Bintang Kejora Berkibar Lima Menit
Saksi mata dari lapangan Zakehus Abepura, Jayapura, Papua, Senin (17/10), melaporkan Bendera Bintang Kejora (BK) berkibar pada acara pembukaan Konggres Rakyat Papua (KRP) III. Bendera itu dikibarkan pada proses pembukaan oleh penari sampari dari Biak. Saksi mata dan dilangsir oleh (http://news.okezone.com), KRPdihadiri oleh lebih dari 21 ribu rakyat Papua Barat. Kongres dibuka sekira pukul 11.30 WIT diawali dengan doa dan lagu kebangsaan Hai Tanahku Papua.
Sebelum pembukaan konggres, para penari dari berbagai daerah dipersilahkan membawakan tarian adat yang sudah disiapkan dilapangan terbuka. Sejumlah penari maju menampilkan tariannya. Bintang Kejora berkibar ketika belasan penari sampari menampilkan tariannya, salah seorang penari langsung mengibarkan Bendera Bintang Kejora (BK) ditengah tarian. Kobaran BK yang diikat dengan sebilah kayu berukuran lima meter itu berkibar diudara hampir sekitar lima menit.
Kibaran BK disambut teriakan yel-yel “Merdeka.” “Papua… Merdeka, Merdeka,” oleh para ribuan peserta. Hingga berita ditulis, KRP III telah dibuka dengan resmi dan sedang berjalan aman. KRP III akan berlangsung dari 16 s.d. 19 Oktober 2011.
Kepolisian dari Polda Papua dan TNI mengatakan akan membubarkan paksa acara kongres jika bendera dikibarkan dan ada pernyataan berisi kemerdekaan Papua. Hingga berita ini ditulis, sekira 500 polisi dan TNI AD dari Yonif 751 masih berjaga di beberapa titik dengan jarak 100 meter dari lokasi acara di lapangan sepak bola Jalan Yakonde, Abepura.
Dalam pidatonya Forkurus mengatakan bahwa Papua harus mengurus dirinya sendiri.“Rakyat Papua ingin berdiri sendiri dan ingin mengelola tanahnya sendiri tanpa ikut campur dari pemerintahan,” ujar Forkorus dalam pidatonya, Senin (17/10/2011).
Ratusan orang dari pasukan Penjaga Tanah Adat Papua (Petapa), pasukan Koteka, dan pasukan Papua Barat, memeriksa siapa saja yang masuk ke lapangan tempat diadakannya KRP III. ***
Selengkapnya...
Senin, Oktober 17, 2011
Kongres Rakyat Papua III Dihadiri 21 Ribu Orang
Jumat, Oktober 07, 2011
Belum Bicara, Dominikus Tekege Langsung Ditembak
Bermaksud mengingatkan kepada pimpinan PT Modern Widya Technical (MWT) agar tidak mengambil material berupa batu dan tanah di Tabei, Kampung Okomo-Ugiya, Distrik Tigi, Kabupaten Deiyai, salah satu warga setempat, Dominikus Tekege diberondong peluru, Selasa (4/10) pagi.
Menurut keluarga korban, pengambilan material oleh perusahaan sudah melewati tapal batas sebagaimana disepakati dan atau diijinkan pemerintah daerah. “Sudah beberapa kali kami kasih tau supaya perusahaan itu jangan ambil material di sebelahnya. Tapi rupanya mereka pasang polisi jaga di situ. Tadi, Dominikus Tekege pergi ingatkan kepada perusahaan itu, tapi dia malah ditembak,” tutur salah satu kerabat korban.
Belum diketahui secara persis kronologis kejadiannya, namun salah satu sumber menyebutkan bahwa ketika pemuda berusia 20 tahun itu mendatangi lokasi pengambilan material, disambut dengan tembakan. “Dominikus dikagetkan dengan tembakan, padahal dia belum juga bicara dengan pihak perusahaan,” katanya.
Pelaku penembakan diduga oknum anggota Brimob yang bertugas di Kabupaten Deiyai. Kapolsek Tigi dan Kapolres Paniai belum memberikan keterangan terkait kejadian itu.
Terkena tembakan di betis bagian kanan, korban langsung dilarikan ke RSUD Paniai, Madi. Hingga saat ini korban masih mendapat perawatan intensif. (Jubi/Markus)
Sumber:http://tabloidjubi.com/daily-news/seputar-tanah-papua/14244-belum-bicara-dominikus-tekege-langsung-ditembak.html
Selengkapnya...
TNI Gagal Melindungi Dan Menjaga Integritas Manusia di Tanah Papua
Oleh: Socratez Sofyan Yoman
Pada media lokal Cenderawasih Pos, Rabu, 05 Oktober 2011, Saudara Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Erfi Triassunu dengan bangga menyatakan: “ Tugas pokok yang kami emban adalah menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan Negara. …Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasadku, tetapi jiwaku yang dilindungi benteng merah putih akan tetap hidup, akan tetap menuntut bela, siapapun lawan aku hadapi”.
Pada umumnya Pemerintah Indonesia dan khususnya aparat keamanan TNI belum mempunyai konsep bernegara dan berbangsa yang benar dan baik. Itu terbukti dengan wajah Pemerintah dan aparat keamanan yang menduduki dan menjajah penduduk asli Papua sejak tahun 1961 sampai di era Otonomi Khusus sekarang ini. Cita-cita TNI sebagai pelindung hidup bersama yang beradab, telah hancur. Tidak disangkal lagi bahwa di Tanah Papua Barat dari Sorong-Merauke telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia dan kekejaman luar biasa yang dilakukan oleh TNI atas nama kepentingan NKRI. Umat Tuhan, pemilik negeri dan ahli waris Tanah ini dibantai seperti hewan buruan dengan stigma anggota OPM, separatis dan makar. Apa yang harus dibanggakan oleh penduduk asli Papua dari namanya TNI yang mengkleim diri bahwa ia adalah pelindung segenap bangsa dan seluruh tumpah darah?
Yang selama ini Pemerintah dan TNI tunjukkan kepada rakyat Papua adalah wajah dan watak kekerasan dan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa. Romo Franz Magnis-Suseno dalam bukunya: “Merebut Jiwa Bangsa” dalam konteks Timor-Timur ia menyatakan dengan tegas: “Yang bertanggungjawab atas genosida di Timor Timur ini maupun atas hancurnya kehormatan Indonesia di mata dunia internasional adalah TNI” ( 2007:hal. 33).
Pemerintah Indonesia dan aparat keamanan tidak pernah menjelaskan dan bahkan mereka sendiri tidak mengerti definisi “kedaulatan Negara dan keutuhan wilayah NKRI” seperti apa bentuk, model dan wujudnya. Jargon yang diperlihatkan dan diwujudkan selama ini adalah “NKRI Harga Mati”, maka siapa yang melawan akan kami tumpas. Seperti diungkapkan Saudara Kol. Kav. Burhanuddin, waktu menjadi Danrem 172/PWY Jayapura pada 12 Mei 2007 di Cenderawasih Pos, “Pengkhianat Negara Harus Ditumpas. Jika saya temukan ada oknum-oknum orang yang sudah menikmati fasilitas Negara, tetapi masih saja mengkhianati bangsa, maka terus terang saya akan tumpas. Tidak usah demonstrasi-demonstrasi atau kegiatan-kegiatan yang tidak berguna. Jangan lagi mengungkit-ungkit sejarah masa lalu”.(Baca: Socratez Sofyan Yoman: Pemusnahan Etnis Melanesia, Memecah Kebisuan Sejarah Kekerasan di Papua Barat: 2007:hal. 346). Sedangkan Saudara Pangdam XVII, Mayjen Erfi menyatakan: “Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasadku, tetapi jiwaku yang dilindungi benteng merah putih akan tetap hidup, akan tetap menuntut bela, siapapun lawan aku hadapi”.
Apa yang diungkapkan oleh kedua Saudara ini, memang benar karena mereka diajarkan dengan doktrin seperti itu. Doktrin itu tercermin melalui perilaku dan watak aparat keamanan selama ini dan telah melahirkan kebencian, kemarahan dan ketidaksenangan terhadap TNI dari rakyat. Jujur saja, aparat keamanan TNI sesungguhnya telah menjadi musuh rakyat bukan pelindung rakyat. Kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh TNI di Timor Timur (sekarang: Timor Leste), Aceh, Papua Barat ini, menyatakan bahwa TNI berperan aktif membunuh warga sipil dan pelaku kejahatan dan kekerasan di Indonesia. Kejahatan yang dilakukan TNI ini adalah meruntuhkan dan menghilangkan kecintaan dan kepercayaan rakyat kepada Pemerintah Indonesia dan TNI. Ternyata doktrin yang dimiliki aparat TNI selama ini seperti: tugas TNI adalah menegakkan kedaulatan Negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, sudah tidak relevan lagi dalam era demokrasi dan globalisasi dewasa ini. Doktrin seperti itu sudah usang tidak cocok lagi dengan dunia modern sekarang ini.
Jadi, dalam usia TNI yang ke-66 ini, diharapkan TNI tinggalkan paradigma lama ini dan mengubah ke paradigma baru. Setidak-tidaknya TNI menegakkan kedaulatan manusia Indonesia dan mempertahankan kehormatan, hak asasi manusia, dan kesamaan derajat seluruh segenap rakyat Indonesia. Mengapa saya menyatakan demikian? Karena, Negara Indonesia ada atas dasar kepercayaan dan kesepakatan rakyat. Negara Indonesia akan kuat dan kokoh kalau kedaulatan manusia ditegakkan. Negara Indonesia kuat dan kokoh kalau integritas manusia mendapat kehormatan. Negara Indonesia kuat dan kokoh kalau kesamaan derajat dijunjung tinggi. Negara Indonesia kuatdan kokoh kalau perbedaan agama, bahasa, ras dan etnis benar-benar mendapat perlindungan dan tempat yang setara di dalam rumah namanya Indonesia.
Yang perlu diingat selalu oleh Pemerintah Indonesia dan TNI adalah manusia adalah gambar dan rupa Allah. Allah berfirman: “Marilah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Allah” (Kejadian 1: 26). Selanjutnya, Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya dan kepada kita sekarang ini. “ Pencuri datang hanya untuk mecuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang supaya mereka mempunyai hidup dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yohanes 10:10). “Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya” (Yoh.10:11). “Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-domba-Ku dan domba-domba-Ku mengenal Aku” (Yoh. 10:14).
Pemerintah Indonesia dan TNI sebaiknya menempatkan diri sebagai gembala yang melindungi dan menjaga domba-domba yang ada di Indonesia ini. Pemerintah Indonesia dan TNI jangan berwatak pencuri, pembunuh dan pembinasa. Pemerintah dan TNI sebagai gembala sebaiknya mengenal domba-domba dan mendengar suara mereka. Sebab, percaya atau tidak .Akui atau tidak tidak. Yang sesungguhnya bahwa benteng kekuatan dan pertahanan Negara Indonesia adalah rakyat Indonesia, bukan TNI. TNI tanpa dukungan kekuatan rakyat sama dengan sebuah pohon tanpa akar yang kuat. Atau TNI hidup tanpa roh. TNI bukan satu-satunya kekuatan Negara Indonesia. TNI adalah salah satu kekutan bangsa dan Negara Indonesia. Kalau keyakinan seperti ini tidak diterima, maka pertanyaannya ialah apakah Negera Indonesia harus dipertahankan dengan menumpahkan darah rakyatnya sendiri? Apakah Negara Indonesia harus dipertahankan dengan menginjak-injak kehormatan dan hak asasi rakyat Indonesia?
Dalam konteks Papua, selama ini, Pemerintah Indonesia dan TNI telah sukses dengan gemilang mengintegrasikan wilayah dan ekonomi dengan kekuatan politik dan keamanan ke dalam wilayah Indonesia. Tetapi, Pemerintah Indonesia dan TNI telah gagal total mengintegrasikan orang asli Papua ke dalam wilayah Indonesia dan gagal membangun nasionalisme Indonesia bagi penduduk asli Papua. Yang diajarkan adalah kekerasan dan kejahatan yang dapat menjauhkan hati rakyat Papua dari Indonesia. Akibatnya hilanglah trust (kepercayaan) kepada TNI. Pemerintah Indonesia dan TNI membutuhkan 40 tahun lagi untuk membangun kepercayaan rakyat Papua.
Akhirnya, saya menyampaikan selamat kepada TNI yang melaksanakan HUT yang ke-66 pada 5 Oktober 2011. Semoga tulisan ini menjadi koreksi dan harapan saya, teman-teman dari TNI tidak akan menyulut emosi dan kemarahan besar kepada saya. Tetapi, saya mau katakan: “bersahabatlah dengan teman yang selalu mengritik dengan terbuka dan jujur kepada Anda dan berhatilah-hatilah dengan teman yang mendekat dan selalu menjilat” Seperti ada nasihat dalam Kitab Suci: “ Siapa menegur orang akan kemudian lebih disayangi dari pada orang yang menjilat” (Amsal 28:23). Shalom. Tuhan memberkati dan melindungi para prajurit TNI dan Prajurit Kristus dalam tugas kemiliteran.
Penulis: Ketua Umum Badan Pelayan Pusat Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua.
Sumber: http://tabloidjubi.com/artikel/opini/14254-tni-gagal-melindungi-dan-menjaga-integritas-manusia-di-tanah-papua.html
Selengkapnya...
Perjuangan pembebasan nasional Papua Barat bukan perjuangan melawan orang luar Papua (Jawa, Batak, Toraja, Makassar, Ambon dan lainnya) tetapi perjuangan melawan ketidakadilan dan pengakuan akan KEMANUSIAANNYA MANUSIA PAPUA BARAT DI ATAS TANAH LELUHURNYA.Jadi, Merdeka bagi orang Papua adalah HARFA DIRI BANGSA PAPUA BARAT!