendulang secara tradisional, tanpa orang luar. Selanjutnya, sejak tahun 2004 akhir, berita tentang biji-biji emas di tanah keramat itu mulai menyebar luas. Orang dari sejumlah pelosok di seluruh tanah air Indonesia datang dan mulai mendirikan tenda di kawasan itu (mulai mendirikan kios, kafe, dan karaoke). Degeuwo seketika menjadi kota besar.

Lokasi penambangan tradisional Degeuwo sebagian besar termasuk dalam wilayah administrasi Distrik Bogobaida, Kabupaten Paniai. Lokasi penambangan ini berada tepat di pinggiran Sungai Degeuwo, maka disebut penambangan emas Degeuwo. Untuk menuju Degeuwo, harus menggunakan helikopter dari Nabire. Kini, lapangan terbang milik swasta telah dibangun di sana. Jalan kaki dari Enarotali, Paniai ditempuh dalam waktu 4-5 hari untuk menuju ke tempat pendulangan.


Tidak Hanya Dulang

Magaibo (45), warga Degeiwo beberapa pekan lalu di Nabire bercerita, selain menambang, banyak pendatang datang tidak hanya untuk dulang. Ada yang usaha biliar. Lalu, di biliar itu banyak perempuan. Banyak orang di biliar itu. Ada juga karaoke.

Ketua Aliansi Intelektual Suku Wolani dan Moni (AISWM), Thobias Bagubau di Nabire mengatakan, dari hasil kunjungannya di Degeuwo tercatat bahwa 27 kafe, 24 tempat biliar, 20 rumah pekerja seks komersial, kios pengusaha illegal 70 lebih, tempat jual minuman keras banyak. Dia juga mengatakan, di sana terdapat juga sarana TNI dan Brimob. “Ini bahaya sekali,” katanya.

Ketua Dewan Adat Paniai, John Gobay mengatakan, perlahan-lahan persoalan sosial muncul. Ada pula perempuan yang dibawa ke wilayah operasi tambang itu dan menjadi pelacur. Dampak pelacuran, meski tersembunyi, kian marak dan penyebaran virus HIV dan AIDS terus merebak. Minuman keras dan hutan di sekitar wilayah penambangan rusak.

Melihat kondisi Degeuwo itu, berbagai pihak mengecam pengusaha tambang emas di Degeuwo. Pengusaha mendatangkan pekerja seks komersial di lokasi pertambangan dan memicu penularan HIV dan AIDS. Banyak pihak menilai, pengusaha di Degeuwo membuat rakyat menderita bukan hanya karena tanah adat diambil tanpa membayar tetapi juga karena miras dan penyakit. Sementara hutan juga hancur.

Data yang dihimpun Tabloid Suara Perempuan Papua menunjukkan bahwa pengusaha telah mendatangkan 430 PSK ke Degeuwo. Pekerja seks komersial ditempatkan di sejumlah rumah bordir di sekitar pertambangan. Dinilai, PSK didatangkan oleh pengusaha dan di-back up oleh aparat.

Harga barang di sana sangat mahal. “Mereka anggap semua orang di sini dulang. Padahal ada warga yang tidak dulang. Para pendatang kuasai pasar. Kami tidak bisa apa-apa. Mereka mendirikan kios-kios dengan harga barang di atas kewajaran. Beras satu kilo mereka jual dengan harga Rp50.000. Silet merk tatra 1 buah dijual dengan harga Rp10.000;. Harga sangat mahal. Kami setengah mati,” kata Magaibo bersaksi.


Salah satu warga, Stef (29) di Paniai (Senin, 11/8) mengelukan soal ratusan wanita penghibur yang didatangkan dari Jawa dan Sulawesi. Pengusaha datangkan Wanita Pekerja Seks Liar (WPSL) di sana. “Perempuan banyak,. Di sana terdapat ratusan tempat hiburan. Kafe, karaoke dan biliar yang disediakan juga minuman keras dan pelayannya adalah para wanita.

“Saya lihat, banyak warga lokal yang masuk di bar-bar. Mereka jajan di sana (berhubungan seks:red). Masuk di bar itukan stor emas. Kita bisa stor 2 gram sekali grak, hehe… Padahal, 2 gram itu kita dapat dengan stengah mati bru,” kata Stef.

Soal minuman keras, John NR Gobay mengatakan, peredaran minuman beralkohol yang dikirim dari Nabire dengan menggunakan jasa Helikopter makin meresahkan warga setempat. Minuman keras (miras) juga ikut memicu keributan dan dampak sosial lainnya. Ia menuding, miras merupakan rejeki bagi oknum aparat kepolisian, baik di KP3 Udara (Polsek Bandara Nabire) maupun di lokasi pendulangan. Setiap ada pemasokan miras, ada setoran Rp 500.000/karton.

Terkait miras dan WPSL, Ketua DAP Wilayah Meepago, Benny Edoway mempertanyakan kunjungan DPRP pada Desember 2009. “DPRP sudah turum pada Desember 2009. Saat itu kami sudah beri laporan tetapi tidak ada reaksi. Kami mau, pemerintah stop pendulangan. Bubarkan semua orang di Degeuwo. Kami mau tenang di tanah kami. Kami lihat semua kacau balau. Kami terancam habis di atas kekayaan kami. Pemerintah provinsi tolong buka mata,“katanya.
Sisakan Bahaya Merkuri

Hal lain yang dikeluhkan Stef (29) yang baru saja tiba di kota Enarotali (Senin, 11/8) dari tempat pendulangan adalah penggunaan air raksa atau merkuri (Hg) untuk memisahkan emas dan kotoran lain di tempat pendulangan.

Katanya, dulu, saat belum ada orang luar, warga mendulang tanpa menggunakan alat apa pun. Warga dulang secara manual tanpa mesin dan bahan kimia. Tetapi, kedatangan orang-orang luar Papua membawa juga mesin dan bahan kimia pemisah emas, merkuri. “Kami merasa kalah saing dengan mereka yang datang dari luar. Lalu, sebagai gantinya kami memilih menggunakan air raksa atau merkuri. Itu pun kalau ke kota dan beli,” katanya.

Bahan berbahaya itu digunakan untuk mengikat emas dalam bentuk amalgam. Emas kemudian dibebaskan lagi dengan menguapkan merkuri melalui cara pemanasan. “Harga merkuri memang mahal, namun lebih cepat. Satu ember pasir bercampur emas jika didulang dengan lenggangan butuh waktu berhari-hari, namun jika menggunakan satu ons merkuri seharga Rp300.000 hanya butuh waktu satu jam,” kata Stef.

“Dengan cara ini, lumayan cepat dan ada hasil. Tetapi, saya baru tahu kalau bahan itu berbahaya untuk manusia dan alam. Saya jadi tahu bahwa ternyata penambangan emas di Degeuwo itu telah menjadi sumber pencemaran merkuri,” kata lelaki beranak satu itu.

Jhon NR. Gobay telah lama berteriak soal merkuri dan soal lain di Degeuwo. Dikeluhkan, merkuri telah mencemari kali-kali yang menjadi sumber mata air warga di sana (warga setempat). Ketua Dewan Adat Wilayah Meepago, Benny Edoway juga berkomentar soal bahaya merkuri.

“Warga pendulang emas di degeuwo harus meminum air yang tercemar merkuri itu karena tidak ada pilihan lain. Dewan Adat tahu kalau air yang tercemar merkuri itu berbahaya dikonsumsi, tetapi masalahnya kali-kali itu telah menjadi mata air warga di sana untuk konsumsi sehari-hari. Kami tidak tahu berapa kadar merkurinya, tetapi kami yakin air minum dan juga ikan-ikan yang biasa dimakan warga telah tercemar merkuri," kata Edoway.

Benny Edoway membantah pernyataan Kepala Kepolisian Papua Bekto Suprapto yang mengatakan, aktivitas penambangan emas di Paniai dan Nabire tidak mencemari lingkungan seperti yang dilangsir KBR68H Jakarta, 24 Februari 2010 lalu. “Dia hanya lihat-lihat dari helicopter lalu mengatakan pendulang tidak memakai mercuri. Padahal kenyataannya, pendulang pakai merkuri,” kata Benny.

Sebelumnya Solidaritas Penyelamatan Tanah, Hutan dan Orang Asli Papua (Setahap) dan Dewan Adat Paniai meminta Pemerintah Daerah Papua segera menutup penambangan emas liar Paniai. Alasannya, selain tidak punya izin, Sungai Degeuwo menjadi tercemar dengan merkuri dan arsenic gara-gara aktivitas itu. Tanah yang dulu subur kini menjadi tandus dan gersang. John Gobay juga meminta aktivitas 50-an pendulang emas liar dihentikan. “Pinggiran sungai sudah terkikis akibat alat berat yang digunakan para pendulang ,” katanya.

Gobay juga menuturkan, aktifitas penambangan emas liar yang sudah berlangsung sejak 2002 telah mengabaikan hak-hak masyarakat adat, misalnya hak atas tanahnya dan juga pengabaian atas pembagian kompensasi hasil pendulangan emas.

Direktur Yayasan Pengembangan Kesejahteraan Masyarakat (Yapkema), Hanok Pigai, S.E., di Nabire mengatakan, belasan sungai di Degeuwo telah tercemar merkuri, dan rata-rata telah melampaui ambang batas. Di setiap kali itu sekurangnya terdapat 60 unit mesin milik penambang emas warga pendatang yang beroperasi. Di Nonouwo Dide jumlah penambang banyak dan 480 unit mesin. Jadi, dalam tiga bulan setiap mesin membuang satu kilogram merkuri. Artinya, mereka membuang merkuri sekitar dua ton. Kalikan saja sendiri secara matematis. Betapa bahayanya,” kata Hanok.

Kembali Edoway mengutip hasil penelitian Moses Nicodemos, kadar merkuri di permukaan air kali-kali tersebut itu sudah mencapai 0,008 miligram per liter padahal, ambang batasnya 0,001 miligram per liter. Yuliana Pakan, S.T., alumna Teknik Industri, Jurusan Kimia dari Universitas Kristen Paulus Makassar membenarkan adanya ambang batas air.
Katanya, jika sudah melewati 0,008 miligram itu sudah berbahaya bagi manusia. “Yang jelas, ada ambang batas. Ada aturannya. Lewat dari aturan ada batasnya. Itu tugasnya, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Merkuri itu salah satu jenis logam yang banyak ditemukan di alam dan tersebar dalam batu-batuan, biji tambang, tanah, air dan udara sebagai senyawa anorganik dan organik. Jadi, berbagai jenis aktivitas manusia dapat meningkatkan kadar ini, misalnya aktivitas penambangan yang dapat menghasilkan merkuri sebanyak 10.000 ton / tahun,” kata Pakan.

Gejala-gejala yang diakibatkan oleh tercemar merkuri seperti ayan, tangan gemetar, pelupa, mati rasa, sulit tidur, sakit kepala terus-menerus, serta berkurangnya pendengaran dan penglihatan, dan juga cacat janin bagi ibu hamil.

Pada kesempatan yang berbeda, kepada wartawan (Kamis, 28/8), Alumnna Geofisika dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta Riyanawati, S.Si., mengungkapkan khawatirannya atas penggunaan merkuri di pendulangan emas Degeuwo. “Merkuri itu zat kimia yang sangat berbahaya. Bahanyanya tidak bisa langsung tetapi lima enam tahun ke depan. Pada pH rendah, merkuri menjadi larut dan diubah oleh jasad renik menjadi metilmerkuri yang stabil, sukar diurai, sangat beracun, dan larut dalam air," kata Riyanawati.

Polisi Mengeruk
Beberapa warga mengeluh, polisi sering mengeruk. “Jika terjadi masalah tanah (hak ulayat) polisi membela pengusaha. Kami ditakuti dengan senjata. Padahal itu tanah kami. Pengusaha bayar polisi,” kata Paulus berkisah.

”Kami minta Rp15 juta, mereka bayar Rp10 juta. Dong tipu banyak. Dong kasih kami Rp 10 juta dengan lembaran uang seratusan, tetapi sisanya dong bayar pakai puluhan ribu. Kami tidak tahu hitung. Pada waktu itu polisi bilang, ‘itu uang banyak itu kami minta apa lagi’. Kami tidak tahu hitung, maka percaya saja. Apalagi polisi takuti kami saat membayar,” kata Magaibo warga Degeuwo di Nabire belum lama ini.

Kapolres Paniai, AKBP Mirzal Alwi, S.Ik mengatakan, aparat kepolisian sering ditugaskan di Bayabiru dalam rangka mengawasi keamanan di lokasi pendulangan dan sekitarnya. “Di lokasi pendulangan harus ada aparat keamanan. Kalau tidak ada, siapa yang mau amankan jika ada terjadi apa-apa,”kata Alwi.

Dikabarkan, Mirzal Alwi pernah berjanji , jika ada anggota yang bertindak diluar prosedur dan melanggar aturan, tetap akan diproses sesuai hukum yang berlaku. Namun, dinilai warga, polisi berlaku di luar prosedur tetapi jarang diproses sesuai aturan walaupun ada laporan warga.

Degeuwo Tutup

Berbagai pihak merekomendasikan pemerintah Kabupaten Nabire dan Paniai bersama pemerintah provinsi Papua duduk bersama untuk membicarakan berbagai soal ini dan menutup pertambangan itu. Banyak pihak menilai, jika tidak ditutupi wilayah itu benar-benar mengancam. Dinilai berbagai kunjungan yang dilakukan oleh DPRP provinsi Komisi A pemerintah Paniai, Pemerintah Nabire, dan pekerja kemanusiaan belum membuahkan hasil keputusan yang jelas.

“Membicarakan untuk tutup Degeuwo adalah hal urgen. Bubarkan seluruh aktivitas di sana. Bubarkan semua orang yang ada di sana,” kata Dewan Adat Wilayah Mepago, Benny Edoway.

Anggota Komisi A DPRP, Harun Agimbau beberapa waktu lalu berkomentar, masalah ini sudah sangat urgen, sebab menuju pada genoside orang asli Papua, terutama wilayah di distrik Biandoga dan Bogobaya (pintu masuk Paniai). Di sisi lain ada berbagai lokalisasi dan tempat-tempat hiburan yang tidak membangun,” katanya.

Ia menyesalkan adanya upaya Polda Papua, walaupun sudah turun ke lapangan namun belum dapat menindak tegas pelaku-pelaku yang merusak tanah dan warga asli Papua di Degeuwo. Katanya, kemungkinan ada kekuatan besar yang bermain di sana seperti militer,” katanya.

Katanya, hasil kunjungan DPRP pada Desember 2009 sudah dilaporkan ke Presiden Indonesia, dan pihak-pihak terkait di Jakarta, termasuk Polri dan Kasad TNI. “Kami sudah laporkan ke pemerintah pusat tetapi belum ada reaksi juga,” katanya.

Anggota DPRD Nabire, Henky Kegou, S.H. mengatakan (Senin, 25/8) di Nabire mengatakan, pendulangan di Degeuwo itu tidak menguntungkan bagi rakyat maupun pemerintah. “Kalau tidak menguntungkan untuk apa pengusaha-pengusaha itu dibiarkan merusak moral rakyat dan hutan di sana. DPRD Nabire terus memantau pendulangan itu dan benar-benar merugikan. Kita harus tutup,” katanya.


Kata Henky, basecamp Helikopten di Nabire tetapi tidak ada sumbangan untuk pemerintah juga. “Kita harus hentikan jalur transportasi helikopter lewat Kabupaten Mimika, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Paniai serta Kabupaten Nabire.

Ketua Komisi A DPRP, Ruben Magai mengatakan, pengusaha di sana nakal. “Pengusaha di sana agak nakal. Tampaknya ada dukungan oknum dari militer atau kepolisian. Surat edaran Bupati Paniai pada akhir 2009 saja tidak dianggap. Mereka mau dengar siapa. Tidak ada sumbangan bagi pembangunan. Kalau kita mau selamatkan manusia dan alam di sana, solusinya tutup,” kata Magai. ***

3 komentar:

Agustina Dwiningtyas mengatakan...

sobat, sy juga turut prihatin dengan keadaan di sana. Meski sy bukan org asli Papua tapi sy lahir dan besar di Papua. Saya bisa merasakan ketidak adilan dan kekacauan di sana. Emas yg seharusnya bisa menjadi berkah malah menjadi bencana. Yah semoga nanti sy bisa membantu sebisa sy, skrg sy sedang kuliah di bidang kesehatan, semoga nanti sy bisa membaktikan diri untuk melayani saudara-saudariku di Papua dgn menjadi seorang dokter yg baik. yg bisa menolong orang papua dan memuliakan Tuhan. GBU all! sy akan berdoa semoga Tuhan memberikan kebahagiaan untuk orang-orang Papua.

Anonim mengatakan...

sobat, sy juga turut prihatin dengan keadaan di sana. Meski sy bukan org asli Papua tapi sy lahir dan besar di Papua. Saya bisa merasakan ketidak adilan dan kekacauan di sana. Emas yg seharusnya bisa menjadi berkah malah menjadi bencana. Yah semoga nanti sy bisa membantu sebisa sy, skrg sy sedang kuliah di bidang kesehatan, semoga nanti sy bisa membaktikan diri untuk melayani saudara-saudariku di Papua dgn menjadi seorang dokter yg baik. yg bisa menolong orang papua dan memuliakan Tuhan. GBU all! sy akan berdoa semoga Tuhan memberikan kebahagiaan untuk orang-orang Papua.

Anonim mengatakan...

Hindari Bentrokan Didaerah Degeuwoo sambil mengadakan Pengusiran terhdapa Orang-Orang Liar Yang Datang Merusak ALAM BUDAYA DAN MANUSIA PAPUA...

----------------------------------------------------------------------------------------
Perjuangan pembebasan nasional Papua Barat bukan perjuangan melawan orang luar Papua (Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Ambon dan lainnya) tetapi perjuangan melawan ketidakadilan dan pengakuan akan KEMANUSIAANNYA MANUSIA PAPUA BARAT DI ATAS TANAH LELUHURNYA.Jadi, Merdeka bagi orang Papua adalah HARFA DIRI BANGSA PAPUA BARAT!